3. Cinta dan Gairah
Tanpa sadar, Rachel mendekatkan dirinya ke Daniel, tubuhnya merespons setiap sentuhan dengan lebih intens. Erangan nikmat meluncur dari mulutnya, membuatnya bergetar oleh hasrat yang semakin melenakan seluruh indra di dirinya. Otaknya seakan mati, tak berfungsi normal sehingga ia tak berpikir jernih saat dirinya merengek seperti bocah kecil yang haus akan belaian.
Daniel mengangkat dagu Rachel, melihat matanya yang penuh gairah. Dia tahu ini bukan situasi yang biasa, tetapi dia juga merasa tertarik dengan kehadiran Rachel yang begitu memikat. Dia menunduk dan mencium Rachel dengan lembut, mencoba mengalihkan pikirannya dari keinginan yang berkobar.
"Tolong, jangan berhenti," ucap Rachel di sela-sela ciuman mereka yang semakin liar dan berbahaya.
Daniel menyeringai, "Aku bersumpah tidak akan berhenti, Nona." Bahkan jika ada senapan ditodongkan ke kepalanya, Daniel takkan mampu menghentikan aroma lemon segar yang menguar dari tubuh perempuan malang ini.
Tanpa kata lagi, Daniel menunduk dan mencium Rachel dengan penuh gairah. Ciuman itu dalam dan penuh keinginan, membuat Rachel mendesah pelan. Daniel bergerak dengan cepat, tangannya menjelajahi tubuh Rachel, membuatnya menggeliat tak terkendali di bawah sentuhannya.
Daniel membalikkan tubuh Rachel, menempatkannya di punggung. Dia menatap tubuh telanjangnya yang berbaring di bawahnya, setiap lekuk dan garisnya terlihat sempurna dalam cahaya pagi yang lembut. Dia menunduk dan mencium leher perempuan yang bersemu kemerahan oleh hasrat, bibirnya bergerak turun ke bahu dan payudaranya, membuat wanita itu mendesah lebih keras.
Rachel melengkungkan punggungnya, merasakan panas dari sentuhan Daniel yang semakin intens. Daniel melanjutkan perjalanannya, bibirnya mengecap setiap inci kulit Rachel dengan penuh gairah. Tangannya bergerak ke pinggang Rachel, menarik tubuhnya lebih dekat.
Rachel mengangkat pinggulnya, merasakan keinginan yang tak tertahankan mengalir di seluruh tubuhnya. “Kumohon… sekarang,” pintanya dengan suara penuh gairah. Entah apa yang diinginkannya, Rachel sendiri tak mengerti mengapa dirinya menghiba pada lelaki asing itu. Gairah ini benar-benar merusak akal sehatnya. Tak ada yang mampu Rachel pikirkan selain hasrat yang semakin besar dan lebih besar lagi.
Daniel tersenyum, memenuhi permintaan Rachel. Dia masuk ke dalam Rachel dengan gerakan lambat dan penuh kontrol, membuat Rachel mendesah keras. Mereka bergerak bersama, setiap gerakan penuh dengan keintiman dan keinginan yang membara. "Apa kau yakin?"
Rachel mengangguk di bawah tubuh lelaki yang terpahat sempurna oleh otot yang luar biasa itu.
"Jangan menyesal, Nona. Karena kau sudah menjadi milikku!" Daniel melesakkan bagian intinya ke dalam kehangatan dan kelembaban milik wanita asing yang membuatnya gila setengah mati. Hasrat dan gairah liar ini, membuat Daniel enggan untuk berhenti.
Mereka bergerak dengan ritme yang semakin cepat, napas mereka semakin berat dan cepat. Rachel menggenggam lengan Daniel, merasakan setiap gerakan yang menghantam titik-titik sensitif di dalam tubuhnya. Dia mendesah keras, tubuhnya bergetar hebat saat mereka mencapai puncak kenikmatan bersama.
Daniel mencengkeram Rachel lebih erat, merasakan gelombang kepuasan yang mengalir melalui tubuhnya. Mereka mencapai klimaks bersama, tubuh mereka bergetar hebat dalam pelukan satu sama lain. Saat mereka akhirnya terbaring di tempat tidur, napas mereka masih terengah-engah, Rachel memandang Daniel dengan mata penuh cinta dan kepuasan.
“Terima kasih,” bisiknya dengan suara lembut, mengecup bibir Daniel.
Daniel jatuh, menimpa tubuh Rachel yang terengah-engah. Keduanya berbaring berdampingan, jatuh dalam pelukan yang hangat dan menenangkan.
***
Rachel terbangun keesokan pagi yang sunyi, merasakan kehangatan tubuh di sebelahnya. Saat membuka mata, dia melihat wajah pria tampan yang tertidur lelap di sampingnya. Butuh beberapa detik baginya untuk menyadari situasi yang sedang dialaminya. Kilasan kejadian semalam—hasrat yang membara, sentuhan yang penuh gairah, dan keintiman yang mendalam—semua kembali dalam ingatannya.
Namun, kesadaran bahwa dia baru saja tidur dengan lelaki asing di kamar hotel membuat jantungnya berdebar kencang. Rachel merasa panik dan bingung. Dia bangkit perlahan, berusaha tidak membangunkan pria asing itu. Dia memungut pakaiannya yang berserakan di lantai, mengenakannya dengan cepat dan diam-diam.
Saat Rachel selesai berpakaian, dia menatap pria itu sekali lagi. Ada perasaan bersalah bercampur dengan kehangatan dalam dirinya. Namun, rasa cemas dan takut mengalahkan semuanya. Dia harus pergi sebelum situasi menjadi lebih canggung atau sulit untuk dihadapi.
Rachel melangkah keluar dari kamar hotel dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang melihatnya. Saat pintu menutup di belakangnya, dia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Dia berjalan cepat menuju lift, merasakan adrenalin yang masih memompa dalam dirinya.
Di dalam lift, Rachel berusaha menenangkan pikirannya. Dia tidak percaya bahwa dia telah terlibat dalam sesuatu yang begitu impulsif dan intens. Sebuah perasaan aneh tumbuh di dalam hatinya—sebagian dari dirinya merasa hidup, merasa berbeda.
Saat Rachel keluar dari lift dan berjalan menuju lobi hotel, dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak melihat ke belakang. Namun, pikiran tentang pria tampan itu dan malam yang mereka habiskan bersama terus menghantuinya. Dia tahu bahwa ini adalah pengalaman yang tidak akan mudah dilupakan.
Rachel keluar dari hotel, menghirup udara pagi yang segar. Dia berusaha mengatur napasnya, merasakan campuran antara kebebasan dan kebingungan. Meskipun dia melarikan diri dari situasi tersebut, kenangan tentang malam itu akan tetap bersamanya, menjadi bagian dari kisah hidupnya yang penuh dengan kejutan dan perubahan tak terduga.
***
Daniel terbangun keesokan paginya dengan perasaan hangat dan kenangan tentang malam yang penuh gairah bersama seorang wanita yang membuatnya puas semalam. Namun, saat dia meraba tempat tidur di sebelahnya dan mendapati tempat itu kosong, perasaan hangat itu dengan cepat berubah menjadi kebingungan dan kemarahan. Dia duduk, melihat sekeliling kamar, dan menyadari bahwa wanita itu sudah pergi.
Saat matanya tertuju pada selimut yang berantakan, dia melihat bercak darah kecil di sana. Kesadaran bahwa Rachel telah memberikan keperawanannya padanya, dan kemudian pergi begitu saja, membuatnya marah dan frustrasi. Dia merasa seperti telah dibiarkan tanpa jawaban, tanpa kejelasan.
Dengan cepat, Daniel meraih ponselnya dan menelepon Albert, temannya yang juga bekerja sebagai penyidik pribadi. Albert adalah orang yang bisa diandalkan dalam situasi seperti ini. Setelah beberapa dering, Albert menjawab dengan suara yang penuh semangat.
"Albert, ini Daniel," kata Daniel dengan nada serius.
"Maafkan saya, Tuan. Wanita yang kupesan untuk Anda semalam ternyata melarikan diri. Dia dikejar oleh penagih hutang dan sekarang dia bersamaku, sedang menangis memohon ampun." Albert berkata dengan nada takut. Suaranya bergetar, siap menerima hukuman dari bos besarnya yang menakutkan itu.
"Kalau begitu, siapa wanita yang bersamaku semalam?"
"Wanita?" Alis Albert melengkung dalam. Ia tak tahu siapa wanita itu.
"Cari tahu siapa dia! Karena semalam aku tidak bisa mengontrol diriku." Seakan tahu maksud ucapan bosnya, Albert segera menjalankan perintah bos besarnya itu. "Jangan buat kesalahan lagi kali ini!" Suara Daniel sangat dingin, memberi Albert peringatan keras.
"Baik, Tuan."
Sialan! Jika wanita itu bukan wanita yang ia sewa, lalu siapa?
Daniel bertanya-tanya tanpa tahu jawabannya.
***
Daniel duduk di tepi tempat tidur, mencoba mengendalikan emosinya. Pikiran tentang wanita itu dan apa yang mereka bagi semalam terus berputar di kepalanya. Dia merasa ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang perlu dia ketahui.
Beberapa jam kemudian, ponselnya berdering. Itu Albert. "Dan, aku punya beberapa informasi. Sepertinya wanita yang kamu cari meninggalkan hotel sekitar pukul 6 pagi. Aku mendapatkan rekaman CCTV-nya. Aku juga berhasil menemukan identitasnya dari daftar tamu hotel. Namanya Rachel Audrey Serena. Dan dia dokter magang di rumah sakit milik kakek Anda. Maaf, maksudku rumah sakit milik Anda, Tuan."
Daniel merasa lega dan tegang sekaligus. "Rachel Audrey Serena," gumamnya.
"Apa ada masalah dengannya?" tanya Albert penasaran.
"Tidak! Berikan aku semua identitas dirinya."
"Baik, Tuan."
"Baiklah Rachel. Sepertinya aku harus memberimu sedikit pelajaran," gumam Daniel sambil mengepalkan tangannya dengan kuat, menaruh dendam. "Tunggulah aku, Rachel!"
***