Singapura (1)

1162 Kata
"Jangan terlalu lama memandangiku, Ren. Nanti kamu jatuh cinta." Anggoro berjalan mendekati Renata lalu menyelipkan rambut ke belakang telinganya. d**a Renata berdebar tak karuan. Dia tak mengerti mengapa bertemu Anggoro kali ini membuatnya seperti anak sekolahan yang ketemu gebetan. "Kenapa kamu ada di sini?" tanya Renata akhirnya. Setelah dia bisa menguasai diri. "Sama seperti kamu. Mau rapat." Anggoro menatap Renata lekat-lekat. Bibirnya yang membuka dan matanya yang membulat seolah menuntut jawaban, membuatnya gemas. Ingin rasanya dia mendekatkan bibir dan melumat bibir perempuan di depannya ini. Namun segera ditepis jauh-jauh pikiran mesumnya karena dia harus segera bertemu bos besar Renata. Jika kesepakatan mereka berakhir bagus, Renata akan menjadi miliknya selama beberapa bulan. Mungkin selamanya. Membayangkan kemungkinan itu membuat gairahnya terbakar. "Yuk, cari taksi!" Anggoro mengulurkan tangan. "Jangan macam-macam, Ang. Kita jalan saja seperti biasa. Nggak usah pake gandengan segala." Namun Anggoro tidak memedulikan peringatan Renata. Tangan kirinya menarik luggage Renata sementara tangan kanannya meraih pergelangan kiri Renata. "Rileks, Ren. Tidak akan ada yang tahu. Di sini kita bisa menjadi sepasang kekasih." Dengan sekali hentak dia meraih bahu Renata dan membawa Renata dalam rengkuhannya. Mereka berjalan dengan tangan kanan Anggoro melingkar di bahu Renata. Entah mengapa Renata membiarkan saja perlakuan Anggoro padanya. Dia menyukainya sensasinya. Seperti inikah rasanya selingkuh? Berdebar-debar dan seperti candu. "Kamu mau ketemu Mr. Ong juga?" Renata menyebutkan nama bos besarnya ketika mereka berdua sudah duduk di dalam taksi. Tangan kanan Anggoro mengenggam tangan Renata di pangkuannya. Anggoro mengangguk. "Kalau dia setuju untuk membuka pabrik di Indonesia, kita bisa selalu ketemu untuk bekerja sama," katanya sambil tersenyum dan menoleh ke arah Renata. "Maksudnya? Kamu investor lokal yang mau kerja sama dengan Mr Ong?" "Iya. Kenapa? Kamu kaget?" "Ini bukan kebetulan, kan?" tanya Renata menyipitkan mata sambil memandang sisi samping Anggoro. "Ya bukanlah. Aku memang sengaja mencari peluang untuk mendekatimu, Ren. Sekalian juga mengembangkan perusahaan mertuaku." "Se-nga-ja ... mendekatiku?" "Yes, Darling!" Anggoro menarik bahu Renata agar mendekat. Dia berbisik di telinganya. " Aku terobsesi sama kamu. Dan akan aku lakukan apa saja untuk mendapatkanmu." Dia meniup telinga Renata, membuat perempuan itu kegelian. "Gila kamu, Ang! Kamu nggak mungkin melakukan itu! Aku ini sudah bersuami. Kamu juga sudah beristri. Jangan macam-macam! Yang kita lakukan selama ini, sudah lebih dari cukup. Kita sudah mengkhianati pasangan masing-masing!" Renata menarik tangannya dari genggaman Anggoro. "Aku tidak menuntutmu untuk bercerai dari suamimu, Sayang. Kita bisa seperti sekarang dan kamu tidak menolakku, itu sudah cukup." Anggoro meraih tangan Renata lagi. Dia menciumi punggung tangannya dengan perasaan sayang. "Kita sudah sampai." Anggoro memandang Renata lembut dan memegang ujung dagunya. "Fokus pada meeting dan pastikan proyek ini gol. Dengan begitu, kesempatan kita untuk sering bersama akan semakin besar." Tanpa diduga, Anggoro mengecup bibir Renata cepat. Taksi berhenti di depan pagar sebuah gedung yang terletak di kawasan industri. Seorang petugas keamanan membuka pagar, menanyakan maksud kedatangan dan mempersilakan mereka masuk. Tidak seperti terlihat dari luar, gedung yang mirip seperti gudang dengan tembok rapat dan hampir tidak ada jendela, ternyata memiliki interior yang nyaman dan bersahabat di dalam. Renata dan Anggoro langsung di ajak memasuki ruangan meeting yang tidak terlalu besar dan di dalamnya sudah menunggu beberapa orang petinggi perusahaan yang akan mengikuti meeting. Ditambah satu orang kuasa hukum Anggoro yang sudah datang duluan. Salah satu asisten Mr. Ong yang sudah biasa Renata temui, menawari minuman dan kudapan ringan. Renata hanya minta air mineral saja. Dia sudah sarapan tadi pagi dengan Vanno dan masih bisa bertahan sampai jam makan siang. Setelah perkenalan anggota meeting dan asisten Mr. Ong menampilkan profil perusahaan melalui in focus, Anggoro berdiri dan memberikan flash disknya kepada asisten Mr. Ong. Setelah itu dia kembali ke sebelah Renata dan berdiri untuk memperkenalkan perusahaannya. "Kami perusahaan baru dan masih berkembang. Namun kami suka melakukan perluasan usaha untuk mencari peluang baru terutama di bidang industri." Anggoro mulai memperkenalkan profil perusahaannya. Dia memberitahukan usaha apa saja yang berada di bawah perusahaannya, berapa anak perusahaan yang dimiliki, juga bagaimana kesehatan keuangan mereka. Renata memperhatikan Anggoro dan tidak menyangka jika lelaki yang dulu tidak menonjol di sekolah, kini sudah menjadi seorang pengusaha sukses. Bahkan berani menjalin kerja sama dengan perusahaan asing. Dia memperhatikan Mr. Ong dan melihat reaksi mereka. Wajah-wajah direksi terlihat datar. Sesekali mereka mengangguk-angguk paham. Bahasa Inggris Anggoro bagus sekali. Namun seperti kebanyakan warga Singapura yang berdialek singlish, Mr. Ong beberapa kali tidak paham penjelasan Anggoro. Maklum dia memang sudah terlihat uzur dan sudah seharusnya turun dari kursi pimpinan. Di sebelah Mr. Ong, anak sulungnya yang lulusan Oxford University beberapa kali menjelaskan maksud Anggoro dengan bahasa daerah mereka. Tenggorokan Renata kering ketika dia selesai melaporkan keuangan cabang di Jakarta dan Batam. Di sebelahnya, Anggoro sudah duduk dan sedang menunggu diskusi singkat Mr. Ong dan timnya. Renata berusaha membuka tutup botol air mineral di tangannya, tapi entah kenapa tutup botolnya seperti menolak untuk dibuka dan dia kesulitan. Anggoro terlibat diskusi serius dengan anak sulung Mr. Ong, tapi melihat Renata kesulitan membuka tutup botol, dia menyempatkan diri mengambil botol dari tangan Renata dan membukanya. "Ya, saya paham. Lokasi dan gedung sudah disiapkan di Batam," katanya sambil memutar tutup botol yang langsung membuka dengan sekali putar. "Gedung sudah milik sendiri. Tidak sewa." Anggoro mengulurkan botol pada Renata tanpa menoleh padanya. Perhatian kecil, tapi membuat Renata tersipu karena dilakukan di depan Mr Ong dan timnya. Renata urung meminum airnya dan meletakkan botol tersebut di hadapannya. Kesepakatan pun terjadi. Mr. Ong menyetujui kerja sama dengan perusahaan Anggoro dan dia meminta Anggoro bertanggung jawab langsung dengan pembangunan pabrik di Batam. Ini artinya, sampai pabrik tersebut lancar beroperasi, Anggoro akan menghabiskan waktunya di Batam. Renata menelan ludah mengetahui kenyataan-kenyataan yang mungkin terjadi selama pembangunan pabrik itu. Dia dan Anggoro akan sering bertemu dan ... entah apa kelanjutan dari hubungan mereka berdua. Penanda tanganan kerja sama akan dilakukan kedua belah pihak secepatnya. Anggoro meminta kuasa hukumnya untuk mengambil alih. Mr. Ong dan anaknya menawarkan makan siang, tetapi ditolak secara halus oleh Anggoro. Dia bilang masih ada urusan lain yang harus diselesaikan. Dia izin untuk meninggalkan meeting lebih dulu. Renata masih ada meeting lanjutan dengan bagian keuangan Mr. Ong, jadi dia tetap tinggal dan ikut makan siang bersama yang sudah disediakan kantor pusat. Beberapa menit sebelum jam kantor habis, pertemuan Renata dengan bagian keuangan kantor pusat pun selesai. Dia sangat lelah sekali dan ingin segera check in hotel untuk meluruskan punggungnya. "See you tomorrow, Miss Renata." Miss Alicia, asisten manager keuangan pusat mengingatkan Renata tentang pertemuan lanjutan mereka besok. Oh, Tuhan! Dia lupa kalau ini belum terakhir. Renata mengangguk dan bersiap meninggalkan Miss Alicia. Renata diantar ke hotel oleh supir perusahaan dan di dalam mobil dia baru sempat membuka ponsel. WA dari Vanno bertubi-tubi datang. Dia lupa memberi kabar sejak menginjakkan kaki di negeri kepala singa ini. Satu pesan WA yang sangat menarik perhatiannya datang dari Anggoro. [Aku tunggu di lobby hotel] Seolah ada sayap kupu-kupu yang menggesek sisi dalam rongga dadanya. Menimbulkan sensasi geli yang menyenangkan. Ada sesuatu yang jatuh dari d**a ke rongga perutnya. Membuat dia memegangi perutnya yang rata dan tanpa sadar, senyum mengembang dari bibir ranum Renata.©
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN