Bab 10 - Wedding Night

1706 Kata
Untuk beberapa saat Zoya menunggu, tapi tak ada yang terjadi. Lalu, tak lama kemudian ia mendengar dengusan dan dilanjutkan oleh kekeh tertahan di depan wajahnya. “Sepertinya kamu masih baik-baik saja,” ujar Leon. Zoya membuka mata dan melihat laki-laki itu menarik wajah tampannya menjauh dari wajah Zoya. “Kupikir sejak di aula tadi kamu sedang sekarat atau apa pun itu karena selalu melamun dan terkadang tidak fokus. Tapi reaksi yang kamu berikan barusan menunjukkan kalau sebenarnya kamu baik-baik saja.” Leon perlahan bergerak mundur, lalu melepas kancing kemejanya. Setelah semua kancing kemejanya terlepas, laki-laki itu membuka kemejanya dan menjatuhkan pakaian tersebut ke lantai begitu saja. d**a bidangnya seketika terpampang nyata, dengan kulit kuning langsat dan perut yang tampak kencang. Zoya menatap semua itu tanpa berkedip. Cara Leon melepas pakaiannya benar-benar membuat sesuatu dalam diri Zoya berteriak untuk mendekati laki-laki itu. Perlahan, wajahnya mulai terasa panas karena teringat bagaimana rasanya mentuh itu semua. Tangan Leon kemudian lanjut bergerak untuk melepas kancing celananya. Zoya menelan ludah. Apa laki-laki itu akan melepas semua satu per satu seperti ini? Apa dia sengaja memberikan Zoya tontonan? Ketika Leon menurunkan ritsleting celananya, Zoya serta-merta memalingkan wajah. Tidak! Ia tidak bisa melihat lebih dari ini. Tapi kau pernah melihat lebih dari itu, bukan? Kenapa malu? Kau sendiri jelas tahu lebih detail apa yang ada di balik celana tersebut. Sisi lain dalam dirinya berteriak mencemooh. Tapi Zoya tetap tidak ingin kembali berpaling untuk melihat. Masih dalam posisi berdiri kaku, gadis itu memalingkan wajah ke arah kanan. Kekehan Leon kembali terdengar karena tingkah Zoya barusan. “Kamu malu? Padahal waktu itu kamu sudah melihat semuanya. Ah, kamu bahkan menyentuhnya juga. Kamu nggak lupa dengan malam itu kan?” Zoya diam saja. Tentu saja dia masih ingat malam itu. Ia tidak cukup mabuk untuk lupa pada pengalaman pertama yang ia miliki bersama seorang laki-laki. Ia ingat bagaimana Leon memuja tubuhnya. Ia juga ingat bagaimana Leon mengajarinya untuk menyentuh bagian mana saja agar mereka sama-sama mendapat kepuasan. Tubuh Zoya meremang. Tiba-tiba ia diliputi hasrat untuk merasakan kembali hal tersebut. Tapi… Bunyi pintu yang dibuka membuat Zoya kembali menoleh ke tempat Leon sebelumnya berdiri. Kini, laki-laki itu sudah tidak ada di sana. Yang ada hanya kemeja dan celana panjangnya saja di lantai. Zoya kemudian mengalihkan tatapannya ke sebuah pintu kaca di sisi kiri kamar. Pintu itu terbuka. Tak lama setelah itu, ia mendengar bunyi air mengalir dari pancuran. Sepertinya pintu tersebut adalah pintu untuk menuju kamar mandi. Zoya menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah menuju tempat tidur. Ia duduk di ujung kasur empuk itu, lalu menyentuh tumpukan kelopak mawar merah berbentuk hati di atas seprai putihnya. Wangi. Kelopak-kelopak tersebut menguarkan wangi yang membuat nyaman. Hati Zoya mendadak gamang. Ini benar-benar kamar pengantin yang indah. Tapi ada banyak keraguan yang membuat ia tidak terlalu yakin untuk kembali menghabiskan malam bersama Leon di sini. Zoya mengembuskan napas panjang, lalu merebahkan tubuhnya ke kasur. Kepalanya miring menghadap tumpukan kelopak bunga. Tiba-tiba saja ia merasa sangat lelah. Ia kemudian teringat dengan kandungannya, lalu tanpa sadar tangannya bergerak untuk mengusap perut. Meski cukup lelah, tapi sepertinya tidak ada masalah dengan kandungannya. Sebuah pertanyaan tiba-tiba melintas di benak Zoya kala tangannya masih mengusap perutnya yang masih rata. Apakah calon bayi mereka ini nanti akan lahir dengan wajah yang mirip dengan ayahnya? Ataukah akan lebih mirip dengan dirinya? Zoya mengusap perutnya sambil memejamkan mata untuk membayangkan wajah seorang bayi yang merupakan gabungan dari wajahnya dan wajah Leon. Sepertinya ia lebih suka jika anak mereka nanti mewarisi wajah tampan ayahnya. Alis tebal, hidung mancung, bibir yang menggoda, garis rahang yang tegas… Sebentar. Jika laki-laki, mungkin akan sangat menarik jika persis seperti ayahnya. Tapi kalau perempuan, mungkin sebaiknya ia mewarisi beberapa hal saja seperti mata ayahnya yang berwarna cokelat, hidungnya yang mancung, tapi tidak dengan alisnya yang tebal. Dia pasti akan sangat cantik sekali. Membayangkan wajah anak perempuan yang tampak seperti Leon versi perempuan membuat Zoya tersenyum. Tapi apa Leon bisa jadi ayah yang baik? Bukankah sampai saat ini dia masih tidak mau mengakui bahwa janin yang ada dalam kandungan Zoya adalah anaknya? Belum lagi posisi Zoya yang tidak aman. Bisa saja setelah melahirkan keturunan untuk keluarga Virendra, ia akan dibuang dan dikembalikan ke tempatnya semula sebagai gadis miskin yang menjadi tulang punggung keluarga. Saat ini tubuhnya mungkin masih sangat menarik, karena itu Leon masih berminat padanya. Tapi bagaimana jika setelah melahirkan nanti? Ia bukannya tidak siap dengan hal itu. Zoya cukup tahu diri siapa dirinya. Hanya saja, ia mendadak sedih untuk menghadapi kesedihan yang akan ditanggung ibu dan adiknya kala mereka harus memutuskan hubungan dengan keluarga Leon. Membuat mereka sedih adalah hal yang tak pernah Zoya sanggup lakukan dalam hidupnya. *** Leon melangkah keluar dari bilik shower lalu meraih handuk yang ada di rak. Ia melilit handuk tersebut ke pinggangnya, lalu meraih satu handuk lagi untuk mengeringkan rambut. Sambil mengusap kepalanya dengan handuk, Leon melangkah kembali ke dalam kamar. Kakinya tidak langsung melangkah menuju bilik lemari, tempat pakaiannya berada, melainkan langsung menuju tempat tidur. Ketika ia tiba di sisi tempat tidur, salah satu sudut bibirnya terangkat dan kepalanya menggeleng tak percaya. Di atas tempat tidur itu Zoya tampak sudah terlelap dengan nyaman. Terbukti dengan bibirnya yang membuka dan napasnya yang teratur. Perempuan ini benar-benar kelelahan, pikir Leon. Karena Zoya yang sudah tidur lebih dulu, bahkan tanpa menghapus make up dan mengganti gaun pengantinnya dengan pakaian yang lebih nyaman, Leon jadi kehilangan mainan. Tiba-tiba saja ia merasa bosan dan butuh sesuatu untuk jadi pengalihan. Ia kemudian memindai sekitar, dan tatapannya terhenti pada sampanye yang berada di dalam ember es di meja yang terletak di sudut ruangan. Kaki Leon langsung membawanya menuju meja tersebut. Ia pun kemudian meraih gelas, dan menuang minuman tersebut untuk dirinya sendiri. Masih dengan mengenakan handuk, Leon melangkah menuju pintu kaca yang berada persis di depan tempat tidur. Ia pun membuka pintu tersebut, lalu duduk di kursi yang sebagian kakinya berada di dalam sisi kolam renang. Leon mengangkat kakinya, kemudian bersandar sambil menikmati minumannya dan menatap ke arah langit malam. Hari ini status lajangnya berhasil direnggut paksa darinya. Dan pelaku utamanya adalah perempuan yang kini sedang tidur dengan nyenyak di atas tempat tidur di dalam sana. Dulu ia sering mengolok-olok Devon dan Regas yang menikah lebih dulu dengan mengatakan bahwa pernikahan hanya akan merenggut kebebasan mereka. Pernikahan adalah penjara tak kasat mata yang mengurung para pria dan membatasi gerak-geriknya. Pada awalnya, Devon dan Regas tampak jengkel dengan olok-olok yang Leon berikan. Namun, setelah beberapa bulan menikah, keduanya lebih sering tersenyum sambil balik menyumpahi dirinya agar terkena karma. Yah, sekarang bisa disebut bahwa Leon memang terkena karma. Tapi ia tentu saja tidak akan membiarkan perempuan bernama Zoya yang kini menyandang status sebagai istrinya itu untuk mengambil seluruh kendali. Ia tidak akan seperti Devon dan Regas yang takut pada istri, meski tubuh Zoya cukup menarik untuk ia nikmati. Dalam pernikahan ini, dirinyalah yang memegang kendali, dan perempuan bernama Zoya itu akan ada di bawah kendalinya. Leon tidak akan membiarkan posisi mereka tertukar karena ia tidak berniat terikat selamanya dalam pernikahan konyol ini. Ia tidak akan berakhir seperti kedua orangtuanya yang tampak menyedihkan karena terikat dalam pernikahan, lalu menyimpan sakit di hati masing-masing. Ia tidak akan memainkan drama seperti itu seumur hidupnya. Ia akan segera menceraikan Zoya ketika hasil tes DNA pada janin yang ada dalam kandungan perempuan itu terbukti bukan darah dagingnya. Atau jika itu memang anaknya, ia akan menceraikan Zoya ketika bayi itu lahir. Sepertinya ibu Leon tidak akan keberatan, toh yang dia butuhkan hanya bayi yang menjadi pewaris sah keluarga mereka. Kewajibannya sudah selesai. Atau jika kakek dan neneknya menentang, maka Leon akan menceraikan Zoya ketika keduanya telah wafat. Tak masalah, apa pun itu dirinya tetap akan berada di posisi teratas sebagai pemegang kendali. Selama ini hidupnya cukup terkendali, sebelum akhirnya sang mama membawa perempuan bernama Zoya itu ke hadapannya dan membuat kejutan dengan mengatakan bahwa perempuan itu tengah hamil. Sejak saat itu, beberapa hal berada di luar kendali Leon. Tapi akan ia pastikan mulai hari ini, semua akan kembali dalam kendali penuh olehnya. *** Zoya terbangun dan perlahan berbaring terlentang. Sepertinya ia ketiduran. Perlahan, ia pun duduk, lalu menatap sekitarnya untuk mencari keberadaan Leon. Kasurnya kosong. Kamar pun terasa hening, tidak ada lagi suara air dari pancuran seperti yang ia dengar sebelum tidur tadi. Di mana Leon? Zoya bergeser menuju tepi ranjang, lalu menurunkan kakinya. Ia baru saja menginjakkan kaki ke lantai ketika matanya menangkap jam yang menjadi dekorasi dinding yang ada di dekat sofa panjang. Pukul 05.30! Mata Zoya sontak melebar. Sudah pagi kah? Selama itu ia tertidur? Lalu di mana Leon? Zoya kembali menatap sekeliling, tapi sosok Leon sama sekali tidak ditemukan. Apa laki-laki itu tidak tidur di sini? Kalau begitu, tidur di mana dia? Zoya mengitari kamar untuk mencari keberadaan Leon, tapi laki-laki itu memang tidak ditemukan di sana. Akhirnya Zoya pun melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Ekor gaunnya yang panjang menyapu lantai sambil mengikuti langkahnya. Di kamar mandi, Leon juga tidak ditemukan. Kamar mandi itu luas, dengan satu bath tub yang ada di tengah, toilet di sisi kanan, dan bilik shower di sisi kiri. Jarak keduanya dari bath tub cukup jauh meskipun berseberangan. Wastafel dengan cermin lebar berada persis di seberang bath tub yang berada di samping dinding kaca yang menghadap taman kecil di sana, membuat yang mandi seolah berada di luar ruangan. Entah kemana perginya laki-laki itu, tapi bisa dipastikan bahwa Leon memang tidak ada di kamar. Zoya pun akhirnya memutuskan untuk melepas gaunnya karena situasi aman dan memungkinkan, kemudian melangkah ke bilik shower untuk mandi. Ia membiarkan air hangat membasuh dirinya dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu memijat otot-ototnya yang terasa pegal. Hingga lima belas menit kemudian Zoya pun selesai dan mengenakan jubah mandi ke tubuhnya. Ia mengeringkan rambut dengan handuk sambil mencari hair dryer. Tapi di rak yang ada di wastafel kamar mandi, benda itu tidak berhasil ia temukan. Maka, Zoya pun melangkah kembali ke dalam kamar untuk mencari benda tersebut di setiap rak dan laci yang ada di kamar. Akan tetapi, langkah Zoya seketika terhenti ketika matanya menangkap seorang laki-laki tak dikenal berpakaian hitam, masker hitam, dan juga topi tengah berdiri di tengah kamar. Zoya yang terkejut seketika membuka mulut untuk menjerit, tapi laki-laki itu lebih cepat. Laki-laki itu melompat lebih dulu ke arah Zoya, lalu tanpa aba-aba langsung membungkam mulutnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN