bc

ISTRI YANG PERAWAN

book_age18+
8.2K
IKUTI
110.0K
BACA
love-triangle
one-night stand
drama
twisted
sweet
secrets
lonely
virgin
like
intro-logo
Uraian

BLURB

Renata terisak. Dia menyesal telah mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan. Namun dia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk menyelesaikan masalah suaminya yang satu itu. Apa seumur hidup pernikahannya dia hanya akan mendapatkan kenikmatan hubungan suami istri dari orang lain? Anggoro? James? Atau lelaki lain yang bisa memenuhi kebutuhannya? Renata ingin seperti perempuan lain. Punya kehidupan normal dan hubungan suami istri yang wajar. Dia ingin melakukannya hanya dengan Vanno.

Renata sadar, tidak ada pembenaran terhadap perbuatannya mengkhianati Vanno. Dia dan Anggoro sama-sama berbuat salah. Namun dia tidak sanggup untuk berhenti. Tubuhnya seolah mengkhianati perasaannya dan tubuhnya terus meminta untuk dipenuhi kebutuhannya. Dia sudah melangkah terlalu jauh dan merasa sudah terlambat untuk berhenti.

'Jika perbuatanku bisa menyakiti Vanno, aku harus mengakhiri pernikahan ini.'

======

Follow:

IG: celopurs

FB: celopurs lane

chap-preview
Pratinjau gratis
Kehilangan
"Aku nggak nyangka kamu masih virgin. Suamimu ngapain aja, sih? Punya istri cantik, kok dibiarin." Anggoro duduk di tepi ranjang dan meminum air putih dari gelas yang berada di atas meja kecil di samping tempat tidur. "Sudahlah, Ren. Nggak usah nangis. Kita sama-sama menikmatinya, kok semalam. Bahkan kamu yang minta dobel, kan? Haha!" ujar Anggoro sembari meluruskan kedua kakinya. Disandarkannya tubuh atasnya di kepala tempat tidur. Matanya menatap lampu kamar yang masih menyala. Di sebelahnya, Renata berbaring memunggungi Anggoro. Bahunya bergerak naik-turun. Isak pelan terdengar dari arah Renata yang hanya berbalut selimut tipis. "Seharusnya kamu melihat tingkahmu semalam, Ren. Ganas. Liar. Kamu seperti anjing kelaparan yang dikasih daging segar. Aku belum pernah bercintaa dengan perempuan seliar kamu. Luar biasa! Kamu bisa bikin lelaki manapun bahagia. Kecuali suamimu. Apa aku salah?" Diselipkannya sebelah tangannya ke balik selimut. Anggoro membelai tubuh tanpa busana Renata. "Singkirkan tangan kotormu dari tubuhku! Aku jijik melihatnya!" Renata bangkit dari tempat tidur dan mengumpulkan pakaiannya yang berserakan di lantai. "Yang terjadi semalam adalah kesalahan besar, Ang. Kita harus melupakannya!" ancam Renata. "Apa kamu bilang? Kesalahan? Nggak usah munafik, Ren! Aku tahu kamu menyukainya. Dan aku tahu kamu menginginkannya lagi." Dengan satu gerakan besar, Anggoro sudah berada di hadapan Renata. Tubuh mereka demikian dekat. Bahkan Renata bisa mencium aroma lelaki pagi hari yang menguar dari tubuh Anggoro. Renata merasakan bulu-bulu halus di seluruh tubuhnya berdiri. "A-aku ... semalam aku mabuk." Renata memalingkan wajah. Berusaha menghindar dari cambang-cambang halus Anggoro yang menggelitik pipinya. "Nggak usah bohong. Aku benar, kan? Kamu memang menginginkannya lagi." Jemari Anggoro menyusuri bahu dan lengan Renata lalu berhenti di pinggul. Hidung Anggoro mengendus lembut telinga Renata dan bibirnya bergerak perlahan di leher jenjang Renata. Tanpa sadar Renata mendesah dan menelan ludah. Anggoro benar, dia memang menikmati sensasi luar biasa yang baru dirasakannya semalam. Sepanjang pernikahannya dengan Revanno, ia belum pernah dipuaskan seperti Anggoro memuaskannya. Semalam memang kesalahan besar. Tapi kesalahan sudah terjadi dan tidak bisa dihapus lagi. Jika sekali lagi berbuat kesalahan, tentu tidak ada bedanya bukan? Renata melepaskan selimut dan membiarkan pakaian yang tadi dikumpulkannya berjatuhan lagi ke lantai. Dia menyerahkan seluruh tubuhnya pada Anggoro. Semalam ia menikmatinya dengan kesadaran setengah penuh. Kali ini ia akan menikmatinya sepenuh hati. Renata berjanji ini akan menjadi pengalamannya yang terakhir dengan Anggoro. Bagaimanapun juga, dia masih istri sah Revanno. Dan apa yang sedang dia lakukan saat ini adalah mengkhianati kepercayaan suaminya. Namun ketika Anggoro memasukinya dan memacunya, Renata yakin jika dirinya sudah terjatuh dalam belitan ibliss. Dan dia bukan seorang holy yang bisa menjaga diri. Dia hanya seorang istri yang mengharap batinnya dipuaskan. Jika Revanno tak bisa memberikannya, dia akan mencarinya sendiri. Saat ini mungkin Anggoro. Entah esok, esok, dan esoknya lagi. Renata mendesah nikmat, Revanno terhapus dari kepalanya. Anggoro memacu cepat, Renata membelalak menggelinjang. Ketika keduanya terkulai lelah, Renata melihat bayangan Revanno tersenyum padanya di langit-langit kamar hotel. "Aku mau mandi. Aku harus pulang." Renata berusaha keluar dari himpitan Anggoro. "Kenapa buru-buru, sih? Istirahatlah dulu. Nanti kita bisa ulangi lagi di kamar mandi." "Aku tidak mau terlambat sampai rumah. Suamiku bisa curiga," ujarnya sambil menghilang di balik pintu. Renata menyalakan kran air hingga full. Membiarkan berisik ricik air meredam suara tangisnya. Hatinya bimbang. Di satu sisi, dia seorang perempuan yang sangat mencintai suaminya. Tapi di lain sisi, seperti yang Anggoro katakan, dia seorang perempuan dengan hasrat normal yang minta dipuaskan. Sebuah keinginan sederhana yang sangat sulit dipenuhi suaminya. Renata menangis sedikit keras ketika senyum Revanno berkelebat di matanya. Sambil memeluk lutut, dia membiarkan air shower menyirami seluruh tubuhnya dan menghilangkan jejak Anggoro. Selangkangannya terasa perih sekarang. Tapi hatinya jauh lebih perih dan tersiksa. "Vanno ..., maaf." *** Kopi di cangkirnya sudah tak berasap lagi. Berita koran pagi sudah tak hangat lagi. Berulang kali dicocokkannya jam dinding dengan arloji yang melingkar di pergelangan kanan. Masih menunjukkan waktu yang sama. Bahkan jarum detik berlari serempak, seolah mereka kompak menertawai kekhawatirannya yang sedikit tak beralasan. Istrinya sudah terbiasa dinas ke luar kota. Bukan hal yang aneh sebenarnya jika istrinya pulang lebih lambat dari seharusnya. Mungkin urusannya belum selesai. Mungkin lalu lintas yang sibuk menjebaknya. Mungkin dia ingin berkunjung ke kerabat di kota tempat dia dinas. Mungkin begini, mungkin begitu. Mungkin-mungkin yang berkecamuk dan beradu argumen di kepalanya. Namun bukan sifat istrinya mematikan ponsel hingga lebih dari dua belas jam. Sudah pantaskah dia khawatir? Cemburu? Hhh, cemburu. Rasanya tak pantas dia memiliki rasa itu. Hampir tiga tahun pernikahan mereka dan dia masih belum bisa membahagiakan istrinya. Sebuah keajaiban jika istrinya masih bisa bertahan dan tidak menuntut cerai atau membatalkan pernikahan mereka sejak awal. Dia pernah mengajukan tawaran itu, tapi istrinya menolak. "Aku mencintaimu dan kita punya waktu yang sangat panjang untuk berusaha." Begitu kata istrinya. Dan atas kesetiaan dan kesabaran istrinya, masih bolehkah dia merasa cemburu? Tidak. Revanno mengangkat cangkir kopinya dan menyesapnya perlahan. Terlalu perlahan hingga dia tak bisa merasakan pahit manisnya kopi pada bibirnya yang sedikit hitam berasa tembakau. Renata baik-baik saja. Dia pasti baik-baik saja. Dia hanya keasyikan bekerja dan lupa untuk mengisi daya baterai ponselnya. Revanno terus menanamkan sugesti positif pada pikiran juga perasaannya. Semua baik-baik saja. Tidak ada yang harus dikhawatirkan. Dia menyandarkan punggung dan kepalanya pada bantalan sofa yang nyaman. Matanya memejam. Mengingat kembali paras ayu Renata. Kulit sehalus pualam dan rambut hitamnya yang lurus sepinggang. Tubuh Renata semampai, dia rajin jogging pagi untuk menjaga tubuhnya tetap ramping. Dan beraroma bunga, tubuh Renata beraroma bunga. Revanno suka mengendusi tengkuk Renata sebelum tidur sambil menelusuri lekukannya yang sempurna. Biasanya Renata akan menggelinjang kegelian dan mendesah-desah nikmat. Lalu mereka saling berpagutan dengan jari-jemari Revanno bermain di s**********n Renata hingga tubuh Renata mengejang dan mulutnya mengeluarkan lenguhan-lenguhan nikmat. Hanya itu. Tidak lebih. Hanya itu ... Tiga tahun dan hanya itu yang bisa dia berikan pada Renata. Dan perempuan itu masih setia di sisinya. Tidak menuntut tapi Revanno tahu jika Renata sedang menunggu. Entah sampai kapan ... Suara klakson di depan rumah membuat kelopak mata Revanno membuka. Dia berharap, sangat berharap jika itu adalah istrinya. Revanno melirik lagi untuk kesekian kali pada jam di dinding, pukul satu lewat lima. Terlambat tiga jam lebih dari yang diperkirakan. Enam belas jam lebih tidak bisa dihubungi. Semoga kekhawatirannya tidak terjawab. "Hai, Sayang. Maaf aku terlambat. Ponselku mati, cargernya entah di mana. Kamu pasti sangat khawatir, ya? Mungkin benar katamu, aku harus beli power bank. Seharusnya aku mendengarkanmu dari dulu. Sudah makan? Ah, pasti belum, kan? Apa sebaiknya kita makan di luar atau pesan go-food saja? Jangan bilang kalau kamu sudah masak." Renata menghentikan langkahnya ketika tak didengarnya suara Revanno. Apa suaminya itu marah? Revanno tersenyum menatap kesibukan istrinya yang berbicara sambil berjalan ke sana ke mari. Menarik luggage dan meletakkannya sembarangan di ruang tamu, melempar tas tangan ke atas meja, melepas syal dan arloji lalu menaruhnya di lemari kecil di bawah tivi yang terpasang di dinding, dan terakhir melepas heelsnya, lalu berdiri menghadap Revanno. "Aku merindukanmu." Revanno menjawab pertanyaan istrinya sambil membentangkan kedua tangan. Renata melangkah ke arah suaminya dan merangsek masuk ke dalam pelukan Revanno. "Aku juga," bisiknya. Di d**a suaminya dia menemui kehangatan. Aroma tubuh Revanno membuatnya nyaman. Rasa bersalah seketika muncul. Dia seolah bisa merasakan kembali sentuhan Anggoro yang kasar. Mengingat dosanya membuat Renata mengetatkan pelukan dan menjerit dalam hati. Peluk aku, Vanno. Buat aku melupakan kejadian semalam. Peluk aku hingga kehabisan napas. Peluk aku dan tawarkan kenikmatan melebihi perbuatan Anggoro. Buat aku lupa. Buat aku menjerit lebih keras. Bilang padaku jika semalam cuma mimpi. Namun Renata tahu, apa yang terjadi semalam bukan mimpi. Bukan khayalan. Dan yang pasti tak mungkin terlupakan. Dia telah mengecap manisnya madu pernikahan. Hubungan suami istri yang dirindukan. Dan tubuhnya kini mengharap terulang lagi. Seandainya bisa terulang lagi .... ©

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Janda Kembang vs Geng Serigala (Bahasa Indonesia)

read
663.1K
bc

Brother In Law

read
514.5K
bc

KETIKA AKU HAMIL

read
99.2K
bc

DAVEVA: Damn! I'm Pregnant (Bahasa Indonesia)

read
541.6K
bc

Sugar Baby (Bahasa Indonesia)

read
85.2K
bc

Bestfriend, I Love You

read
203.4K
bc

I Win You

read
736.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook