"Kamu apakan anakku, kenapa sampai sakit dan memperihatinkan seperti ini?!" Andini menatap tajam serta mengintimidasi menantunya Rania.
"Rania tidak memberikan apa-apa, Tan. Tiba-tiba saja Pak Arga bolak-balik ke dalam kamar mandi dan menjadi lemas begitu, tapi Tante juga tak perlu khawatir, dokter bilang dia akan sembuh setelah minum obat dan beristirahat dengan cukup," jelas Rania memberikan pengertian.
Namun tentu saja Andini wanita paruh baya itu diam dan percaya. "Kamu pikir aku bodoh, bisa kamu bodohin dengan mudahnya. Ch, bahkan jika bukan Laura yang mengabari, aku takkan tahu Arga bisa sampai begini, dan aku yakin itu pasti karena kecerobohanmu. Kamu pasti sudah memberikan sesuatu yang membuatnya sampai sakit begitu!!" omel Andini marah.
Laura yang di sana dan menyaksikan pertengkaran mertua dan menantu itu. Tiba-tiba bibirnya menyeringai kerena memikirkan sesuatu yang menguntungkan untuknya. Dia seperti melihat kesempatan dan tentu saja dia akan menggunakannya dengan baik.
"Maaf menyela Nyonya, tapi sebelumnya saya melihat Nyonya Rania memberikan jus mangga yang dibuatnya pada Tuan Arga," jelas Laura sambil kemudian menundukkan kepala, seolah menunjukkan ketidakberdayaannya dan juga sikap tak bermaksudnya.
Mendengar hal itu, Andini segera mendesah kasar kemudian semakin menajamkan tatapannya pada Rania.
"Itu yang kamu bilang tidak memberikan apapun?" geram Ibunya Arga dengan marah.
"Tapi aku juga minum, Tan, dan aku tidak mengalami serangan yang sama," ujar Rania membela diri.
"Ngeles aja terus. Kamu pikir dengan begitu aku akan percaya?!" sarkas Andini dengan sengit.
Tak lama kemudian keduanya pun segera bertengkar berperang argument. Andini sibuk mengomeli menantunya yang tak becus, sementara Rania sibuk membela diri atas tuduhan mertuanya yang cukup kejam.
'Bagus! Aku suka pemandangan yang begini. Mertua dan menantu yang bertengkar. Rasakan kamu Rania!! Hahaha, aku yang berulah, tapi kamu yang kena batunya!' seru Laura membatin puas.
*****
Keesokan paginya, karena Arga sakit, Rania pun terpaksa cuti kuliah demi merawat suaminya. Dia membuatkan bubur pagi itu, tapi masih teramat pagi Laura sudah tiba di rumah itu. Rania heran dan lebih heran lagi ketika Laura mengeluarkan bubur dari nampan yang dibawanya dan segera menyiapkannya.
"Mau dibawa ke mana buburnya?!" tanya Rania dengan intonasi suara yang tegas.
"Ini untuk Tuan Arga Nyonya. Saya turut mengkhawatirkannya dan sengaja membuatnya khusus untuknya," jelas Laura dengan tanpa sungkan begitu percaya diri.
Rania mendesah kasar. "Kamu tidak lihat saya juga sedang membuat bubur, kalau dia makan punya kamu, terus bagaimana dengan bubur saya?" tanya Rania tak habis pikir.
"Saya tidak tahu Nyonya, tapi saya sudah membuatkan bubur untuk Tuan dan biasanya sebelum ada Nyonya ketika sakit begini dia akan memakannya," jelas Laura acuh tak acuh.
"Lagipula Nyonya adalah orang baru di hidup Tuan, jadi belum tentu masakan Nyonya cocok untuk Tuan dan buktinya Tuan segera sakit setelah memakan jus buatan Nyonya," lanjut Laura dengan percaya diri.
Begitu selesai bicara perempuan itu pun pergi meninggalkan Rania di dapur yang masih sibuk dengan masakannya. Jujur setelah ini, Rania tak suka dengan Laura, tapi masih menahan diri.
*****
Clekk!!
Rania membuka kamar Arga dan menemukan suaminya dan pembantunya sedang adu debat di sana.
"Sudah saya bilang bawa pergi buburnya dari sini. Saya masih belum mau makan dan keluarlah!" tegas Arga terdengar sedang geram.
"Tapi Tuan, anda harus makan supaya Tuan sembuh dan merasa lebih baik," ujar Laura membujuk. "Tuan buka mulutnya dan--"
"Berhenti!!" ujar Rania sedikit berteriak dan membuat dua orang di sana segera melihat ke arahnya. "Apa kau tidak dengar dia tidak mau makan buburmu!" ujar Rania sengit. Gadis itu bicara seraya meletakkan bubur yang dibawanya di atas nakas.
Dia memang tak menduga Arga tak mau makan buburnya, dia pikir suaminya itu akan patuh saja pada Laura pembantu mereka, tapi mengingat porsi makan suaminya, Rania pikir satu mangkuk itu kurang dan itulah mengapa dia tetap membawa satu mangkuk lagi.
"Tuan harus makan atau dia akan bertambah sakit," jelas Laura bersikeras.
"Berhenti! Saya bilang berhenti dan pergilah ke luar bereskan pekerjaan yang lain!" seru Rania tegas sambil memerintah.
"Tapi Nyo--"
BRAM!!
"Keluar!" ujar Rania akhirnya hilang kesabaran. Sungguh dia benar-benar tak tahan dengan sikap Laura yang menurutnya berlebihan dan jangan salahkan dia jika bubur Laura menjadi korbannya.
"Keluar, tapi sekarang sebelum itu bereskan itu!" tegas Rania dengan penuh perintah dan tak mau dibantah.
Mau tak mau pun Laura melakukannya. Arga cuma diam dan begitu Rania menyodorkan bubur dia membuka mulutnya dengan anteng entah kenapa.
Tak lama satu mangkuk pun habis tanpa sisa. "Apa kamu masih punya satu, dua mangkuk lagi? Aku masih lapar," ujar Arga memberitahu.
"Tentu saja. Aku menyiapkan porsi yang banyak mengingat bagaimana Bapak yang raksasa ini tidak mungkin cukup hanya satu mangkuk," jawab Rania dan tentunya Arga kesal, karena dipanggil raksasa.
"Cepat ambil!" perintah Arga dengan nada suara kesal.
Rania mengangguk, tapi begitu keluar kamar dia segera mendesah kasar. "Padahal masih sakit tapi seleranya tidak hilang sama sekali!"
*****
"Dasar perempuan rendah-an. Berani sekali dia melakukan hal seperti ini padaku. Menghempaskan bubur buatanku dan tadi apa juga. Murah-an sekali menggoda tuan Arga. Dasar Jala-ng!!" geram Laura.
Dia saat ini sedang membereskan ruang tengah, setelah membereskan buburnya yang sudah Rania hempaskan. Merapikan rumah sebagaimana tugas semestinya sebagai pembantu.
Melihat Rania keluar kamar, diapun semakin mendesah gusar. 'Cih, akhirnya si jala-ng itu ke luar juga,' ujarnya membatin.
Namun tiba-tiba saja Rania menghampirinya dan tak lama sudah menjulang tinggi dihadapannya.
"Saya pikir kamu sudah tidak sopan, begitu lancang memasuki kamar pribadi suami saya!" tegas Rania serius.
"Tapi sebelum kalian menikah saya biasa melakukan hal itu Nyonya, lagipula bagaimana tugas beres-beres saya sepenuhnya akan selesai jika kamar Tuan tak dimasuki?" tanya Laura tentu saja tak mau mengalah.
"Ini bukan lagi sebelumnya dan saya sudah ada menjadi istrinya. Bereskan apapun di rumah ini, tapi bukan kamar kami. Lewatkan saja bagian itu dan anggaplah tidak pernah ada!" jelas Rania masih memperingatkan.
Mau tak mau walaupun terpaksa Laura pun melakukan. "Baiklah Nyonya," jawab Laura tak berdaya.
Setelahnya Rania pun pergi. Meninggalkan Laura yang tiba-tiba saja berubah bringas dalam membereskan ruang tengah.
"Arrrggghhh! Dasar Jala-ng murah-an, berani sekali memperingatkanku begini. Cih, sok bossy. Lihat saja jika aku sudah berhasil merebut tuan. Aku akan memberikan perhitungan padamu yang sombong itu!!" gerutu Laura kesal.
Dia begitu murka, tapi saat beberapa menit kemudian dia melihat Rania kembali ke kamar dengan membawa dua mangkuk dia atas nampan dia lebih murka juga.
"Apa yang sudah jala-ng itu rencanakan. Dua mangkuk apaan itu. Sial sepertinya dia bukan lawan yang mudah. Jala-ng licik itu murahan juga!!" geram Laura marah.
"Sepertinya harus kuberi perhitungan, supaya tak berani lagi. Cih, awas kamu jala-ng!!" geram Laura lagi.
*****