Chapter 5 Di gertak Zeana.

1051 Kata
Jam istrahat, di kantin sekolah, semua murid dari kelas yang sama saling mencari teman satu tim untuk di ajak kerja kelompok. Rindu menatap mereka tanpa berani ikut bergabung. Gavin memperhatikannya. Lelaki itu mendapatkan satu mangkuk bakso secara percuma setelah bernegosiasi dengan ibu kantin. "Lo, ngeliatin apa?" tegurnya. Rindu menggeleng sembari menganduk jus jeruk miliknya. "Bukannya, tim kita kekurangan dua orang lagi, ya?" tanyanya. "Terus?" "Kita hanya berdua, Gavin. Masa kamu nggak sadar." Gavin tersenyum, hingga deretan giginya terlihat. "Ya, kalau kita nggak dapat tim tambahan. Kerjainnya berdua saja. Repot amat, kan lebih bagus. Hanya ada kita berdua." Rindu menatap jengah. "Gavin, sekarang bukan waktunya untuk bercanda. Tugas kita banyak loh, jangan aneh-aneh." Gavin tidak menghiraukannya. Lelaki itu memilih sibuk meracik bakso andalan buatan Bu Siti. "Ach, mantap." Gavin tersenyum setelah mendapatkan rasa yang pas. Tak lama, Andra datang menarik kursi dan bergabung dengan mereka. "Hey, Bro. Tim kalian masih butuh nggak? Gue ma temen gue satu lagi dari tadi nyari rekan. Sepertinya sekelas kita nggak ada yang tersisa lagi." Rindu terkesiap. Gavin yang mendengar itu langsung setuju. "Oke, kebetulan banget. Kita kurang dua orang lagi." Andra tersenyum lega. "Akhirnya, syukur deh." "Gavin!" Rindu sedikit risih pada Andra Mengingat lelaki itu pernah berlaku kasar padanya. "Ingat, ya. Meski kita tim, tapi tugas di bagi rata. Jangan mau enaknya aja," Gavin memperingatkan. "Ya, lo kayak nggak kenal gua aja. Soal itu lo nggak usah khawatir. Gua emang badung, tapi nggak berengsek." Gavin ngakak. "Mantap," "Kalau gitu gua cabut, nanti kita saling berkabar saja." "Oke, Bro. Setuju." Andra pun cabut setelah menyalami Gavin. Rindu kehilangan selera makan. Dia benar-benar tidak suka dengan keputusan sahabatnya itu. "Eh, mukanya kenapa kusut gitu? Kayak kain belum di setrika." "Gavin!" "Iya , Ndu. Lu kalau kangen jangan teriak-teriak. Malu di dengerin yang lain." "Apaan sih, ngeselin banget. Aku tuh cuman mau protes, kamu kenapa sih main terima aja tawarannya Andra." "Kenapa? Dia baik, sopan. Emang ada masalah?" Rindu menatap jengah. "Kamu tuh, ya. Polos banget. Gini lo, Andra tu punya geng. Masa kamu percaya dia kekurangan temen satu tim." Gavin tersenyum. "Loh, emang ada patokan punya geng pasti terjamin akan selalu satu tim? Nggak juga, contohnya gua. Nggak punya uang tapi makan bareng sahabat, nah sahabat gua ogah teraktirin, ya jadinya gua ngutang." "Auh ah. Ngeselin." Rindu mengankat makanannya dan memilih tidak satu meja dengan Gavin, gadis itu melayangkan protes secara tidak langsung. Gavin termangu melihat tingkahnya. Dia menghabiskan bakso dengan lahap. Dan, membiarkan Rindu dengan rasa sesaknya. Selesai makan, Gavin langsung berjalan keluar. Rindu yang melihatnya hanya bisa manyun. Di sisi lain, saat gadis itu di tinggal sendirian. Zeana tersenyum sumringah. Brak. Meja Rindu di gebrak membuat gelas jusnya terhentak. "Hey, lo cewe kecentilan!" Rindu langsung tertunduk. "Bisa nggak sih lo, jauh-jauh dari Gavin. Nggak usah satu bangku, pindah sana ke bangku yang lain." Rindu tidak mengerti kenapa Geng Zean mengganggunya. "Maaf, Kak. Permisi." Rindu bangkit dan akan pergi, tetapi Tasya temen Zean mendorongnya hingga meja berderit. Semua penghuni kantin menoleh kepadanya. Rindu berakhir dengan menabrak jus jeruknya yang belum habis. Blash. Gelas itu jatuh, pecah berantakan. "Achh!" teriak sebagian siswa yang terkejut. "Ops, lo kenapa mecahin gelas Bu Siti?" Zean dan teman satu gengnya tertawa. Rindu gemetar. "Ck, lihat dia. Bentar lagi bakal nangis. Kasihan." Rindu teringat bullying di masa lalu. Dia mulai berkeringat dingin. Kedua tangannya menutupi telinga. "Kak, saya salah apa? Izinkan saya pergi, Kak." Zean tidak pernah memiliki waktu yang tepat, untuk memberi gadis itu pelajaran. Kesempatan ini adalah kesempatan besar, karena Gavin tidak menjaga Rindu. "Salah lo, ya? Hemm, Sya tolong jelasin ke dia." Tasya menoleh ke Rindu. Wajah dengan tampang polos membuatnya kasihan. Apa boleh buat, Zeana memintanya untuk memperjelas kenapa mereka mengganggunya. Tasya mendekat dan berbisik di telinga Rindu. "Lo, jauhi Gavin kalau nggak mau Zean bertindak lebih jauh. Zean suka sama Gavin, dan lo membuat dia marah." Rindu terkesiap, Zean menatapnya angkuh. "Paham kan lo sekarang? Awas aja kalau lo pake ngadu segala." Kini dia tersadar, sikap Zean selama ini yang selalu jahat dan menatapnya tak suka. Semua karena Gavin. "Pergi lo! Inget pesan gue tadi." Rindu segera bangkit dan pergi dari kantin. Dia tak menyangka jika kakak kelasnya ternyata menyukai sahabatnya. "Ye, kasihan. Itukan yang di bully tadi," seru salah satu siswa yang berpapasan dengan Rindu. "Eh, iya. Yang ngelabrak kakak kelas lagi." Rindu sangat malu, dia segera berbelok mencari tempat untuk menenangkan diri. "Haa," hembusan napas panjang terdengar saat gadis itu duduk di taman. Rindu memikirkan ucapan Zean. Berpisah bangku dengan Gavin adalah hal yang mustahil karena lelaki itu sendiri yang mengatur mereka untuk duduk bersama. "Kenapa tiba-tiba?" pikir Marsya. Daun kering jatuh di atas kepalanya. Rindu menyingkirkan daun itu dengan lemah. Namun, bukannya bersih. Daun itu malah semakin banyak. "Ih, kok makin ngeselin sih. Daun aja ngajak berantem." Rindu mendongak dan menemukan Gavin di atas pohon. "Kau! Ngapain di atas." Gavin tersenyum konyol. "Nggak ada, tadinya mau rehat di sini dari pada tergiur jajanan di kantin. Eh, lo malah ngedumel." Rindu tersadar, dia lalu memeriksa kesekeliling berharap geng Zean tidak memergokinya. "Kenapa lu? Masih bete karena soal Andra?" Rindu memikirkan cara untuk bisa pindah bangku. "Di tanya kok diam?" Rindu mengambil kesempatan itu. "Ya, aku marah soal itu, puas! Mulai sekarang kau dan aku tidak akan duduk sebangku lagi!" Gavin mengerutkan kening. Lelaki itu melompat dari atas pohon dan berakhir di samping Rindu. "Lu kenapa sih? Kalau nggak suka sama Andra ya udah, kok mau pindah duduk segala?" The Geng Zean berkeliling dan melihat Rindu dan Gavin saling cekcok. "Pokoknya aku mau pindah, kamu duduk aja bareng Andra." Zean tersenyum puas. "Nggak! Lo nggak akan kemana-mana. Lo mau gua marah dan ngehajar temen sebangku lu! Jangan ngadi-ngadi, Ndu. Lu salah makan apa sih?" Bukannya berpisah, Gavin justru semakin perhatian. Zeana merasa sangat cemburu melihat Gavin menyentuh kening Rindu. "Diem, jangan sentuh aku." Gavin mengernyit. Sikap Rindu semakin aneh membuatnya tersenyum konyol. "Jangan menguji kesabaran, Ndu. Kalau lo nggak mau di sentuh, ntar gua cium aja sekalian." Rindu tersipu malu, tak menyangka Gavin akan mengatakan itu. "Sini, gua jadi ngeri. Baru aja gua tinggal bentar lu malah bertingkah aneh." Gavin menarik tangan Rindu kembali ke kelas. Melihat Zeana dari kejauhan, Rindu pun menghentak pegangan Gavin. "Sorry, tapi aku akan tetap kekeuh dengan keputusanku." Rindu pergi lebih dulu membuat Gavin terkesiap. "Dia kenapa sih? Salah gua apa coba?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN