Bab 11 - Pagi Yang Menyebalkan

1222 Kata
“Hhmmppp!” Zoya memukul laki-laki itu, tapi tampaknya tenaga yang ia miliki tidak sekuat laki-laki yang menutup mulutnya saat ini. Sekuat apa pun Zoya memukulnya, laki-laki itu tetap sama sekali tidak terpengaruh. “Ssst… Jangan teriak,” ujar laki-laki itu pada akhirnya dalam ucapan pelan. Zoya seketika berhenti memukul dan terdiam. Ia membiarkan laki-laki itu menarik tubuhnya menuju tempat tidur. Ia kenal suara laki-laki ini. “Ini aku.” Laki-laki itu melepas topi dan maskernya. Wajah tampannya tampak kesal pada Zoya. “Kamu kenapa pakai—” “Ssst…” Leon kembali meminta Zoya untuk diam. Perempuan itu seketika mengunci mulutnya. Tapi tak lama kemudian matanya melebar karena melihat Leon langsung melepas kaus hitam yang ia kenakan, kemudian disusul dengan celana jinsnya. Zoya sudah kembali membuka mulut karena melihat Leon hanya mengenakan boxer sambil menyembunyikan seluruh pakaiannya ke balik selimut, tapi laki-laki itu segera mencium bibirnya dan merebahkan tubuh Zoya ke tempat tidur. “Leon…” bisik Zoya di antara ciuman itu. “Kenap—” “Diamlah,” ujar Leon, lalu membawa tubuh mereka ke bawah selimut. Zoya tidak bisa bicara karena bibir Leon membungkamnya. Ia meletakkan tangan di depan dadanya agar tubuh Leon tidak menekan tubuhnya dengan lebih kuat. Zoya khawatir kalau Leon akan menghimpit perutnya. Bagaimanapun ia masih ingat kalau ada janin yang tengah berkembang di dalam rahimnya saat ini. Apa sekarang Leon ingin minta dilayani? Tapi dari mana laki-laki ini tadi? Tubuhnya bau rokok dan alkohol. Zoya masih sibuk bertanya-tanya dan mencoba mengikuti permainan Leon yang tiba-tiba jadi sangat pemaksa kali ini, lalu tiba-tba mendengar suara terkesiap dari arah samping tempat tidur. Leon melepas ciuman mereka, mengangkat wajahnya menjauh dari wajah Zoya, lalu menoleh ke sumber suara. “Mama?” ujar Leon sambil melebarkan mata. Zoya sedikit menggeser kepalanya agar tidak terhalang tubuh Leon dan menemukan sosok Lilia yang tengah berdiri di kamar mereka sambil menatap ke arah keduanya. “Apa Mama nggak tahu ada yang namanya privasi?” tanya Leon jengkel. Tapi tidak seperti kebanyakan orang yang akan merasa bersalah atau malu saat melakukan hal seperti ini, Lilia justru menatap ke arah keduanya dengan wajah tenang. “Semalam kamu memang berada di sini?” tanya Lilia. “Ya, memangnya ke mana lagi?” tanya Leon. Ia masih berada di atas tubuh Zoya, belum ingin beranjak dari sana. Lilia menatap putranya dengan wajah menyelidik. “Zoya, apa Leon memang bersama kamu semalam?” Leon tiba-tiba merendahkan kepalanya, lalu mulai menciumi leher Zoya, tidak peduli bahwa ibunya tengah bertanya dan menunggu jawaban dari gadis itu. “Eh… I-iya, Bu,” jawab Zoya terbata. Ia belum berani mengubah panggilannya pada Lilia dengan sebutan “Mama”. Leon tiba-tiba menggigit pelan leher Zoya, membuat gadis itu sekuat tenaga menahan desahannya. Sialan! Apa laki-laki ini tidak merasa malu mencumbu Zoya di hadapan ibunya seperti ini. Lilia menatap ke arah keduanya dengan dahi berkerut dan penuh curiga. Tapi akhirnya ia pun tampak menyerah. “Baiklah. Silakan lanjutkan. Tapi perhatikan posisi yang terbaik, jangan sampai Leon menekan perut kamu,” ujarnya, lalu segera berbalik dan pergi. Zoya tidak sempat mengucapkan sepatah kata pun karena Leon yang masih bermain-main di lehernya, lalu perlahan kembali mencium bibirnya. Hingga tak lama kemudian, laki-laki itu tiba-tiba berhenti dan langsung berguling ke samping. Membuat Zoya yang sudah mulai terbuai seketika mengerjap bingung. Zoya menoleh pada Leon yang tampak masih mengatur napas. Laki-laki itu berbaring terlentang sambil menatap ke arah langit-langit. “Aku tidak pernah meniduri perempuan bayaran sampai lebih dari satu kali,” ujar Leon. “Tapi tenang saja, selama kamu masih terikat denganku, hidupmu terjamin.” Ucapan laki-laki itu barusan bagai belati yang menusuk jantung Zoya. Apa maksud ucapannya barusan? Jika memang demikian, yang telah ia lakukan beberapa saat lalu itu apa? “Apakah yang tadi itu pura-pura?” tanya Zoya memberanikan diri. Leon mengangguk. “Ya, tepat sekali. Kita harus tampil baik di depan orang-orang bukan? Terutama ibuku yang selalu ada di pihak kamu.” Zoya benar-benar sakit hati. Ia tidak mempermasalahkan perbuatan Leon barusan yang tidak tuntas. Ia juga tidak begitu berminat make out atau bercinta dengan laki-laki ini. Tapi ia benar-benar sakit hati saat Leon menyebutkan tidak meniduri perempuan bayaran sampai lebih dari satu kali. Zoya sadar saat mereka bersama untuk pertama kalinya waktu itu ia memang tampak seperti perempuan bayaran. Namun, Leon tetap jadi satu-satunya laki-laki yang pernah menyentuh Zoya. Tidak pernah ada laki-laki lain. Tapi Leon malah menyamakannya dengan perempuan bayaran lainnya yang sudah dipakai oleh banyak lelaki. Dianggap semurah itu membuat Zoya merasa sakit hati. Perlahan, sambil mengumpulkan sisa-sisa harga dirinya, Zoya pun bangkit dari kasur. “Kamu barusan berharap aku melakukan lebih?” tanya Leon. Laki-laki itu menoleh untuk menatapnya. Meskipun hatinya sakit, Zoya berusaha keras menutupinya dan menggeleng. “Aku cukup sadar diri siapa diriku sebenarnya,” ujar gadis itu, lalu perlahan bergeser menuju sisi kasur dan turun ke lantai. Ia menutup bagian depan jubah mandinya yang terbuka, lalu melangkah menuju bilik lemari yang ada di balik dinding belakang tempat tidur. Zoya tidak lagi menoleh ke belakang, entah bagaimana ekspresi Leon yang mencemoohnya, ia tidak mau lagi melihatnya. Bagaimanapun, laki-laki itu akan selalu memandang rendah pada dirinya. Zoya menahan genangan air mata yang menumpuk di matanya. Ia tidak boleh sedih, bukankan dulu ia sudah bertekad bahwa apa pun ucapan Leon, tidak akan berpengaruh padanya karena laki-laki itu bukanlah siapa-siapa yang harus ia pedulikan. Zoya menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya secara perlahan. Ia harus kuat. Setelah ini, Leon tidak akan lagi bisa menyakiti hatinya. *** Pagi tadi Zoya sarapan seorang diri. Ia memesan sarapan di kamar, masih berbaik hati untuk memesankan pula sarapan untuk Leon, tapi laki-laki itu malah tidur dan akhirnya melewatkan jam sarapan. Kini, Zoya duduk seorang diri di gazebo yang ada di dekat kolam renang sambil membaca buku yang dibawanya dari rumah. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, jadi ia duduk di sini sepanjang pagi hingga matahari mulai beranjak di atas kepala seperti saat ini. Dari arah tempat duduknya, Zoya masih bisa melihat melalui pintu kaca yang terbuka bahwa Leon masih terlelap di atas tempat tidur. Jelas sekali bahwa semalam laki-laki ini tidak tidur. Apa semalam dia pergi ke klub dan baru pulang saat Zoya baru selesai mandi? Tubuhya memang baru rokok dan alkohol saat mereka di tempat tidur tadi. Pantas saja Lilia datang ke kamar mereka. Wanita itu pasti mendapat laporan bahwa putranya yang baru saja menyandang status pengantin baru malah keluyuran di malam pengantinnya sendiri. Zoya merasa teorinya tidak salah. Dari pertanyaan Lilia padanya tadi yang bertanya apakah Leon bersamanya semalam sudah memperjelas semua itu. Tiba-tiba saja Zoya dihinggapi penyesalan. Mungkin jika ia menjawab tidak pada Lilia tadi, Leon tidak akan bisa tidur nyenyak di tempat tidur seperti saat ini. Tapi apakah Lilia akan percaya? Toh tadi wanita itu melihat sendiri Leon dan Zoya yang sedang bermesraan. Ah, lain kali mungkin ia harus memberi pelajaran pada laki-laki ini. Ia bisa mengadukan kelakuan Leon yang sebenarnya pada Lilia agar laki-laki itu tidak akan bisa menikmati tidur nyenyaknya seperti saat ini. Tapi detik berikutnya Zoya seketika menggeleng. Kenapa ia jahat sekali? Leon pasti akan menaruh dendam padanya jika Zoya melakukan hal seperti itu. Laki-laki itu tentu akan membuat balasan juga untuknya dan hidup Zoya pun bisa dipastikan tidak akan tenang lagi. Sebaiknya ia tetap begini saja, toh dengan begini ia tidak mengusik siapa pun dan bisa hidup dengan tenang dan damai. Keputusannya sudah tepat, bukan?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN