Pelajaran pertama berlalu, jam istrahat pun di mulai. Bel berbunyi dua menit yang lalu. Gavin tampak serius menyelesaikan catatannya. Dia sangat fokus jika mengenai pelajaran.
"Kantin yuk," ajak Erika dan Andra yang sudah selesai terlebih dahulu.
"Yuk," ajakan mereka di sambut antusias oleh Rindu.
"Eh, gua belum selesai, Ndu. Lu mau main tinggal saja," protes Gavin.
"Ye, yang belum selesaikan situ bukan saya. Lagian aku belum sarapan, Vin."
Erika memberi isyarat pada Rindu agar dia tidak meninggalkan Gavin sendirian.
Para murid berhamburan keluar, beberapa cowok mendekati Agatha untuk di ajak keluar bareng.
"Hay, Agatha. Mau bareng ke kantin nggak?" sapa salah satu siswa.
Rindu dan Erika spontan menoleh.
"Maaf, ya. Tapi, tugas gue belum selesai. Nggak enak sama yang punya buku," lirik Agatha pada Rindu.
"Eh, santai saja. Aku ambilnya pas pulang sekolah aja."
Agatha tersenyum kikuk mendengar ucapan Rindu. Sebenarnya itu hanya alasan agar terhindar dari cowok-cowok rese itu.
Gavin masih berusaha keras menyelesaikan pelajarannya. Dia memilih diam dan menulis dengan cepat.
"Cabut, yuk," ucap Andra.
Erika menatap Rindu sekali lagi.
"Em, Ndu. Mending lo nunggu Gavin, kasihan kan punya dia belum selesai."
"Ogah, aku juga lapar, yuk Ndra."
Rindu berlalu begitu saja, Erika dan Andra menoleh ke Gavin, wajah pemuda itu tampak bete.
"Kalian pergi saja, nih tinggal selembar, tenang aja, satu menit lagi gua nyusul. Pesenin makanan seperti biasa, oke."
Andra mengangguk.
"Oke."
Sementara Gavin berusaha menyelesaikan tugasnya, Agatha tampak kewalahan karena banyaknya siswa yang mengajaknya keluar bareng.
"Hey gue Arka,"
"Gua Pandu,"
"Gua Ryan,"
"Gue Agatha, maaf temen-temen biarkan gue menyelesaikan tugas ini dulu."
Gavin tampak santai dan tidak peduli dengan keriuhan mereka.
"Tinggalin aja pelajarannya, nggak bakal di kumpul juga. Mending ke kantin gua yang teraktir."
"Tapi,"
"Udah tinggalin aja."
Agatha menggeleng tidak mau.
"Kalian pergi aja, gue nggak mau."
Para siswa itu masih ngotot, Gavin yang merasa pengang. Mendorong kursi milik Rindu hingga berderit. Fokus anak laki-laki itupun teralihkan.
"Bisa diem nggak lu pada!" ucapnya dengan tatapan tajam.
Para siswa itu kompak menatapnya.
"Lu kenapa, Vin. Nggak ada yang ganggu lo ini, jangan carmuk deh!"
"Sialan lo, lo nggak lihat gua lagi nyelesain tugas. Lagian kalau dia nggak mau jangan di paksa. Nggak ngerti penolakan lo!"
Anak laki-laki itu merasa malu.
"Jangan ikut campur, Vin."
"Berisik tau nggak, setidaknya tunggu tugas gua selesai baru kalian nemuin dia lagi. Gua laper nih," ungkapnya jengkel.
"Oke, oke, cabut guys!"
Para siswa itu pun keluar, Agatha menatap Gavin dari belakang. Kini hanya tinggal mereka berdua yang ada di dalam kelas itu.
"Em, kak. Sebenarnya aku sudah selesai. Tapi, takut keluar bareng mereka. Boleh nggak kalau kita bareng ke kantin," pintanya.
Gavin menoleh, melihat gadis itu.
"Kenapa lu baru bilang, ya udah tunggu tiga menit lagi."
Agatha tersenyum. Dia menyusun bukunya dan mengembalikan buku Rindu ke mejanya.
**
Suasana di kantin, tampak ramai. Rindu makan dengan lahap dan memesan jus jeruk. Erika dan Andra menatapnya tak biasa.
"Lu nggak makan udah berapa Minggu, Ndu? Lahap bener," tegur Erika.
Suasana hati Rindu sedang tidak baik-baik saja. Dia kesal tapi tak bisa protes. Gavin menawarkan tempat duduk dan buku miliknya pada si anak baru.
"Dasar ganjen," batinnya.
"Aku nggak sarapan, perutku laper. Kalian tega banget."
Andra tertawa kecil.
"Eh, lo ninggalin Gavin di kelas emang nggak khawatir?"
Rindu mengunyah makanannya dengan hati-hati.
"Maksudnya?"
Erika melirik Andra yang juga penasaran.
"Sini gue bisikin."
Rindu mendekatkan telinganya.
"Lo nggak khawatir Gavin kepincut dengan si anak baru, dia cantik lo Ndu."
Rindu tersenyum kaku dan membalas bisikannya.
"Gavin hanya sahabatku, masa iya aku larang dia pedekate. PDKT."
Erika menggelengkan kepala, dia tak habis pikir dengan pemikiran Rindu.
"Beib, pesenin minum dong," ucap Erika pada Andra.
"Oke tunggu bentar."
Andra pun meninggalkan meja. Kesempatan itu di gunakan Erika untuk bicara pada Rindu.
"Lu yakin hati lo mengatakan kalian hanya sahabat. Mata lo mengatakan sebaliknya, Ndu. Apa Gavin nggak pernah nembak atau nyatain perasaannya?"
Rindu menusuk baksonya dengan kasar.
"Sering."
"Terus!"
"Aku diemin, aku nggak percaya jika persahabatan berubah menjadi hubungan. Akan bisa bertahan atau nggak. Apalagi Gavin akan ke Singapura setelah lulus sekolah."
Erika terhenyak.
"Kan masih lama, lagian pacaran jaman sekarang nggak terlalu berat. Ada telepon, email, bisa vc dan nyusul sekalian. Kok pikiran lo sempit banget."
Rindu tersenyum masam.
"Ingat ya, jangan sampai lo nyesel. Kebersamaan nggak akan bisa di ulang, dan lo yakin jika Gavin bersama cewek lain hati lo bisa menerima."
Rindu belum sempat menjawabnya saat seisi kantin menoleh ke arah pintu masuk.
Gavin dan Agatha jalan bersama memasuki kantin. Bahkan Zean tertegun melihat kecantikan si anak baru.
Rindu terkesiap, Gavin tampak menjelaskan pada Agatha posisi penting di sekolah itu.
"Apa kabar hati lo? Masih bisa nahan lihat dia sama cewek lain?"
Rindu tertunduk mendengar ucapan Erika.
"Memangnya kenapa, itu haknya dia. Bagus deh, masa mau jomblo terus."
"Rindu!" Erika gemas melihatnya.
"Beb, ini minumnya," Andra baru saja kembali dan melihat Gavin di kejauhan.
"Nah tu dia udah datang. Woi Gavin! bakso lu dingin nih!" teriak Andra.
Gavin melambaikan tangan.
"Bentar."
"Oke, lo tinggal pesan makanan sama bu Siti, terus milih meja dan di sana westafelnya dan di sana toiletnya. Paham kan," ucap Gavin menjelaskan semuanya pada Agatha.
Gadis itu mengangguk tersenyum.
"Makasih, kak."
"Sama-sama, gua kesana dulu."
Agatha tampak malu-malu. Ekspresinya begitu menggemaskan, hati siapa yang tidak akan luluh jika melihatnya.
"Ehm, akhirnya tugas gua selesai juga, eh saos dong. Gua laper banget." Gavin duduk dengan santainya.
Andra menyerahkan saos yang ada di hadapannya. Rindu tampak tidak bersemangat. Omongan Erika mempengaruhi pikirannya.
"Makanan lo kenapa, Ndu? Kok nggak di makan, tadi lahap bener," tegur Andra.
Gavin menoleh melihat isi mangkok sahabatnya itu.
"Kamu kenapa? Sakit perut?" tanya Gavin khawatir.
Rindu menggeleng, wajahnya tampak meringis.
"Terus?" Gavin mengecek suhu tubuhnya.
"Normal kok, lu mau balas gua ya!"
Agatha memperhatikan keakraban mereka dari meja yang lain.
"Ish, apaan. Aku nggak bilang kalau aku sakit,"
"Ya terus, makan tu bakso."
Gavin kembali menyantap makanannya. Rindu dan Erika saling pandang. Erika kembali berbisik membuat suasana hati Rindu semakin remuk.
"Mending lo yang nyatain perasaan, keburu di salip sama Agatha."
Rindu menatapnya enggan.
"No! Yang benar saja," ucapnya spontan.
"Kalian lagi bahas apa sih?" tanya Gavin.
"Tau tuh, tadi juga bisik-bisik segala."
"Bukan urusan kalian," ucap Erika tegas.
"Dih, cewek lo galak banget, Ndra."
Andra terkekeh.
"Sialan lo!"
Di depan mereka, meja Agatha tampak ramai oleh kedatangan beberapa kakak kelas.
"Hay Agatha, ya. Kita duduk bareng ya, kamu kan nggak punya temen."
Agatha kembali risih. Andra dan yang lainnya menoleh tapi tidak dengan Gavin.
"Lo mau makan apa aja, terserah deh. Gua yang bayar. Kenalin gua Bams,"
Agatha tidak meladeninya.
"Pulang sekolah jalan yuk, kita nonton mau nggak?"
Agatha menatap mereka takut.
"Maaf, gue nggak bisa. Gue udah ada janji," ucapnya mematahkan hati semua orang.
"Sama siapa? kakak atau adik?"
Rindu dan Erika menatapnya lekat.
"Sama doi gue," ucap Agatha menatap Gavin, sebaliknya pemuda itu juga mendongak dan tersenyum.
Erika dan Andra terbelalak. Sedang Rindu, dia merasa patah hati.
"Maaf ya, kalian jangan ganggu gue lagi, tolong gue udah punya pacar," ucap Agatha lugas. Gadis cantik itu tersenyum dan Gavin terkekeh.
Lima menit yang lalu, dia mengajari Agatha cara menghindari cowok-cowok di sekolahnya. Dia meminta Agatha mengatakan itu agar bisa terbebas dari rayuan gombal. Dan, ternyata berhasil.
"Ya udah deh, kirain belum punya pacar." Anak laki-laki itupun berhamburan.
"Payah!"
Semua orang menatap ke arah Gavin seolah meminta penjelasan.
"Kenapa kalian, makan makanannya!" Gavin mengambil bakwan lalu mencocolnya dengan sambal.
"Beh, mantap."
Agatha melihat bangku yang kosong di samping Gavin, dia berniat bergabung agar memiliki teman. Agatha mengankat nampannya dan menghampiri mereka.
"Permisi, boleh gue ikut bergabung, gue anak baru nggak punya temen."
Erika spontan menoleh ke Rindu. Wajah sahabatnya itu tersenyum seolah di paksakan.
"Tentu boleh, duduk aja."
Agatha sangat senang dan tersenyum ramah pada semuanya.
"Thank you," Agatha memesan nasi goreng. Makan nya pun sangat hati-hati, gadis itu menyerahkan satu minuman botol pada Gavin.
"Buat lo," ucapnya.
Gavin tersenyum dan menggapainya. Dia bertingkah aneh membuat para sahabatnya memikirkan hal yang tidak-tidak.
"Em, manis kayak sahabat gua, Rindu."
Gavin merangkul Rindu di depan Agatha dan gadis itu tersenyum ceria mengetahui status mereka yang hanya seorang sahabat.
Rindu tersentak, ada yang sakit namun dia berusaha terlihat baik-baik saja.
"Hay Agatha, kita belum berkenalan dengan baik. Ini teman-teman aku dan Gavin. Ini Erika dan ini Andra, mereka sepasang kekasih," ucap Rindu memperjelas.
"Oh ya, salam kenal semuanya."
Erika hanya menatap Agatha, kehadiran gadis itu membuat suasana menjadi renggang.
"Salam kenal," sahut Andra.
"Seterusnya boleh nggak gue ikutan gabung kayak gini, biar ada temennya."
Gavin menoleh ke Rindu.
"Oh em, nggak masalah sih, tapi kalau aku pribadi sering banget hilang mood."
"Gue juga," ucap Erika memperlihatkan penolakan.
"Mereka memang nggak asyik, soal temen cewek nanti lo membaur aja. Lagian mereka ini nyebelin," ucap Gavin menjelaskan.
"Apaan, kayak kamu nggak nyebelin aja," Rindu mencubit lengan nya.
"Auw, sakit. Kebiasaan nih, lo kalau gua bales, ngakak lu, Ndu."
"Idih, apaan nggak jelas."
"Lo nantang!"
Agatha menatap keduanya.
"Apaan sih, Vin."
Gavin menggelitiknya membuat Rindu tertawa terbahak-bahak.
"Gavin hentikan!"
Rindu terkekeh hingga jatuh bersandar ke d**a lelaki itu.
Andra dan Erika itu tertawa melihatnya.
"Minta ampun nggak!" ucap Gavin menikmati kejahilannya.
"Iya ampun,"
"Nah, gitu dong."