Chapter 26 kenyataan tentang Rindu

1008 Kata
Rombongan tiba di sebuah pantai, destinasi wisata yang sangat indah dan bersih. Hanya perlu membeli tiket masuk dan membawa bekal cukup untuk bersenang-senang ala modal hemat. Gavin tak hentinya memegang tangan Rindu, seolah dia takut akan kehilangan gadis itu. "Ehm, Vin. Bawain nih, Rindunya dinlepas aja, nggak bakalan hilang kok," tegur Devon. Ada beberapa barang di mobil, dan para lelaki lah yang bertugas untuk membawanya. "Iya, iya! Lagian mau ke pantai aja mesti bawa peralatan dapur, jadi gini kan! Repot!" Rindu dan Zeana mengawasi mereka dan hanya membawa barang pribadi milik sendiri. "Ye, nih anak. Nggak di suruh masak atau nyiapin apa-apa malah bawel banget. Buruan bawa!" Rindu hanya tersenyum melihat wajah Gavin yang manyun. "Mau aku bantuin?" tanya gadis itu menawarkan bantuan. Devon dan Gavin sampai saling melirik. Zeana menatapnya basi. "Dih, cari sensasi," umpatnya dalam hati. Hati gadis itu masih tak berubah. "Kamu yakin?" Rindu mengangguk. "Sini, gitu aja heboh." Devon terkekeh melihat Gavin cengengesan. "Boleh, nih bawain tas aku." Rindu dengan senang hati meraih tas Gavin. "Ada lagi?" "Nggak ada, cukup senyum aja dan buat Bang Devon irih," celotehan Gavin membuat Rindu tertawa.q "Haha, bisa aja." "Emang nih sialan banget, adek lucknut." Zeana seperti orang asing berada di tengah-tengah mereka. Devon bahkan tidak meliriknya sama sekali jika Rindu mengajaknya bicara. "Kita kemana, nih? Cari tempat yang rindang dong, panas banget, gerah," seru Zeana, hanya dengan cara itu, dia dapat menarik perhatian Semua orang. Rindu memilih diam, tak mau membuat kakak kelasnya itu kembali melabraknya. "Di sana aja! Deket pohon, tinggal pilih rumah mana yang kamu sukai." Gavin jengah mendengarnya. "Kalau begitu, disana aja rumah dengan cat warna pink." Devon menoleh pada Rindu dan Gavin untuk meminta persetujuan. "Terserah aja sih, kita nggak masalah meski catnya hitam," ucap Gavin ketus. Rindu menoel lengan sahabatnya itu. "Eh, nggak boleh gitu, warna pink memang bagus. Kita kesana aja." Devon salut dengan Rindu. Dia selalu menjadi penengah membuat Gavin kembali anteng. "Oke, kita kesana. Ayo jalan!" Devon telah menentukan tempat, semua orang hanya perlu mengikutinya. Rumah-rumah kecil tersedia di pinggiran pantai untuk menyimpan barang-barang pengunjung. Hanya perlu mengeluarkan uang untuk menbayar sewanya. "Lumayan luas, sempurna," Zean tersenyum mendengar Gavin memuji tempat itu. "Ya udah, barang-barangnya di letakkan di sini saja." Gavin meletakkan makanan dan beberapa barang yang sengaja di beli Devon di perjalanan. Tidak lupa mengeluarkan minuman untuk mengatasi rasa haus. Para pengunjung mulai ramai, dari anak-anak sampai orang dewasa. "Jadi kita ngapain nih?" tanya Gavin menatap abangnya. "Nggak ada planing sih, silahkan menikmati suasananya." Gavin sangat senang, dengan begitu artinya dia tidak perlu duduk dan berbasa-basi dengan Zean. Gavin mengambil ponsel dan memotret dirinya dan Devon. Hanya berdua untuk laporan ke sang mama. Cekrek. "Wah, aku belum siap!" Devon tidak terima dan berusaha merebut ponselnya. "Ets, pakai ponsel abang dong." Zean semakin bete, bahkan tidak ada yang peduli kepadanya. "Ndu, Cheese!" tunjuk Gavin memintanya berpose. "Cheese!" Rindu melakukannya dengan santai. Dia tidak kikuk lagi. Setelah kejadian tempo hari, melihat bagaimana Gavin menyimpan foto-fotonya dia merasa bahagia. Bahkan tidak sungkan dan berpose seadanya. "Yang manis dong, Ndu!" protes pemuda itu. Rindu cemberut. "Maksudnya apa? Jadi sekarang aku pahit gitu, iya!" Devon tak kuasa menahan tawa. "Haha haha, kena kau!" "Eh, nggak gitu," Gavin menghampiri. "Udah, ah. Aku nggak mau foto-foto lagi." Rindu berjalan menjauh dan mengeluarkan kamera milik papanya. Dia dengan lihai membidik lautan dan cekrek. Rindu sengaja membawanya untuk mengatasi rasa bosan nanti. "Wah, kamu suka fotografer? Kok aku nggak tahu?" Rindu mengabaikan Gavin yang terus menganggu. Gadis itu asyik dengan rutinitasnya, bahkan beberapa anak kecil berpose ke arahnya. ** Matahari kian terik, Devon melirik Zean dan mengajaknya bergabung dengan yang lain. "Kesana, yuk." Zeana menatapnya dengan wajah datar. Melihat kebahagiaan Gavin membuat hatinya perih. Moodnya berantakan. "Nggah ah, berdua seperti sekarang aja aku sering di lupain apalagi bergabung dengan keseruan mereka." Devon tidak sadar jika Zeana merasa di abaikan. "Loh kok gitu, kan kita baru sampai. Aku juga nggak pernah ninggalin kamu." Zean mendelik. "Aku nggak pede, mereka jelas tidak menyukai aku." Di kejauhan, Gavin berusaha mengejar Rindu. Gadis itu terus menghindar dan menjauhinya. Devon sampai tersenyum melihat keseruan mereka. "Jangan berburuk sangka, Ze. Rindu dan Gavin sudah tahu jika liburan ini akan ada kamu bareng aku. Jika mereka tidak suka, tentu udah nolak sejak awal." "Tapi kan, sikap mereka!" "Bahkan kamu nggak ngajak mereka bicara loh, gimana bisa kamu menilai seperti itu." Devon menatapnya kecewa. Zeana merasa tertekan, Gavin melambai pada Devon untuk meminta bantuannya. "Lihat! Gavin sedang memanggil kita. Tunggu apalagi!" Mau tidak mau Zeana harus ikut serta menyusul ke bibir pantai. Rindu meletakkan kameranya di atas pasir lalu berlari mengambil air di tangan dan menyiramnya ke arah Gavin. "Ah, berani kamu, ya. Tunggu pembalasanku!" ucap Gavin menyimpan ponselnya di samping kamera Rindu. "Kamu mau ngapain? Aku cuma bercanda." Rindu panik melihat Gavin berlari ke arahnya. "Tertangkap kau!" Gavin memeluknya dari belakang. Pemandangan itu di saksikan oleh Zean dan Devon. Rindu terkejut, dia dan Gavin tak menyangka akan sedekat ini. Mendadak suasana menjadi canggung, Gavin mencari cara agar gadis itu tidak risih. "Hah, nggak bisa lari kan?" Gavin mengankatnya ke air dan mereka tenggelam setengah badan. "Ah, Gavin! Aku nggak mau mandi!" Rindu memberontak, ombak kecil yang menggulung menumbangkan tubuh mereka. Keduanya terjatuh ke air. Rindu hanyut dan menelan air laut. "Gavin!" Pemuda itu segera menangkapnya. Rindu tampak shock dan berusaha melihat dengan jelas. "Hey, kamu kenapa, Ndu?" tanya Gavin khawatir. "Aku nggak bisa berenang, kamu gimana sih!" Rindu marah dan memukul d**a sahabatnya itu. "Serius? Nggak bohong!" ucap Gavin tak percaya. Rindu menatap kesal dan Gavin tertawa terbahak-bahak. "Hey, kalian keluar dari air!" ucap Devon. Gavin menatap sang kakak dan memberinya satu jempol. "Sorry, Ndu. Mana gua tahu kalau ternyata lo nggak bisa renang." "Sekarang udah tahu kan!" Tingkah jahil Gavin tiba-tiba terpikirkan. "Iya, tahu," pemuda itu membawa Rindu ke tengah-tengah. "Vin, jangan lepas." Rindu kembali panik dan ketakutan. "Vin!" Dia memeluk Gavin dengan gemetar. Devon yang tak tahu apapun, ikut senang melihat betapa keduanya begitu bahagia. "Gabung, yuk, Z," ajaknya pada sang kekasih. Zeana menggeleng dengan tegas. "Enggak ah! Kayak anak kecil saja."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN