#
“Kenapa kita harus putus? Aku akan meminta ayahku untuk melamarmu, aku tidak ingin kita berpisah,” ucap Daniel dengan putus asa. Ia tidak mau melepaskan tangan kekasihnya.
“Kalau kau lakukan itu, aku akan membencimu selamanya. Jika kau lakukan, sama saja kau menghancurkan semua yang sudah kubangun sejak lama, semua yang kurencanakan. Aku tidak memiliki kebebasan sepertimu Daniel, karena itu sejak awal kubilang kalau hubungan ini tidak akan pernah berhasil.”
Ariana Nismara Pradipta melepaskan pegangan Daniel di pergelangan tanganya.
“Aku tidak ingin melepaskanmu Ara, aku akan menunggumu, bahkan sekalipun kau sudah menikah, aku akan tetap menunggu dan melihatmu dari jauh. Aku mungkin tidak mampu melawan keluarga Pradipta sekarang, tapi suatu saat, aku akan membuat perusahaan keluargaku lebih kuat dari perusahaan ayahmu dan merebutmu kembali. Sampai saat itu….kumohon tunggu aku,” ucap Daniel Wiryawan dengan putus asa.
Ariana mengepalkan tangannya erat, ia masih terdiam di depan mobil yang menjemputnya.
“Masuk ke mobil Ariana!”
Suara bentakkan Gumilar Pradipta mengagetkan Ariana dan ia akhirnya menurut.
“Selamat tinggal Daniel,” ucap Ariana sebelum menutup pintu mobil.
Saat mobil berjalan, ia bisa melihat bagaimana Daniel dipukuli oleh orang-orang suruhan keluarga Pradipta.
Air mata mengalir dari kedua mata Ariana.
“Kalau terjadi sesuatu pada Daniel, aku akan mengacaukan segalanya di pertemuan dengan Om Atmachandra,” ancam Ariana pada ayahnya.
“Kau berani mempertaruhkan segalanya demi anak itu?” tanya Gumilar Pradipta pada putrinya.
“Tidak, aku menuntut janji Papa kepadaku yang bilang kalau Papa tidak akan pernah menyakiti Daniel. Hubungan kami lebih dulu ada sebelum kesepakatan Papa dengan teman Papa,” ucap Ariana.
Gumilar Pradipta menarik napas kesal sebelum kemudian ia mengalah dan menekan nomor seseorang di ponselnya.
“Hentikan dan bawa anak itu ke RS,” ucap Gumilar Pradipta di telpon. Ia kemudian menutup panggilannya dan menekan nomor lain.
“Halo Gunawan Wiryawan. Aku yakin kau sudah tahu kenapa aku menelpon. Tidak…tenang saja, kesepakatan bisnis diantara kita akan tetap berlanjut….yah tentu saja…bukan masalah besar, tapi aku ingin kau urus anakmu dengan baik. Ya, aku sedikit memberi pelajaran kepadanya. Tidak masalah.”
Kali ini Gumilar Pradipta menatap Ariana yang menunduk dengan mata berkaca-kaca untuk sesaat sebelum ia kembali fokus berbicara di ponselnya.
“Pastikan saja anakmu untuk tidak pernah mendekati putriku Ariana dan aku pasti akan tetap melanjutkan kesepakatan bisnis kita,” ucap Gumilar Pradipta.
Ariana mengepalkan tangannya erat di atas pangkuannya. Ia hanya diam tidak bersuara kali ini saat ia merasakan ayahnya menatapnya tajam.
“Kau terlalu mirip ibumu, cantik tapi juga keras kepala. Aku perlu mendidikmu dari awal agar tidak mempermalukan keluarga Pradipta,” ucap Gumilar Pradipta.
“Kenapa aku?” tanya Ariana kemudian. Ia perlahan mengangkat wajahnya dan menatap ayahnya.
“Papa punya banyak anak perempuan yang menggunakan nama keluarga Pradipta secara sah dan masuk dalam daftar keluarga Pradipta, kenapa bukan Arlin, Alma atau bahkan Ardina? Kenapa harus aku?” lanjut Ariana. Sorot matanya menunjukkan kalau ia sangat terluka dengan sikap dan perlakuan ayahnya selama ini.
Gumilar Pradipta menarik napas panjang.
“Tanyakan pada kakekmu, dia yang menjanjikan dirimu pada Darius Atmachandra saat kau baru lahir, dan sekarang Darius menuntut janji itu kepadaku. Dia tidak menginginkan wanita lain untuk putranya. Jadi kalau ada yang ingin kau salahkan….salahkan saja kakekmu yang bodoh itu. Kesepakatanku dengan Darius, berawal dari kesepakatan kakekmu dengannya. Aku tidak perduli siapapun dari kalian yang akan menikah dengan anak dari Darius Atmachandra, karena menjalin hubungan keluarga dengan keluarga mereka adalah keuntungan. Bahkan kalaupun aku harus menyeretmu, akan kulakukan,” ucap Gumilar Pradipta.
#
Ariana terlihat mesra menggandeng tangan Damian memasuki restoran. Bagi orang luar, mereka terlihat seperti pasangan muda kaya raya yang serasi tapi hanya mereka berdua yang tahu dengan pasti, ini hanya sebuah sandiwara yang terlalu sering mereka lakukan.
Namun saat mereka hampir sampai ke tempat khusus yang dipesan Damian, Ariana merasakan seseorang seakan tengah mengawasinya.
Ia mengedarkan pandangannya dalam diam ke sekeliling ruangan restoran sambil tetap menggandeng lengan Damian dan melangkah dengan anggun.
Lalu, disanalah ia menemukan pria itu. Daniel Wiryawan masih sama seperti dulu, nyaris tidak berubah kecuali kini ada setelan mahal yang melekat di tubuhnya. Dan ia kini menatap Ariana dengan sorot mata yang sama seperti dulu, penuh kelembutan.
Deg…
Ariana merasakan jantungnya mendadak berdetak kencang secara tiba-tiba. Tanpa ia sadari, tangannya terlepas dari Damian dan ia berhenti melangkah.
Damian menatapnya.
“Kau kenapa?” tanya Damian.
Ariana dengan cepat mengatur ekspresi wajahnya dan tersenyum kecil.
“Oh, kakiku sedikit sakit. Kita duduk dimana?” balas Ariana pelan, mencoba mengalihkan perhatian Damian. Ia menyadari, tatapan Daniel masih lurus ke arahnya bahkan untuk saat ini.
“Kau terlalu sering bepergian dengan high heels, mungkin kau harus mencoba mengenakan sendal sesekali. Ayo kesini sayang, kau bisa bersandar kepadaku,” ucap Damian dengan nada mengejek. Meski begitu, ia meraih tangan Ariana dan menuntunnya ke tempat duduk mereka.
Ariana ingin kembali melirik kearah Daniel tapi Damian ada di depannya, jadi ia menahan dirinya.
Pria itu, bagaimana kabarnya sekarang?
Ia tahu Daniel pada akhirnya menetap di Amerika untuk waktu yang lama, ia tidak tahu kapan Daniel kembali ke tanah air. Ada rasa haru tapi juga rasa sakit yang ia rasakan saat melihat pria itu.
Perlahan Ariana menarik napas pelan.
Kuasai dirimu…..kuasai dirimu Ariana. Sekarang kau memiliki sesuatu yang lebih penting. Kau tidak bisa memikirkan dirimu sendiri dan menghancurkan segalanya sekarang. Hanya tinggal beberapa hari lagi dan kau akan bebas dari semua ini.
Ariana menggumamkan kalimat itu berkali-kali dalam hatinya.
Dirinya dan Daniel sekarang tidak cocok satu sama lain. Ia sempat melihat kalau Daniel duduk dengan seorang wanita muda cantik.
Saat ini, pria itu pasti sudah memiliki kehidupannya sendiri.
Daniel pantas untuk wanita yang jauh lebih baik, bukan wanita seperti dirinya yang sudah ternoda dan sebentar lagi akan menjadi janda.
“Makanan di restoran ini sangat enak. Ini untuk pertama kalinya aku mengajakmu kesini dan aku sangat menyesalinya. Seharusnya sejak dulu aku mengajakmu,” ucap Damian.
Ariana sama sekali tidak terlihat menyimak apa yang di ucapkan Damian. Ia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri saat ini.
Damian mengerutkan dahinya tidak suka. Ia bukannya tidak menyadari apa yang sejak tadi mengganggu Ariana.
Ia juga bukannya tidak tahu kalau saat ini ada seorang pria yang menatap istrinya dengan intens dari kejauhan. Menunjukkan ketertarikan secara terang-terangan pada wanita miliknya.
Kabar buruknya, tampaknya pria itu tidak bertepuk sebelah tangan. Ariana terlihat jelas mengenal pria tersebut dan sepertinya memiliki perasaan mendalam pada pria itu hingga ia bisa kehilangan ketenangannya seperti sekarang.
Damian mengetatkan rahangnya dalam diam. Merasa iri dan juga kesal yang sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata pada istrinya dan juga pria sialan itu.
Bahkan dirinya membutuhkan usaha hanya untuk bisa melucuti topeng penuh ketenangan dan raut wajah datar yang selalu dikenakan oleh Ariana. Tapi pria itu, bisa melakukannya hanya dengan menatap Ariana dari jauh.
“Ariana,” kali ini Damian sengaja sedikit meninggikan suaranya sambil menyentuh tangan istrinya.
Ariana tampak sedikit terkejut. Mata cokelatnya tampak kehilangan fokus saat bertemu pandang dengan Damian.
“Ada yang mengganggumu?” tanya Damian dengan senyum di wajahnya.
“Maaf?” tanya Ariana.
Damian mengangkat tangannya dan seorang pelayan mendekat kearah mereka.
“Bawakan anggur terbaik di restoran ini,” perintah Damian.
Sorot mata Ariana tampak terkejut.
“Aku tidak bisa minum anggur,” ucap Ariana.
“Malam ini saja sayang. Kita tidak perlu pulang kerumah, malam ini kita akan menginap di hotel, jadi tidak masalah kalau kau mabuk,” bujuk Damian.
Ariana tahu, ia tidak akan bisa menolak permintaan Damian.
“Kurasa,aku akan bisa bertahan kalau hanya segelas atau dua gelas,” ucap Ariana.
Damian tersenyum penuh makna, memamerkan kedua lesung pipinya yang menjadi pesona tersendiri bagi para wanita yang melihatnya.
“Aku ada disini untuk menjagamu. Jangan khawatir,” ucap Damian.
Ariana hanya diam. Ia sedang berusaha keras untuk mengenakan topengnya dengan benar.
Ia terganggu. Tidak. Ia sebenarnya tidak siap untuk bertemu dengan Daniel dengan cara seperti ini. Setidaknya bukan ketika ia harus bersikap selayaknya istri yang sempurna untuk seorang Damian Atmachandra yang b******k.
Pelayan menuangkan minuman ke gelas Ariana dan Damian.
“Terima kasih, letakkan saja disini,” ucap Damian pada pelayan.
“Kita tetap harus pulang, aku tidak membawa pilku,” ucap Ariana sambil berbisik.
“Sesekali tidak apa-apa, sudah kubilang aku berpengalaman dan tahu harus bagaimana,” ucap Damian sambil berbisik juga.
“Bersulang.” Kali ini Damian mengangkat gelasnya, memaksa Ariana untuk melakukan hal yang sama.
Dari jauh Daniel memperhatikan Ariana dan Damian. Hatinya serasa terbakar. Bahkan setelah lewat bertahun-tahun ia masih tidak bisa melupakan Ariana Nismara Pradipta yang sudah mencampakkannya hanya demi menikahi pria b******n seperti Damian Atmachandra.
“Kak Daniel tidak apa-apa? Wanita itu….”
Catherine, adik Daniel menatap kakaknya dengan tatapan prihatin.
“Habiskan makananmu dan kita akan pulang,” ucap Daniel.
Catherine mengangguk pelan dan kembali menyantap makanannya.
Daniel menarik napas pelan.
Sudah lama sekali Ara….dan aku masih merindukanmu seperti ini. Daniel membatin.
Bersambung…..