"Dasar orang tua tidak bertanggung jawab! Bisa-bisanya mereka berpikir untuk membayar pengacara agar anaknya bebas dari hukuman penjara." Umpatan Cecilia kembali terdengar dan membuat Darren terhenyak.
"Mama mau reputasi aku di mata semua orang hancur karena masalah ini? Ma, bukankah dari awal aku sudah mengingatkan Mama jika aku ini sekretaris yang membawa nama baik Sanjaya Group. Jadi Mama bisa sampaikan kepada keluarga pria b******k itu agar jangan bermimpi jika aku akan mencabut tuntutan," ucap Cecilia tegas lalu mematikan sambungan telepon.
Berulang kali gadis itu menghela nafas untuk meredakan emosinya yang tak terkendali. Mendengar Cecilia yang begitu gigih dalam membela diri, meskipun tidak orang yang mendukungnya termasuk keluarga sendiri membuat perasaan tidak nyaman di dalam hati Darren muncul. Apakah ini artinya perasaannya kepada gadis itu sudah semakin mendalam?
Bahkan Darren menahan keinginan untuk menghambur ke Cecilia lalu merengkuhnya dalam pelukan, karena bayangan Kathleen yang begitu kuat tiba-tiba mendominasi pikirannya sampai-sampai dia tidak mengenali diri sendiri. Helaan nafas berkali-kali Darren keluarkan, namun nyatanya tetap saja tidak dapat menenangkan jiwanya yang semakin resah.
"Saya sudah tahu jika Bapak Darren berada di sini, jadi cepat tunjukkan diri Bapak atau saya akan melakukan hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya," Darren meringis saat ketahuan sedang mengamati Cecilia.
"Padahal saya tidak bersuara sejak tadi, kenapa kamu bisa mengetahui jika saya berada di sini?'' tanya Darren dengan heran.
''Gerak-gerik Bapak yang mencurigakan sangat kelihatan jelas sekali. Untung saja tidak ada yang melihat dan berteriak jika Bapak adalah maling dan kenapa Bapak tidak parkirkan Alphard itu di tempat yang lain," jawabnya dengan nada ketus yang membuat Darren tersenyum canggung.
Benar juga yang dikatakan oleh Cecilia, mobil ini terlalu mewah untuk terparkir di daerah perumahan biasa. Pantas saja gadis itu dengan mudah mengetahui keberadaan dirinya.
"Memangnya ada maling yang berpenampilan keren seperti ini?" Kembali Darren mengajukan pertanyaan yang hanya Cecilia respon dengan memutar matanya.
"Hey, kenapa kamu seperti meremehkan saya begitu?" Protes Darren tak lama kemudian.
"Karena Bapak memang pantas diperlakukan seperti itu. Belum terlihat wibawanya seperti Pak Gio dan Bu Intan..."
Suara perut Cecilia yang terdengar kencang membuat gadis itu tidak menyelesaikan kalimatnya dan reflek menoleh ke samping, pipinya yang memerah menandakan jika dia sedang malu.
"Lebih baik saya ajak kamu makan dulu sebelum pulang, ada rekomendasi restoran enak?'' ucap Darren sambil menahan senyum geli, ternyata Cecilia bisa juga bertingkah seperti gadis pada umumnya yang merasa malu jika aibnya terbongkar.
"Restoran enak banyak tapi saya tidak mau makan di sana dan lebih baik sekarang Bapak pulang saja, tidak perlu mengajak saya makan." Darren mengernyit saat mendengar perkataan Cecilia yang ketus.
"Kamu tahu tidak kalau sifat kamu yang keras ini bakal mempersulit hidup kamu?" tanya Darren dengan sebal yang membuat Cecilia menoleh ke arah pria yang jauh lebih tinggi daripada dirinya.
Karena Cecilia tidak memakai hak tinggi seperti yang biasanya gadis itu lakukan di kantor membuatnya harus mendongak untuk berbicara dengan Darren. Pria itu menangkap gelagat Cecilia dan segera menunduk untuk mensejajarkan posisi mereka berdua. Secara naluriah, Cecilia juga menormalkan posisi kepalanya agar tidak mendongak.
"Tidak peduli, karena saya hidup bukan untuk menyenangkan banyak orang. Saya mau masuk dulu ke dalam karena sekarang mulai gelap dan anak-anak sudah harus sudah pulang sebelum diculik hantu," Darren yang gemas dengan perkataan Cecilia langsung memanggulnya seperti karung beras menuju mobil.
Teriakan protes serta pukulan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh Cecilia tidak Darren hiraukan meskipun punggung ini terasa sakit juga akibat kepalan tinjunya, tipe orang yang ternyata kecil-kecil cabai rawit juga.
''Jangan banyak protes dan ikut saja. Lagipula bisa-bisanya kamu menyamakan saya dengan anak kecil," ucap Darren yang baru menurunkan Cecilia di samping mobil, akhirnya gadis itu diam dan tak lagi membuka suara sampai keduanya tiba di restoran seafood yang terletak di pinggir jalan raya.
"Memang kenyataannya seperti itu, buktinya saja sekarang Bapak memaksa saya untuk ikut dengan Bapak!" Telinga Darren terasa berdenging karena Cecilia berteriak tepat di sana.
"Cecilia! Kamu mau kuping saya terluka karena suara teriakan kamu itu!" Darren membalas perkataannya dengan berteriak juga dan membuat mereka berdua menjadi pusat perhatian orang-orang yang kebetulan melintas.
"Saya tidak peduli dengan kuping Bapak. Turunkan saya sekarang juga!'' Jerit Cecilia yang mulai mencakar punggung Darren dengan kukunya.
"Tidak mau!" sahut Darren sambil membuka pintu mobil dan mendudukkan Cecilia di samping kemudi.
Akhirnya dengan raut wajah masam, Cecilia mau juga mengikuti Darren.
Darren baru tiba di rumah sekitar jam 8:00 malam. Seperti biasa ayah dan ibunya sedang menonton drama Taiwan di channel Daai TV, tapi yang paling membedakannya adalah saat ini Intan menemani keduanya meskipun sedang berada di dunianya sendiri. Dia begitu asyik dengan layar tabletnya dan sesekali melihat jam pintarnya yang membuatnya terlihat mirip dengan Cecilia.
Darren jadi teringat saat berada di restoran seafood tadi, Cecilia yang masih kesal tidak banyak berbicara dan hanya memakan semua yang dia pesan dalam diam. Sebenarnya Darren merasa canggung, tapi tidak tega melihat gadis itu kelaparan. Buktinya Cecilia sampai menghabiskan 2 piring nasi dengan berbagai lauk. Sungguh sangat berbeda sekali dengan kebanyakan perempuan yang makan sedikit karena takut terlihat gemuk.
"Saya butuh banyak energi untuk menghadapi kerasnya dunia dan orang-orang yang tidak punya otak," ucapnya saat tersadar jika Darren memperhatikannya.
"Kamu tidak takut terlihat...gemuk?" tanya Darren dengan hati-hati.
"Buktinya saya tidak gemuk, 'kan," ucapnya singkat.
"Darren, kenapa melamun saja. Kamu sudah makan belum?" pertanyaan Regina membuat Darren tersadar jika dia masih berdiri di depan ruang keluarga.
"Sudah Bun, tadi aku makan malam dengan Cecilia," Giovani dan Intan serempak memandangi Darren dengan aneh.
Tak lama kemudian, Intan menghampiri sang adik yang masih berdiri. Melihat gelagatnya yang aneh menyalakan alarm tanda bahaya dalam diri Darren, Intan sudah pasti akan melakukan hal yang tidak akan pernah dia sangka.
"Jadi rupanya ada yang mulai melakukan pendekatan dengan mentornya," ucap Intan tersenyum jahil.
"Aku dan Cecilia hanya makan malam bersama, tidak lebih," sahut Darren penuh penekanan.
"Awalnya memang hanya makan malam tapi selanjutnya kita tidak pernah akan tahu apa yang terjadi di masa depan," ucap Intan masih menggoda.
Darren yang malas meladeni Intan hanya diam dan mengabaikan panggilan dari wanita itu. Kakinya langsung melangkah menuju kamar, dia sangat lelah dan ingin segera meluruskan tubuh di kasur. Hari yang sungguh melelahkan di mulai dari saat dia memukul Morgan yang menggoda Kathleen.
Tiba-tiba Darren tersadar akan sesuatu dan perasaan tidak enak langsung menyelimuti hati, sejak kapan Morgan dan Kathleen mengenal? Dan darimana Kathleen tahu jika pria itu adalah sepupunya? Kenapa tadi dia tidak langsung menyadari dan bertanya pada keduanya tentang detail pertemuan pertama. Dengan kesal Darren memukul bantal guling, memaki kelalaiannya akibat terbakar rasa amarah.
Setelah puas meluapkan kekesalannya, Darren mulai dapat berpikir tentang dan menangkap perilaku mencurigakan Kathleen yang seakan menyimpan misteri. Kedatangan sang kekasih ke Jakarta yang tiba-tiba ini alih-alih membuatnya senang malahan menimbulkan rasa curiga kepada gadis yang sudah Darren pacari selama kurang lebih 1 tahun itu.
Mata yang semakin berat membuat Darren akhirnya memejamkan mata, tapi malah bayangan Cecilia yang muncul di dalam pikirannya. Dia mengingat kejadian di mana Cecilia sedang berduaan dengan seorang pria b******k yang melecehkannya secara verbal, hingga keberanian Cecilia yang patut diacungi jempol. Gadis itu seakan selalu mempertimbangkan dengan cermat apa yang akan dia lakukan.
Lagi-lagi Darren merasa bimbang, apakah dia memang mencintai Cecilia ataukah hanya sekadar rasa yang muncul karena kebersamaan mereka yang intens dalam kurun waktu 8-9 jam sehari dalam beberapa bulan terakhir ini. Cecilia adalah gadis pertama yang Darren kenal tidak sungkan menunjukkan apa yang ada di dalam hati, meskipun dia tahu banyak orang yang tidak menyukai tindakannya itu.
'Tuhan, tolonglah aku akan keputusan yang harus ku pilih secepatnya'. Keluh Darren dalam hati.
Darren tidak ingin berlama-lama menjadi pria egois yang mendua hati. Memiliki keduanya juga tidak akan pernah dia lakukan, karena itu tidak sesuai dengan prinsip keluarga dan ajaran agamanya yang menekankan bahwa hanya ada satu pria hanya untuk satu wanita.
Baru saja Darren akan terlelap, iPhone-nya berbunyi dengan nyaring. Seketika itu rasa kaget yang mendominasi, salahnya juga yang mengatur nada dering dengan volume kencang.
Darren mengernyit saat melihat nama sang pemanggil. Tumben sekali dia meneleponnya setelah apa yang terjadi pada hari ini, tapi dia yakin jika pembicaraan mereka pasti tidak akan menyenangkan.