Setelah suasana hati kembali membaik, aku mengajak Siva bergegas menuju ke rumah sahabat kami, Cintami. Busui itu berisik sekali meminta kami segera datang ke rumahnya setelah aku menceritakan pertemuanku dengan Erik. Jika tidak punya Baby pastinya dia akan menyusul dan memberikan pelajaran untuk si cantik. “Mas Aiman mau sampai kapan di dalam mobilnya?” tanya Siva. Aku tahu jika Mas Aiman berada di depan toko roti sejak kami keluar dari toko roti. Awalnya aku ingin menyapanya namun keduluan Erik menyapaku. “Biarkan saja. Pura-pura saja tidak tahu!” “Yakin?” “Iya, udah yuk naik,” titahku pada Siva. “Pegangan yang kuat. Aku mau ngebut.” “Pelan-pelan saja. Aku takut diajak ngebut sama kamu. Berasa lagi balapan motor di sirkuit deh. Ngeri-ngeri sedap,” ujar Siva dan aku langsung terke