Akhirnya Rania keluar dari kamar mandi, setelah sebelumnya Arga penuh perjuangan membujuknya. Awalnya dia membuka sedikit celah pintu, hanya sedikit dan bisa dilewati tangannya saja juga handuk dan pakaian yang Arga berikan.
Dia bahkan kembali menutup pintunya dengan rapat, dan mengenakan pakaiannya di dalam. Setelah selesai barulah dia berani keluar.
"Duduk di sini!" perintah Arga sambil menepuk tempat duduk di depan meja rias yang ada di kamar itu.
Rania tak langsung menjawab, tapi memanyunkan bibirnya dahulu, dan membuat Arga gemas karena dia malah mematung di tempatnya.
"Astaga, Rania. Aku mau membantu mengeringkan rambutmu. Kamu mau kepalamu sakit karena tidur dengan rambut yang basah?!"
"Tapi aku belum mau tidur," jawab Rania dengan polosnya. "Aku lapar dan ingin makan sekarang," lanjutnya dengan tanpa dosa.
"Iya kita akan makan, tapi setelah rambutmu kering," jawab Arga berjanji.
Rania geleng kepala tak setuju. "Lebih baik Ba-eh, maksudnya Mas mandi aja. Aku bisa mengeringkan rambutku sendiri. Lagian aneh, kalau Mas membantuku, apa maksudnya itu? Mas pikir aku bayi apa?" gerutu Rania protes dan cerewet seperti biasanya.
Arga yang sudah lelah berdebat dengannya pun menganggukkan kepala dan menurut saja. Dia mengambil handuk lain yang entah sejak kapan ada di sana. Mungkin saat Rania mandi Arga pergi mengambilnya atau entahlah, mungkin saja memesannya.
Sementara Rania yang melihat itu teringat sesuatu dan langsung menahan Arga lewat suaranya.
"Mas tunggu dulu!" ujar Rania sedikit berteriak.
"Apalagi?" tanya Arga kelihatan cukup jengah yang tidak bisa ditutupinya sama sekali.
"Baju gantinya, jangan lupa bawa ke dalam," jelas Rania menyarankan, tapi justru Arga berdecak kesal.
Meski akhirnya melihat ke atas sofa yang ada di kamar itu, tempat di mana dia letakan banyak barang yang entah apa itu, tapi jelas sepertinya itu berasal dari toko. Mungkin dia memang benar baru saja memesan atau membeli beberapa pasang pakaian.
"Aku bukan kamu yang luar biasa pemalu. Ganti pakaian di depan suami sendiri saja tidak mau dan bahkan untuk mandi saja walaupun tidak dilihat siapapun masih menggunakan kain mandi!" jawab Arga ketus sembari mencibir Rania.
Sebelum kemudian pria itu menghilang dengan cepat di balik pintu kamar mandi yang ditutup. Rania mendesah kasar melihat itu, tapi kemudian dia memilih mengabaikannya dan mulai mengeringkan rambutnya.
Selesai dengan kegiatannya, Rania penasaran dengan beberapa barang yang sempat Arga lirik dan berada di sofa itu. Sehingga diapun menghampirinya dan membukanya.
"Oh, jadi ini pakaian dan beberapa set alat mandi dan juga sabun. Cepat sekali Mas Arga belanjanya!" pikir Rania yang tak tahu mungkin saja Arga belanja sebelum mereka sampai di apartemen itu.
Mungkin Rania saja yang sudah tidak memperhatikan barang-barang tersebut saat dia baru sampai. Tentu saja karena dia beberapa saat lalu malah langsung ke kamar mandi karena tak sabar mandi. Apa yang mengherankan dari itu, bahkan handuknya saja sampai lupa dibawa sangking tak memperdulikan apapun lagi saat itu.
"Tapi ini cuma pakaian wanita yang satu set dengan dalem-annya," ujar Rania sambil menggaruk kepala karena bingung, tapi kemudian dia melihat ada lemari di kamar itu dan menghampirinya.
Bersamaan dengan hal itu, tiba-tiba saja Arga yang selesai mandi keluar dan mereka bersitatap.
"Kamu bisa menyimpan pakaianmu yang baru di sana juga," jelas Arga menghampirinya.
"Mau ngapain?!" tiba-tiba saja Rania reflek mundur dan menghindar.
Namun bukan tanpa alasan, melainkan kaget karena menyadari Arga cuma pakai handuk yang melilit pinggang sampai pahanya saja.
"Ch, aku mau ambil pakaianku, karena istriku tidak mau melakukannya untukku," jelas Arga setengah mencibir.
Rania tersingkir dan mengusap tengkuknya sendiri karena merasa bersalah, tapi kemudian dia tetap saja tak minta maaf. Bahkan menyadari suaminya hendak mengenakan pakaian, dia malah keluar kamar dengan sigap.
*****
Rania putuskan untuk mengecek dapur dan menemukan banyak kantung kresek di sebelah kulkas dan memeriksanya. "Ternyata ini bahan makanan mentah, sepertinya Pak Arga belum sempat membereskannya tadi, tapi kapan dia belanjanya ya?"
Rania garuk kepala bingung sendiri, karena tak tahu kalau sebenarnya Arga sebelum mereka pulang ke apartemen, sudah menyuruh seseorang untuk menyiapkan sesuatu untuk mereka di sana. Pria itu tak mungkin pindah tanpa persiapan, walaupun ke apartemennya sendiri dan sudah pernah dia tinggali beberapa kali sebelum menikah.
Namun tetap saja semua itu harus karena sekarang keadaannya berbeda. Dia punya istri dan seorang istri pasti mempunyai banyak hal yang dibutuhkan, seperti pakaian dan handuk sebelum mandi tadi contohnya.
"Aku bereskan aja, ah!" seru Rania memutuskan.
*****
"Kamu bisa masak?" Arga tiba-tiba saja muncul di dapur dan terlihat heran.
Pasalnya Rania semasa jadi adik iparnya dan setelah menikah sama sekali tak memperlihatkan kemampuannya yang satu itu. Kalaupun ada dia cuma memasak simpel, tapi sekarang dia bakan menggunakan dua kompornya sekaligus.
"Iya. Mas mau makan apa?" tanya Rania tanpa menoleh.
"Makan kamu!" jawab Arga asal dan sembarang.
Rania kesal dan menjawab dengan decakan saja, kemudian kembali fokus dengan masakannya. Sementara Arga segera menggunakan HPnya dan sibuk menghubungi seseorang orang.
Sampai beberapa menit kemudian, makanannya pun jadi dan Rania pun menghidangkannya.
"Kelihatan enak, tapi tidak tahu dengan rasanya. Jangan-jangan minu--"
"Kalau begitu tidak usah makan!" tegas Rania memotong ucapan Arga dengan cepat dan memperingatkannya.
Namun bukannya tersinggung, Arga malah terkekeh gemas. Puas hatinya sudah berhasil menggoda Rania.
"Aku cuma bercanda," jelas Arga dengan tanpa dosa.
"Nggak lucu," jawab Rania dengan ketus.
"Tapi kok kamu masak sebanyak ini?" tanya Arga melihat menu masakan dengan porsi yang begitu banyak padahal mereka cuma dua orang.
'Pura-pura nggak sadar diri atau memang beneran nggak tahu diri!' seru Rania membatin. "Kalau aku masaknya sedikit, bagianku nggak ada. Mas itu kan makannya suka porsi raksasa."
"Kamu pikir aku apa?!" balas Arga tak terima.
"Mas Argalah, memangnya Mas siapa lagi?" jawab Rania dengan polosnya. "Udah ah, makan aja sekarang. Aku sudah sangat kelaparan. Emangnya Mas belum?" kata Rania melanjutkan.
Arga mengangguk setuju dan mereka pun makan dengan tenang, dan walaupun sudah tersinggung dengan ucapan Rania yang mengatainya secara tidak langsung rakus makan, tapi tetap saja Arga memakan makan malamnya seperti biasanya dengan porsi yang banyak.
'Gila. Masih makan banyak aja?' batin Rania sambil memperhatikan Arga. 'Selalu saja makan banyak. Hm, untuk seterusnya walaupun cuma buat masak, sepertinya aku akan selalu bekerja keras. Punya suami makannya porsi kuli sih?' batin Rania meringis ngeri.
"Ayo ikut makan Rania, ngapain cuma nonton aku makan saja, katanya lapar!" seru Arga setelah menelan penuh makannya dan minum.
"Hm, iya," jawab Rania sambil kemudian menurut dan melakukan perkataan suaminya.
*****