18. Antara Waspada dan Keras Kepala

1019 Kata
"Kok kita ke sini sih, Pak?" tanya Rania heran dan tanpa sadar dia melupakan panggilan barunya. Arga tentu saja memelototinya untuk mengingatkan dan Rania yang akhirnya tersadar pun meralat ucapannya. "Maksudnya Mas," cicitnya sambil meralat. "Inikan apartemen dan bukannya rumahnya Mas?" lanjut Rania bertanya. Sebenarnya sudah sejak sampai dia menanyakan itu, tapi baru setelah masuk dia berani mengutarakannya. Harusnya Rania pikir mereka langsung ke rumah, karena Arga tak memberikan aba-aba apapun termasuk pemberitahuan. Ditambah sesampainya di sana mereka gampangnya masuk ke salah satu unit setelah Arga menekan pin untuk akses masuknya. "Lagian kok bisa sih, Mas tahu pin masuk ke sini? Mas kenal dekat sama pemiliknya atau sangat akrab, atau ini punya adiknya Mas Viona?" Arga tidak menjawab pertanyaannya itu, tapi malah balik bertanya, "bagaimana menurutmu apartemen ini, apakah terlalu kecil jika dijadikan tempat tinggal?" "Ihs, kok ditanya malah balik nanya sih, Mas Arga nggak asik bangat sih?!" gerutu Rania. 'Dasar muka es batu, dosen pencabut nyawa. Sukanya seenaknya saja,' lanjut Rania membatin dan langsung menatap Arga dengan sinisnya. Rania sadar, kalau lagi-lagi dirinya terasa aneh, karena tidak biasanya dia seberani ini pada Arga, tapi kemudian dia tak terlalu memikirkannya. Karena mungkin saja itu adalah pengaruh dari interaksi dan kebersamaan mereka akhir-akhir yang jauh lebih sering, jika dibandingkan dengan sebelum menikah. "Ayo dijawab, terlalu sempit atau bagaimana?" tuntut Arga langsung membuat Rania berdecak kesal, tapi kemudian diapun menurut dan memperhatikan sekitar. "Ini jauh lebih besar dari milik kak Salsa dan terlalu luas kalau untuk ditinggali sendiri," jawab Rania mengeluarkan pendapat. "Hm, ini bukan untuk sendiri, tapi dua orang. Hanya saja hanya ada satu kamar tidur di sini," lanjut Arga dan Rania mengangguk saja. "Nggak heran sih, Mas. Namanya juga apartemen dan bukannya rumah atau hotel. Walaupun besar, tetap saja wajar sih kalau cuma punya satu," jawab Rania. "Tapi beneran tidak ada kamar lain atau bahkan kamar tamu, apa kamu tidak masalah?" tanya Arga lagi, tapi kali ini membuat Rania heran dan mengerutkan dahinya. "Kok, masalahnya ke aku. Tanya ke yang mau tinggal di sini dong, Mas," saran Rania. "Tapi kita yang akan tinggal di sini," jelas Arga langsung ke poin inti dan dia tidak ingin berbelit-belit lagi. "Apa?" kaget Rania. "Kok di sini. Di rumahnya Mas yang biasanya memangnya kenapa?" "Ada maling dan sebenarnya aku tidak suka ada perempuan lain di tempat tinggalku selain istriku," jelas Arga cukup serius. "Loh, memangnya selama ini selain aku yang di rumah ada perempuan lain di sana? Maksud kamu siapa, Mas. Makhluk astral?!" tanya Rania. "Laura, Rania. Kamu kok lupa sama asisten rumah tangganya mommy yang dikirimkan tiap pagi sampai sore ke rumah untuk berberes?" beritahu Arga cerewet karena terpancing kesal dengan banyak pertanyaan Rania. "Oh, gitu ya. Eh, tapi ya Mas kamu tidak sendiri!" seru Rania sambil mengangguk-anggukkan kepala. "Maksudmu?" tanya Arga bingung. "Aku juga benci sama asisten rumah tangga yang satu itu. Dia suka sinis sama aku sih, dan juga aku pikir waktu Mas diare hari itu dan aku yang beberapa saat lalu, itu pasti ulahnya. Karena siapa lagi yang masak di rumah kalau bukan dia. Sementara kalau diluar aku selalu jajan aman kok dan belum pernah ada kejadian seperti kemarin," ujar Rania sungguh-sungguh, akhirnya dia berani mengutarakan pendapatnya. Arga sebenarnya juga curiga sejak awal tentang itu, tapi dia tidak punya bukti. "Kamu punya sesuatu yang akurat untuk membuktikan itu?" Rania langsung menggelengkan kepala. "Tidak, tapi keyakinan hatiku sangat kuat dan mengatakan pelakunya adalah Laura!" seru Rania sangat yakin. 'Dan juga alasan kuat lainnya karena dia suka sama kamu Pak Arga!' seru Rania membatin. "Hm," jawab Arga datar. "Ch, setelah seserius itu aku bercerita cuma ditanggapi hm doang. Menyebalkan!!" cemberut Rania kesal. "Sudahlah, sekarang Mas tunjukkan di mana kamarnya, aku udah gerah dan mau langsung mandi dulu," jelas Rania melanjutkan. Perempuan itu masih tak sadar masalah satu kamar dan juga melupakan kalau dia tak membawa apapun ke sana, sebab Arga tak memberitahu apapun. Dia meluncur begitu saja, setelah ditunjukkan arahnya, dan bahkan melupakan handuk untuk mandi. ***** "Sial kok, aku bego banget sih. Ini sudah yang kedua kali aku melupakan handuk dan sekarang lebih parah lagi, aku bahkan tidak punya pakaian bersih!!" gerutu Rania kebingungan di dalam kamar mandi. "Hm, gimana ini?" lagi-lagi Rania seperti dejavu jatuh ke lobang yang sama untuk kedua kali. Rasanya dia ingin menangis saja sangking frustasinya, tapi sebelum itu sebuah suara memanggilnya. "Rania apakah kamu sudah selesai?!" tanya Arga agak keras dari luar kamar mandi. "Su-sudah, tapi aku nggak punya handuk," jawab Rania agak ragu. "Buka pintunya!" seru Arga langsung membuat Rania membulatkan kedua bola matanya. "Apa Ba-Mas mau mesu-min aku?!" "Astaga, perempuan ini kok asal ceplos saja sih, tapi tak salah juga aku melakukan itu. Kamu istriku Rania dan kita bahkan sudah melakukan hal yang lebih dari ini!" seru Arga. "Kalo begitu aku tidak akan membuka pintunya," putus Rania membuat Arga frustasi. "Astaga Rania, aku mau kasih handuk loh dan juga pakaian ganti untuk kamu. Bahkan bukan aku yang mengungkit keme-suman. Lagipula bukannya selama ini kamu selalu bilang, bahkan jika tak ada siapapun yang melihatmu mandi, kamu tetap saja mengenakan kain mandi?! bujuk Arga akhirnya menyerah. Bagaimanapun juga Rania sedang mengandung anaknya. Perempuan itu bisa kedinginan di dalam dan akan berpengaruh pada janinnya. Arga tentu tak mau itu sehingga diapun berbesar hati untuk membujuk. "Iya sih, tapi disini aku tak ada kain mandi yang biasa aku kenakan. Jadi aku pakai pakaianku tadi," jelas Rania apa adanya. "Nah, itu dia. Seharusnya kamu tak usah ragu membukanya. Kamukan masih pakai pakaian lengkap?!" Rania spontan geleng kepala meski Arga tidak melihatnya. "Masih pakai pakaian, tapi--" Rania berhenti karena ragu mengatakannya. "Tapi apa Rania?" tuntut Arga tak sabaran. "Ta-ta--tapi ak-aku ...." Rania meneguk ludahnya kasar pipinya terasa memanas, tapi dia harus mengatakannya memberitahu Arga tentang kondisinya yang sebenarnya. "Ak--aku cuma pakai dalam-annya saja, Mas ...," cicit Rania melanjutkan dengan ragu-ragu. "Tahu begini, harusnya aku punya kunci cadangan kamar mandi ini!!" ceplos Arga sangking frustasinya. Namun hal itu malah di salah artikan Rania dan istrinya itu jadi semakin bersikeras mengunci diri di dalam kamar mandi. "Astaga, Rania! Sudahlah, berhenti banyak drama dan buka pintunya!" seru Arga. "Tidak mau, nanti Mas ngapa-ngapain aku lagi!" putus Rania semakin membuat Arga frustasi. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN