Xena

1611 Kata
“Lupain aja gue! Lupain ihh,” ujar Aurora cemberut. Ia mengambil tempat di sebelah Kezie. Joshep tersenyum gemas melihat wajah cemberut Aurora. Ia senang melihat suasana hati gadis itu sudah mulai membaik. “Salah siapa, lo lama amat. Jalan kayak kukang,” ujar Kezie lalu menyeruput minumannya hingga tersisa setengah. “Bukan gue yaa. Tuh... Pak Buncit lama banget kelasnya. Astaga, faktor umur kali. Lupa aja kalau jam udah habis, padahal masuknya sendiri telat. Pake acara sewot lagi,” cerocos Aurora hingga tenggorokannya terasa kering. Aurora mengambil minuman di depan Joshep, dengan tergesa meminumnya hingga habis. Bahkan mengeluarkan bunyi ‘slurrt’ di tetes terakhir dan ‘aargh’ setelahnya. “Dih! Itu minuman gue! Pesen sendiri ya elaah,” ujar Joshep membuat Aurora menatapnya tajam. “Eh! Pelit amat lo!! Orang kaya juga. Kayak enggak pernah ngabisin minuman gue aja,” ujar Aurora lalu menatap tajam Joshep yang langsung ciut. “Yaudah, impas deh.” “Kelas siapa lo?” Tanya Kezie menghentikan perdebatan keduanya yang seketika membuatnya PANAS. “Oo itu, siapa lagi kalau bukan Pak Burhan. Perut buncit, rambut di kepala udah tipis, di liat-liat jadi kayak batok kelapa, ya? Rambutnya ada dikit dikit doang hahaa.” Aurora tertawa mengingat dosennya yang satu itu. Melihat itu kedua sahabatnya juga ikut tertawa. “Astaga mulut lo pedes, Ra.” “Idih gila, kualat baru tau lo.” “Zie, suapin dong,” ujar Aurora lalu membuka mulutnya untuk disuapi Kezie. Mengabaikan teguran dari kedua sahabatnya atas kejujurannya tentang Pak Burhan. “Tangan lo masih utuh dua, manja banget sih lo.” Kezie menatap datar Aurora tapi ia tetap menuruti keinginan Aurora untuk menyuapinya. “Afha ha hang shalach, khueh umah intha lho huapen,” ujar Aurora yang tidak jelas karena mulutnya penuh dengan makanan. “Telen dulu, Ara.” Tatapan Joshep yang khawatir Aurora tersedak hanya ditanggapi dengan senyuman manis oleh gadis blasteran itu. “Waktu tuh lo kemana? Kok enggak jadi ke apartemen gue? Gue udah berubah jadi mermaid karna nunggu lo lama. Gue juga harus batalin janji mau keluar sama Krystal, tega banget lo gue diamuk tuh bocah,” ujar Kezie kesal mengeluarkan uneg-unegnya sebelum menggigit burger yang baru datang itu. “Hm i-itu gue pergi ke kantor. Nemuin Kak Billy,” ujar Aurora membuat Joshep dan Kezie menatapnya. Aurora tersenyum kepada kedua sahabatnya itu. Ia tidak ingin membuat mereka khawatir. “Waktu itu gue ke rumah Josh dulu, makanya enggak jadi ke apartemen lo. Gue lagi berantakan dan rumah Josh paling deket. Yaudah trus gue juga lupa kabarin lo, maap hehe,” jelas Aurora takut Kezie marah padanya. “Terus?” Tanya Kezie yang lagi-lagi menghela nafas mengetahui ternyata Aurora menemui Joshep malam itu. Hanya mereka berdua. “Terus terus nabrak gubrak dehh,” ujar Aurora sambil tertawa kecil membuat Joshep juga ikut tertawa sedangkan Kezie hanya memutar bola matanya malas. “Kesel, ya? Canda, elaah. Tenang aja, gue gapapa kok. Dia udah buka mata gue yang buta, telinga gue yang tuli dan hati gue yang baperan tingkat dewa ini. Guenya aja yang kepedean kalau dia juga suka sama gue. Nyatanya cuma gue... sendiri. Lo bener, Josh.” Aurora melirik Joshep yang tersenyum kecil, tampak sedikit di paksakan. “Maksud lo?” Tanya Kezie lagi. Ia benar tidak mengerti, berbeda dengan Joshep yang sudah tau semuanya. “Ntar malem gue nginep ya. Gue ceritain, sekarang lagi males. Mungkin emang gini adanya. Gue... gue berhenti,” ujar Aurora tersenyum kecil. “Ra.” Kezie yang paham menatap Aurora dengan tatapan berapi-api seakan memberi semangat pada sahabatnya itu. Ia menggenggam salah satu tangan Aurora yang ada di atas meja lalu meremasnya, mengatakan jika ia akan selalu ada untuk Aurora dan semua akan baik-baik saja. “Gue gapapa. Mungkin enggak secepatnya tapi pelan-pelan. Udah sih, gak usah dibahas lagi.” Kali ini Aurora memberikan senyuman yang lebih lebar. “Ntar gue coba bicara,” ujar Joshep yang kembali menikmati makannya yang sempat tertunda. “Hah?” Aurora dan Kezie menoleh menatapnya. “Ntar gue bicara sama Om gue,” ulang Joshep. “Bicara sama Om lo? Dih ngapain, sih? Kan masalahnya gue sama dia. Udah jelas juga kok. Gue gapapa suerr dehh,” ujar Aurora meyakinkan Joshep yang hanya diam. Ia hanya menghela nafas dan kembali melanjutkan kegiatan makannya. “Oi! Janji dulu, Beib. Janji gak usah ngomong yang aneh-aneh sama Om lo,” ujar Aurora membuat Joshep kembali menatapnya. “Iya bawel.” Kezie dengan kesal menyuap makanannya. Mendengar beib dari mulut Aurora membuatnya hatinya panas. “Iya apa?” “Iya, gue gak akan ngomong macem-macem, puas?” Tanya Joshep menatap kesal Aurora. “Hehe... itu baru Asep gue,” ujar Aurora cengengesan lalu memukul pelan kepala Joshep. Kekerasan tetap nomor satu. Brakk Suara gebrakan meja yang tiba-tiba tepat di samping Aurora itu mengagetkan mereka bertiga. Kini hampir seluruh mata yang ada di kantin itu mengarah pada mereka, keadaan kantin tiba-tiba sunyi. Bahkan Kezie dengan cepat mengambil minum karena tersedak daging burgernya. “Heh!! Cewek gatel!!” Sebelah alis Aurora terangkat menatap gadis yang berdiri di samping meja mereka. Tidak hanya satu, ada tiga. Ketiga gadis itu menatap Aurora tajam, terlebih gadis yang berdiri di tengah. Dalam hati Aurora memastikan dia lah sang ketua geng. “Lo!!” Teriak gadis di tengah itu lagi yang kini menunjuk Aurora dengan aura yang menyeramkan. Bisik-bisik seisi kantin mulai terdengar melihat salah satu primadona kampus mereka di perlakukan seperti itu. Menerka-nerka kira-kira apa masalah mereka. “Cewek gatel! Murahan! Lo kan yang ngehasut Joshep buat jauhin gue!?” Teriak gadis itu menggelegar di setiap sudut kantin. “Ooo.” Hanya itu yang keluar dari mulut Aurora sambil menganggukan kepalanya beberapa kali setelah menyadari situasi ini. Situasi yang kembali terulang, jika bukan dia maka Kezie yang terkena imbasnya. Imbas dari ulah Joshep yang selalu mengghosting gadis-gadis di sekitarnya. “Lo apa-apaan sih, Xe-” Belum selesai Joshep dengan kalimatnya, Aurora sudah lebih dulu membekap mulutnya dengan sebelah tangannya. “Lagi-lagi lo bikin ulah ya. Siapa lagi nih!?” Tanya Aurora menatap datar Joshep yang hatinya sudah ketar-ketir takut akan diamuk Aurora dan Kezie. Ia melepas bekapan tangannya membuat Joshep menghirup udah sebanyak-banyaknya karena tangan Aurora tidak hanya menutup mulut namun juga hidungnya. “Namanya Xena, gue-” Lagi-lagi Aurora membekap mulut Joshep setelah mendengar nama gadis yang ada di hapadannya kini. “Oh... jadi lo yang namanya Xena. Gara-gara lo, gue nunggu Josh sampe air mata gue berubah rasa dari asin jadi tawar. Satu hal yang perlu lo tau ya, Joshep itu enggak suka sama lo, dia cuma mau coba-coba. Kali aja beruntung eh... malah dapet zonk,” ujar Aurora lalu tertawa kecil. Kezie menatap keduanya bergantian sambil melanjutkan makannya yang tertunda. Sedangkan Joshep berdoa di dalam hati agar tidak terjadi pertumpahan darah di sini. “Sialan! Enggak usah sok tau ya lo, cewek murahan! Joshep itu jelas-jelas suka sama gue! Gara-gara lo, Joshep ninggalin gue! Apa gak cukup lo godain cowok-cowok yang ada di sini!? Apa lo juga harus godain Joshep, hah!?” Teriak Xena lagi membuat Aurora menatap tajam Joshep yang menggeleng beberapa kali mengatakan jika ia tidak suka pada Xena. “Gini yah, adek Xena. Gue kenal Joshep jauh lebih dulu dari pada lo kenal dia. Sekarang gue tanya deh sama lo. Apa Josh udah bilang dia suka sama lo? Apa Josh udah nembak lo? Apa Josh pernah ngelus kepala lo? Pegang tangan lo? Bilang lo cantik gituh?” Aurora tersenyum miring masih dengan intonasi yang tenang namun auranya menyeramkan. Xena yang mendengar itu tentu merasa marah yang berkali-kali lipat dari tadi karena apa yang dikatakan Aurora itu memang benar. Joshep tidak pernah memperlakukannya seperti itu. “Joshep cuma lakuin itu semua ke gue sama Kezie. Heran deh gue kenapa lo enggak tau, padahal hampir seluruh kampus ini tau. Kalau Joshep suka sama cewek, pasti dia bilang ke gue sama Kezie. Sejauh ini dia belum ada tuh bilang apa-apa tentang lo,” ujar Aurora yang kini mengurangi kemarahan Xena namun justru berganti ke rasa malu karena mendengar beberapa orang di sana kini menertawakannya. “Beruntung lo di sini karena sekarang gue emang lagi pengen makan kepala orang,” lanjut Aurora dengan seringainya. Dalam hati ia berhitung jika Xena akan segera pergi dari sana. ‘1…’ ‘2…’ “Mending lo pergi sebelum lo jadi santapan makan siang dia,” ujar Kezie yang akhirnya angkat suara sambil membersihkan sudut bibirnya yang terkena saos karena ia sudah selesai dengan burgernya. ‘3…’ “Gue bakal bales lo ya, cewek gatel!” Teriak Xena sebelum menjauh dari pandangan Aurora dengan sorakan dari beberapa orang. “Kasian ya lo jadi gila,” gumam Aurora menatap punggung Xena menghilang dari pintu kantin. “Wah... gila, lo bikin bulu kuduk gue -” Plak Kezie dengan ringan tangannya melayangkan telapak tangan kanannya ke kepala Joshep membuat pandanganya sempat goyang. “Mau sampai kapan lo kayak gini? Mau sampai kapan lo nyusahin gue sama Ara, hah?” Tanya Kezie membuat Joshep cemberut sambil mengusap kepalanya yang terasa panas. Ingin sekali mengeluarkan kata sumpah serapah tapi ia sadar betul jika benar ia yang salah. “Ya kan gue- Aduhh duh. Sakit woi!!” Belum selesai Joshep menyelesaikan kalimatnya lagi-lagi Aurora menganiayanya dengan menarik rambut Joshep dan menarik-nariknya dengan sadis. “Ini peringatan terakhir buat lo ya, Asep! Sekali lagi lo bikin ulah kayak gini, enggak ada ampun ya buat lo! Gue sama Zie bakalan kulitin lo hidup-hidup,” ujar Aurora lalu melepaskan rambut Joshep dan melihat tangannya yang terdapat beberapa helai rambut Joshep, namun tidak ada raut penyesalan di wajahnya membuat Kezie meringis melihat itu. Kasihan pada Joshep namun ia juga kesal Joshep selalu memberi harapan pada banyak gadis dan berakhir seperti tadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN