"b*****t!" Darren kembali menarik kerah Morgan yang membuat pria ini bangun dari lantai.
Tak lama seorang petugas keamanan datang untuk menenangkan keadaan. Tapi sebelum Darren erbicara, Morgan sudah menarik simpati orang banyak dengan mengatakan hal yang manis. Pria itu mendengkus karena tidak dapat lagi melayangkan tinju kepada Morgan yang sedang menyeringai sinis ke arahnya.
"Babe, sudahlah. Ayo kita pergi dari tempat ini, Morgan hanya menemaniku," ucap Kathleen dengan nada memohon dan memegang lengan kanannya.
Darren melemparkan tatapan mata penuh permusuhan kepada Morgan sebelum kami meninggalkan coffe shop yang ramai dan bertanya dalam hatinya kenapa dia selalu saja menjadi pusat perhatian semenjak pulang ke Jakarta.
"Babe, apa kamu masih marah?" tanya Kathleen saat mereka sudah berada di dalam mobil.
"Tidak, hanya sedikit kesal saja," ucap Darren lalu mengarahkan pandangan ke arah depan. Dia masih menormalkan debaran d**a yang sesak akibat rasa marah.
"Aku tidak tahu jika hubungan kalian berdua seburuk itu. Maafkan aku, ya," rengek Kathleen sambil menggenggam kedua tangan Darren.
"Sekarang kamu sudah tahu, jadi Aku minta agar kamu tidak menemui Morgan lain kali," Darren melontarkan kalimat penuh permohonan kepada Kathleen dan sang kekasih mengangguk paham.
"Kalau begitu, apakah marahnya sudah hilang? Bisakah kita mencari tempat tinggal untukku sekarang juga?'' tanya Kathleen penuh harap. Darren mengangguk dan segera melajukan mobil meninggalkan gedung hotel yang memiliki kualitas bintang 3.
Selama 4 jam keduanya mencari tempat kost, akhirnya pilihan Kathleen jatuh pada rumah kost khusus wanita yang memiliki tarif sewa sebesar Rp 2.000.000,- setiap bulannya. Kamar ini sudah memiliki perabot yang cukup lengkap jadi Kathleen hanya perlu membawa tubuh dan koper yang berisi pakaiannya. Dapur juga bisa digunakan bersama-sama oleh penghuni kost. Dan yang lebih mencengangkan adalah sinyal WiFi di sini sangat kencang dengan memakai kecepatan 1 Gbps, membuat para penghuninya betah berlama-lama di kamar.
"Kita kembali ke hotel dulu untuk mengambil kopermu," ucap Darren setelah Kathleen melakukan p********n melalui transfer bank antar negara kepada pemilik kost.
"Ya dan setelah menaruh barang-barangku di kamar kost, aku mau makan K*C," ucap Kathleen sambil memegang perutnya.
"Babe, itu sekertarismu 'kan?" tanya Kathleen dengan nada malas.
"Iya, rupanya dia bisa berpacaran juga," timpal Darren saat melihat Cecilia yang sedang duduk bersama dengan pria yang dia taksir berusia 30 tahunan.
"Ya baguslah, artinya dia tidak akan selalu merecoki kamu karena sudah mengetahui rasanya kasmaran," sambar Kathleen dengan ketus.
Tiba-tiba rasa tidak nyaman bersarang di dalam dadanya tanpa Darren tahu apa penyebabnya. Bayangan Cecilia yang sedang bersenda gurau dengan pria yang berpenampilan necis itu dengan gaya rambut klimis seketika membuat Darren kesal.
"Babe, kenapa kamu melamun? Antrian kita sudah semakin dekat, kamu tahu kalau aku belum mengerti bahasa Indonesia," ucap Kathleen dengan sebal.
"Maaf mungkin karena efek masih lelah jadi aku mengantuk. Kamu mau pesan apa?" tanya Darren yang memfokuskan diri pada Kathleen.
10 menit kemudian, Darren membawa sebuah nampan berisi 2 gelas cola, 2 gelas sup, 4 potong ayam dan 2 nasi. Saat mereka sedang menikmati makan malam yang terlalu cepat ini, tak lama terdengar suara teriakan seorang wanita yang ternyata Cecilia.
Darren menoleh dan melihat gadis itu menyiramkan sebotol air mineral pada wajah pria yang sedang bersamanya. Teriakan tak lama keluar dari mulut gadis yang hari ini memakai kaos lengan panjang berwarna dusty pink. Kasak kusuk disekitar keduanya seakan tidak menjadi gangguan bagi Cecilia untuk terus mengintimidasi lawan bicaranya.
"Dasar pria b******k! Bahkan dalam mimpimu, aku tidak akan sudi untuk tidur denganmu!"
Darren menghela nafas berkali-kali saat mendengarnya, mengapa semua pria seakan ingin mencicipi tubuh Cecilia? Apakah karena gadis ini sering menggunakan riasan wajah yang cukup tebal ataukah memang lekuk tubuhnya yang indah itu mampu untuk menghipnotis mata para kaum Adam?
"Dasar gadis sombong! Kau dengar ini baik-baik, aku kemari karena atas dasar kasihan. Tidakkah kau tahu jika ibumu terus menyodorkan anak gadisnya tiap kali ada acara pertemuan arisan dan lainnya lalu merengek minta agar kau dikenalkan kepada pria mapan karena takut akan menyendiri sampai akhir hayatmu." Darren hanya terdiam saat melihat raut wajah Cecilia yang mulai mengeras, bahkan kepalan tangannya menguat hingga menimbulkan urat menonjol.
"Kalau begitu kau hanya perlu mengabaikan rasa kasihan itu dan memilih untuk tidak datang kemari. Atau sebenarnya kau merasa b*******h saat melihat foto yang disodorkan oleh ibuku?" tanya Cecilia dengan tajam.
"Gadis ini merasa cantik sehingga jual mahal rupanya, aku bisa mendapatkan 10 orang gadis sepertimu. Jadi kau lebih baik menurut saja dan menikmati surga dunia bersamaku," ucap pria itu kembali dengan nada menjijikkan.
"Hey pria b******k! Kau tidak tahu ya kalau pelecehan verbal seperti ini bisa dipolisikan?" seru Cecilia masih menatap tajam mata pria yang berada di hadapannya.
"Oh iya, aku takut mendengar ancamanmu itu." sahut pria itu dengan nada takut yang dibuat-buat.
"Oke, karena kau tidak menyesali apa yang kau katakan maka jangan salahkan aku jika membuat laporan kepada polisi," ucapnya lalu menekan smartwatch berwarna pink dan tak lama rekaman suara mereka berdua terdengar dari speaker jam pintar itu.
Wajah pria itu seketika memerah dan dia berusaha untuk melepaskan smartwatch yang digunakan oleh Cecilia. Namun tak lama kemudian, 2 orang petugas keamanan mendatangi meja keduanya dan meringkus pria m***m itu.
Cecilia ternyata sudah membekali dirinya dengan peralatan canggih untuk sebelum bertemu dengan pria yang dijodohkan dengannya itu. Bahkan dia juga sudah menghubungi petugas polisi yang biasa membantu jika terjadi sesuatu dengan dirinya atau Giovani.
"Rekaman percakapan ini sudah saya kirimkan kepada pihak kepolisian. Jadi silahkan kau menyiapkan bukti untuk bebas dari hotel prodeo," ucap Cecilia dengan senyuman kemenangan.
"Dasar perempuan jalang! Aku jamin kau juga sering menikmati surga dunia dengan bosmu itu!" bentak pria itu yang masih memberontak saat ditahan.
"Jika aku jalang, apa urusannya denganmu?" sahut Cecilia sinis lalu meninggalkan restoran ayam cepat saji dan membuat Darren termangu.
"Babe, kenapa kamu melamun dari tadi?" tanya Kathleen setengah berteriak.
"Ahhh... Aku hanya merasa mengantuk. Jadi bisa kita cepat makannya? Rasanya aku ingin cepat pulang lalu tidur setelah mengantar kamu," jawab Darren sedikit salah tingkah.
Ternyata dia memikirkan gadis lain disaat sedang bersama sang kekasih. Rasa malu langsung mendominasi Darren ketika teringat kejadian di coffe shop tadi pagi di mana dia memukul Morgan yang menggoda Kathleen. Seharusnya dia mengutamakan logika daripada kekerasan. Hati kecilnya bahkan mengatakan jika dia harus meminta maaf kepada Morgan secepatnya.
"Baiklah, aku juga sudah lelah dan ingin tidur." ucap Kathleen kembali.
Tak lama kemudian mereka berdua keluar dari restoran ini dan menuju tempat kost Kathleen yang baru. Darren berdoa semoga Kathleen merasa betah di tempat yang keamanannya terjamin ini. Bangunan kost yang terdiri dari 5 lantai dan dilengkapi dengan lift. Tiba-tiba Darren teringat akan tempat kost Cecilia yang sangat jauh berbeda dengan tempat kost Kathleen.
Demi Tuhan! Darren tidak tahu apa yang membuatnya melajukan mobil menuju ke tempat tinggal Cecilia. Seakan sebagian dari pikiran alam bawah sadarnya sudah dipenuhi oleh Cecilia. Padahal gadis itu tidak pernah bersikap ramah dengan dirinya dan perdebatan kerap terjadi di antara kami berdua.
"Darren, ayo turun sebentar dan temui Cecilia." Gumamnya memberi perintah kepada dirinya sendiri dan juga... penasaran dengan keadaan Cecilia saat ini.
Darren mengedarkan pandangan di sekitar bangunan yang catnya makin mengelupas dan setelah dia amati beberapa lumut muncul pada dindingnya. Apakah gaji yang diberikan oleh ayah tidak sesuai sehingga Cecilia harus mengirit seperti ini. Darren masih berdiri dan mengamati keadaan sekitar yang menurutnya sangat padat dengan bangunan dan penduduk ini.
Apakah benar yang dikatakan oleh pak Ridho tempo hari jika keamanan daerah ini terjamin? Rasa khawatir tiba-tiba menyelimuti, bagaimanapun caranya dia harus melihat dan memastikan keadaan Cecilia sebelum pulang.
"Mama sungguh keterlaluan! Bisa-bisanya Mama mengenalkan aku sama pria b******k seperti itu." Darren menoleh saat mendengar asal suara itu.
Tak lama Darren melihat apa yang dia cari sejak tadi. Dalam diam pria itu mengamati Cecilia, suaranya yang menggelegar saat menelepon jelas menandakan jika gadis itu sedang melampiaskan amarah kepada sang ibu.
"Tapi tidak begitu juga caranya, Ma. Mama mau aku dilecehkan oleh pria yang baru saja aku kenal. Ma, cukup sudah acara perjodohan ini, aku bisa mengurus diriku sendiri." Darren melihat d**a Cecilia yang mengembang kempis saat berkata dengan keras terhadap sang ibu.
Meskipun Darren tidak dapat mendengar apa yang ibu Cecilia katakan, pria itu yakin itu bukan hal yang menyenangkan sebab amarah gadis itu masih jelas terlihat.
"Aku akan menganggap hari ini tidak pernah terjadi dan untuk pria itu....Aku tidak akan mencabut tuntutanku dan persetan juga dengan keluarganya yang memohon hingga menangis darah, karena tidak akan ada belas kasihan bagi orang yang tidak dapat menghargai aku." Sambungnya dengan rasa sesak di d**a. Tidak percaya jika sang ibu lebih memilih harga diri sang putri diinjak-injak oleh pria yang melecehkannya.
"Dasar sialan!" Umpatnya tak lama kemudian.
Darren terdiam saat melihat gadis angkuh itu yang seakan kehilangan kendalinya, Cecilia terus memaki dan mengumpat dengan bahasa yang tidak lulus sensor. Melihatnya seperti itu membuat hati Darren seakan diremas oleh tangan tak kasat mata.