Tiba saatnya hari yang di tunggu-tunggu tiba, Gavin menunggu kabar dari Rindu semalaman hingga dia tak sadar jatuh terlelap jam berapa.
Devon dengan santainya duduk di sampingnya menikmati sarapan dengan tenang. Dia sangat wangi dan rapi. Berbeda dengan Gavin yang tidak bersemangat.
"Gimana? Rindu ikut kan?" tanyanya di sela gigitan roti kesukaannya.
"Enggak tahu," seru sang adik.
"Kamu nggak ngajakin?"
Gavin meraih minumannya, lebih baik tidak jujur dari pada di tertawakan.
"Ya sudah, mari berangkat bersama menjemput Zean."
Gavin menatapnya bete.
"Harus banget ya jalan bersama."
Devon menatapnya sekali lagi.
"Vin, kita udah bahas ini kemarin. Ayo buruan. Mumpung pagi, kita ke pantai dulu lari pagi."
"What!" Gavin terkekeh
"Abang saranin, bawa baju doble. Entar kedinginan lagi."
"Apaan sih! Lebay banget."
Gavin menatap ponselnya sekali lagi. Masih belum ada kabar.
[Ndu, lu jadi ikut atau enggak?] Send.
Pesan terkirim, tangan kanannya mengetuk meja dengan tak sabar.
"Ehm, udah belum sarapannya? Kalau udah ayo berangkat."
Gavin menghela napas, dia berdiri meninggalkan meja makan dengan terpaksa.
"Ya udah ayo!"
Sepanjang jalan, Devon terus bersiul sambil berdendang. Suasana hatinya begitu bahagia.
Dert.
Ponsel Gavin bergetar. Dia menatap balasan chat Rindu di layar ponsel.
"Oke, jemput aku di depan rumah. Ingat, izin sama mamaku dulu agar dia tahu siapa yang ngajakin aku keluar."
Senyum terbit di wajah lelaki itu.
"Oke, siapa takut. Kita akan ke pantai, bawa baju lebih agar bisa bersenang-senang."
Gavin memikirkan pesan itu, dia merasa isinya terlalu lebay. Baru saja dia akan menghapusnya dan ... .
"Woi! Kamu kenapa?" Devon menabok Gavin hingga ponselnya terjatuh.
"Ah, elah. Abang kenapa sih? Gangguin orang aja, rese tau nggak!" Gavin memungut ponselnya dan tidak sengaja pesan itu terkirim.
"Aish!" ucapnya jengkel.
Devon menatapnya dengan perasaan bersalah.
"Kamu kenapa?"
Gavin menatapnya lekat.
"Lupakan saja, buruan! Kita juga harus menjemput Rindu."
Devon ikut senang mendengar bahwa adiknya tidak akan sendirian selama perjalanan.
"Wah, kau hebat bisa mengajaknya."
"Jelas dong, mesti minta ke mamanya langsung lagi."
Gavin sedikit menyombongkan diri.
"Udah dapat lampu hijau?"
Gavin tidak yakin akan itu.
"Tidak, lagian kami hanya sebatas teman."
"Oho, kau pikir abang akan percaya?"
"Terserah kalau nggak percaya."
Tanpa terasa mobil sudah tiba di rumah Zean. Devon menepuk bahu adiknya, lalu mendorongnya pelan.
"Apaan sih?" ucap Gavin heran.
"Mundur sana, kebelakang. Kamu mau Rindu dan Zean duduk bersama?"
Gavin menghela napas kasar mendengar itu.
"Oke, ribet banget sih!"
Zean keluar membawa beberapa bekal. Gadis itu tampak begitu bersemangat.
"Selamat pagi," sapa Devon saat Zean membuka pintu mobil di bagian depan.
"Pagi," ucap Zean tersenyum manis. Wajahnya langsung berubah datar saat melihat Gavin yang duduk di belakang.
"Vin, sapa dong Zeannya," pinta Devon.
Gavin menatap tajam. Membuat Zean langsung menunduk.
"Vin," ucap Devon lagi.
Gavin memutar bola mata dengan jengah.
"Hemm, pagi," ucapnya enggan.
Zean duduk dengan perasaan risih. Tahu kehadirannya tak di inginkan oleh Gavin. Setelah gadis itu masuk, mobil meluncur ke tempat dimana Zeana tak pernah melaluinya.
Gavin tampak sibuk di belakang, dia saling membalas pesan dengan Rindu.
[Gua udah ada di jalan. Siap-siap, ya]
Zean mencuri pandang lewat kaca spion.
Ting, pesan balasan masuk dari Rindu.
[Iya, ini udah di temenin sama pak RT dan beberapa hansip.]
Gavin melongo membaca pesan itu sejenak, tak lama dia lalu senyum-senyum. Berpikir Rindu tengah mengerjainya.
[Ngapain bareng mereka? Emang mau nyiduk maling?] balasnya lagi.
[Suka-suka aku dong, saking pentingnya aku. Kamu harus izin sama mereka jika mau bawa aku jalan.]
[Emang kamu anaknya pak RT?]
[Bawel!]
Gavin tersenyum, ternyata ekspresinya di saksikan oleh Devon di depan sana.
"Ehm, duh kalau lagi kasmaran tuh auranya memang beda, ya."
Zeana mengernyit, tidak mengerti maksud Devon.
"Buruan, Bang. Katanya gua mesti izin sama pak RT dan hansip dulu untuk bawah kembang komplek keluar jalan-jalan," ucap Gavin ngarang.
Devon seketika tertawa mendengar candaannya.
"Haha haha, Rindu bisa aja."
Mata Zeana melotot sempurna mendengarnya.
"Ri-Rindu?" tanyanya.
Mendengar nama sahabatnya di sebut oleh Zean membuat Gavin kehilangan mood.
"Iya, kamu nggak tahu? Jadi Gavin itu suka sama Rindu!" jelas Devon sambil tersenyum.
"Bang!" tegur Gavin.
"Iya, nggak apa-apa sih. Kan kita doble date. Nanti saling memahami aja," Devon kembali tertawa tapi tidak dengan Zean. Gadis itu tak percaya ini. Dia hanya sakit beberapa hari dan banyak yang terjadi tanpa sepengetahuannya.
"Udah nyampe taman, kemana lagi nih? tanya Devon.
"Belok kanan," ucap Gavin santai.
Mobil melaju pelan, baik Zean maupun Devon memperhatikan semuanya dengan teliti.
"Eh, dia beneran lo, Vin. Ada dua orang memakai pakaian hansip, apa itu rumahnya?" tunjuk Devon.
Gavin terperangah. Mama Rindu sedang bicara dengan pak RT.
"Iya, Bang. Bener, ya udah gua turun di sini saja."
Gavin segera keluar dan menyeberang jalan. Devon dan Zeana menatap mereka dari jauh.
"Eh, Gavin. Udah nyampe." Mama Asyla menyambutnya ramah di depan semua orang.
Melihat Gavin langsung menyalami mama Rindu dan berdiri di perkenalan dengan pak RT. Membuat Devon dan Zeana saling melirik.
"Mereka ternyata udah deket banget, ya. Rindu memang gadis yang baik."
Zeana menatap kekasihnya itu, jika dulu dia bisa langsung berekspresi tak suka. Sekarang dia harus menahan mimik wajah agar terlihat baik di mata Devon.
"Ehem," ucapnya pendek dan cuek.
"Beneran, yang nolongin kamu ke rumah sakit, yang bujuk Gavin untuk mengerti hubungan kita. Bahkan ngebujuk aku dan bilang gini saat kamu ngigau manggil aku di mobil."
"Kak Devon, Rindu langsung noleh dan bilang. Kak Zeana cinta banget sama kak Devon. Jangan di sia-siakan kak. Lihat, dia sampai sakit kayak gini."
Zean terperangah.
"Dih, ngapain tu cewe cari perhatian segala!" batin Zean tak terima.
Rindu muncul di halaman dan langsung berpamitan pada semua orang.
"Mama, aku pulangnya telat ya," ucap gadis itu.
Asyla malah fokusnya ke Gavin.
"Oke, jagain anak tante baik-baik, ya, Vin. Kalau ada apa-apa tante bawa pak RT ke rumah kamu loh," ucapnya bercanda.
Gavin tercengang, Pak RT dan dua hansip itu menatapnya tegas.
"Eh, iya dong tante. Kalau gitu saya pamit," Gavin menyalami semua orang lalu menuju ke mobil bareng Rindu.
"Dadah, mama!" seru Rindu melambaikan tangan.
Gavin ikut melambai dan berjalan bersisian.
"Kamu kenapa?" Rindu menyenggol lengannya.
"Aku baru ngajak kamu liburan deket-deket sini loh, udah bawa pasukan segala," protes pemuda itu.
Rindu cekikikan.
"Kan aku udah ngabarin, masih aja kaget?" Gavin membuka pintu mobil untuknya.
"Iya, tapi nggak nyangka beneran ada pak RTnya!"
Devon ikut tertawa mendengar pembicaraan mereka.
"Selamat pagi, kak. Selamat pagi, Kak Zean," sapa Rindu ramah.
"Pagi," ucap Devon senang.
Aura gadis itu membuat suasana menjadi riuh.
"Pagi," ucap Zean setengah ogah.
"Baiklah, kita ke pantai dulu buat jalan-jalan, panas-panasan baru ke tempat selanjutnya," ucap Devon memberi petunjuk.
Gavin duduk tepat di samping sahabatnya dan langsung menggenggam tangan Rindu di sana.
"Baik, Kak. Nggak masalah, terimakasih undangannya."
Gavin dan Devon saling melirik.
"Oh oke."
Zeana fokus pada tautan jemari Rindu dan Gavin di belakang sana.