Chapter 7 kerja kelompok

1055 Kata
Gavin menggoes sepedanya menuju taman, terik matahari begitu terasa hingga kulitnya terasa terbakar. Jika saja ini bukan tentang Rindu, Gavin malas untuk mengerjakan tugas sekolah. Apalagi saat dia tak memiliki uang pegangan seperti sekarang. Goes. Goes. Goes. Butuh setengah jam untuk tiba di taman, peluh, keringat membuat pemuda itu gerah padahal dia baru saja mandi. "Woi, Bro! Kita di sini!" sahut Andra melambaikan tangan. Gavin yang melihatnya segera memarkirkan sepedanya tak jauh dari tempat itu. "Lama banget, gua udah di sini dari tadi," seru Andra. Gavin langsung menghampiri dan berbaring di atas tikar yang sudah di gelar. "Huaw, panas! Gila cuaca di Jakarta, asli haredang." Andra terkekeh mendengar itu. "Motor lo mana, Bro? Wajar lo engap-engapan, lu pakai sepeda sih." Gavin segera bangun dan meraih minuman di depan Andra. "Bagi, ya. Gua haus nih." Karena tak memiliki uang jajan, nasib Gavin bener-bener menyedihkan. Erika- pacar Andra menyerahkan botol yang baru. "Ini, kita sengaja singgah beli untuk kalian juga." Bagai dapat durian runtuh, Gavin langsung mengambilnya. "Thank you, ya," Gavin tampak sumringah karena tidak jadi meminum bekas Andra. "Sama-sama, kita satu kelas tapi lo pasti nggak kenal gue." Gavin menoleh ke Andra. "Dia siapa?" tanya Gavin serius. "Dia pacar gua, syukur lo nggak pernah ngelirik dia," ucap Andra bercanda. "Ye, ambil sono. Gua juga udah punya kali," selorohnya. "Oh ya, siapa?" Andra dan Erika begitu penasaran. "Ada deh, mau tau aja." Rindu tiba setelahnya, gadis itu melihat Erika teman Andra yang duduk bersama, menatap sahabatnya dengan tatapan yang entah. "Ehm," Rindu berdehem membuat semua orang menoleh. "Eh, lo udah tiba. Duduk gih," ucap Gavin menepuk tempat tepat di sampingnya. Rindu meletakkan paper bag dan duduk tanpa menyapa. "Eh, tadi si ratu populer ngapain ngelabrak lo di kantin?" tanya Andra menatap Rindu lekat. Gavin yang mendengarnya mengerutkan dahi. Rindu sedikit kelabakan, dia mencari alasan agar tidak di cecar pertanyaan. "Ratu, populer?" "Iya, Vin. Zeana and the geng. Siapa lagi?" "Oh." Gavin pun mengerti kenapa Rindu bertingkah aneh seharian ini. "Nggak kok, kami hanya berbincang aja, jangan salah paham," Rindu mengalihkan pembicaraan dengan mengeluarkan bahan tugasnya. "Oh ya, tapi gelas lo sampai jatuh dan pecah. Mereka juga menatap sinis, pasti terjadi sesuatu," tambah Erika. Rindu menatap takut pada Gavin. Lelaki itu kini kecewa, karena masalah serius seperti ini Rindu sama sekali tidak bicara padanya. "Sudahlah, sepertinya dia mau masuk di geng mereka. Mending kita selesaikan aja tugas ini dan segera pulang." Ekspresi Gavin berubah dingin. Andra dan Erika jadi tidak enak. "Oh iya, kita mau buat bentuk apa? Kalian cewek-cewek silahkan tentukan," seru Andra dan mengeluarkan kertas dan ember yang dimilikinya. "Hey, lo mau buat bentuk apa?" tanya Erika sok akrab. "Em, terserah. Aku ikut aja." "Jangan terserah dong, keberhasilan tim kita kan tergantung kekompakan kita." Gavin dan Andra sibuk meracik bahan. "Aku nggak masalah, kamu aja yang pilih," ucap Rindu pendek. "Ah nggak asik nih, masa nggak mau ngasih masukan." Erika mengeluh lalu menatap Andra. "Ya gitu, dia seperti nggak memiliki prinsip. Di suruh gitu nurut, di suruh gini nurut. Di ancam apapun juga nurut," ucapan Gavin membuat Rindu terkesiap. Tidak seperti biasanya, lelaki itu sangat sensi. "Ya udah buat rumah aja," Erika pun bingung akan memilih bentuk yang bagaimana. "Aku punya masukan tapi takut kalian keberatan," ucap Rindu mengambil sikap. "Katakan aja, kita di sini adalah satu tim. Jadi, jangan segan." Andra selesai dengan bahannya. Hanya tinggal mencetaknya saja. "Gimana kalau kita buat bentuk gitar, dan beberapa simbol nada di sampingnya. Lalu tulis nama-nama kita di bawahnya." Andra dan Erika tersenyum tapi tidak dengan Gavin. "Nah gitu dong, perfect banget ide lo, Rin." Rindu tersenyum untuk pertama kalinya. Andra segera mengambil bingkai di mobilnya, sedang Erika menyatukan bahan yang lain. Sesekali gadis itu menatap Gavin diam-diam. Rindu memergokinya beberapa kali namun dia memilih diam saja. "Eh, kalian ini sebenarnya apa? Pacar atau hanya temenan." Rindu merasa tidak nyaman. Erika sangat tidak sopan, dan bicara semaunya. Sedang Gavin mengabaikan gadis itu. Andra tiba dengan senyum mengembang. "Ini lumayan kan? Karena tugas itu. Gua dan Erika berpikir membuat kerajinan ini dengan cara yang berbeda. Kita bingkai aja, pasti nggak kalah keren dari milik temen-temen yang lain." Rindu dan Erika setuju. "Ide bagus." "Gimana, Bro?" Andra menunggu tanggapan Gavin. "Terserah sih, semuanya bagus." "Oke, jadi dil ya." Gavin mengangguk tidak bersemangat. "Yang pinter nge gambar, siapa? Buat polanya dulu agar nggak berantakan." Rindu menyentuh tangan Gavin lalu mengangkatnya tinggi-tinggi. Reaksi pemuda itu tak berubah, masih saja dingin dan terlanjur kecewa. "Wow silahkan, Vin." Gavin pun fokus untuk membuat sketsa di sana. "Eh, aku hampir lupa. Udah bawah kue dari rumah. Buatan mama. Katanya ini bagi sama temen, silahkan menikmati." Rindu menyerahkan kue coklat berbentuk hati untuk di konsumsi. Gavin meliriknya sekilas lalu kembali fokus. "Vin, cobain deh makanan yang di bawah Rindu, enak banget," Erika menyodorkan kue, Andra tampak biasa saja melihat apa yang di lakukan pacarnya. "Dia nggak suka, kue kering. Buat Gavin di buat spesial kok, jadi tenang saja" ucap Rindu. "Ah, sepertinya mereka memang berpacaran. Rindu perhatian banget sampai buatin kue khusus untuk Gavin." "Bisa jadi, makanya mereka lengket terus kayak perangko." Pletak. Gavin mematahkan pensil yang tengah di gunakannya. Kupingnya terasa panas mendengar ocehan pasangan itu. "Kalian bisa diam nggak, berisik tahu. Kalau mau ngegibah jangan di sini." Rindu tersentak saat bingkai itu di lempar Gavin ke tengah-tengah. "Wah, cakep Bro. Lo sepertinya sangat berbakat." Gavin tidak tertarik mendengar basah-basih palsu itu. "Eh, kami lupa bagiin minumnya. Ini, buat kamu. Gavin tadi udah," Erika berusaha keras untuk mendekat. "Terimakasih," Gavin merebut minuman itu lalu menghabiskannya. "Vin, itukan punya aku!" keluh Rindu. "Biarin, siapa suruh ngeselin!" "Kamu tuh yang ngeselin." Sementara Gavin dan Rindu sibuk saling balas perkataan. Andra pun mulai menyusun bahan dan meletakkannya di atas pola. "Diem nggak, Ndu. Mana makanan yang lo bilang tadi? Gua nggak percaya lo beneran bawa makanan itu untuk gua." Rindu menatap jengkel. Dia meraih makanan di dalam paper bag lalu menyerahkan sebuah tupperware pada Gavin. "Ini, puas." Gavin membukanya dan melihat snack dalam tupperware itu. "Apa ini?" "Makanan, bukanya lo suka?" Gavin terperangah. "Suka sih suka, Ndu. Tapi nggak gini juga!" Andra menertawakan mereka. "Apes banget, padahal tadi ku pikir makanan berkuah." Makanan yang di bawah Rindu adalah snack coklat. "Ye ngarep, makan aja sih. Udah di bawain juga," sungutnya. Rindu menjadi lebih galak dari sebelumnya. Moodnya benar-benar kacau melihat sikap Gavin yang tidak menghargai. "Iya, iya bawel."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN