Siang itu, karena kesal dengan Arga, Rania membangkang dan tidak datang makan siang. Bahkan dengan berani dia mengirimkan pesan supaya Arga tidak menunggunya karena dia sudah pergi makan. Arga yang membaca pesannya tentu saja tak terima dan menjadi marah.
Namun belum juga selesai dengan urusan Rania, tiba-tiba saja Salsa datang dan mengunjunginya. Gadis itu dengan wajah tanpa dosanya langsung duduk di sofa yang ada di ruangan Arga. Sialnya lagi ada Viona adiknya di sana.
"Kita makan siang barengan yuk, Ga!" seru Salsa mengajak.
"Iya nih, Mas. Udah lama nggak barengan," timpal Viona. "Biasanya dulu sebelum Mas menikah kita sering pergi bersama," tambah Viona dengan wajah tanpa dosanya.
"Maaf aku tidak bisa, kalian pergilah," jawab Arga dingin bahkan dia tak mau menatap Salsa dan hanya menatap adiknya saja. Itupun dengan tatapan dinginnya.
"Tidak punya waktu apanya, ini waktu makan siang," ujar Viona merengek. "Ayolah Mas, masa mau membuat Kak Salsa kecewa ...."
Arga baru saja akan menjawab kembali, tapi tiba-tiba saja di pintu ruangannya yang belum sempat ditutup muncul Rania tiba-tiba dan melihatnya bertemu Salsa. Perempuan itu tanpa berkata apapun langsung pergi dari sana begitu saja. Meninggalkan Arga yang bahkan belum sempat mengatakan sepatah katapun.
"Pergilah, di kampus tidak sama dengan kantor. Jam makan tidak ditentukan, dan aku masih ada kelas siang ini," jelas Arga dengan dingin.
Kemudian tanpa bicara lagi, pria yang baru saja mengusir tamu tak diundang di dalam ruangannya, justru yang malah pergi begitu saja. Dia tak perduli sekalipun di sana ada Viona adik kandungnya.
*****
"Sial bangat sih, Mas Arga ... aku sudah baik hati berubah pikiran, tapi dia malah ketemuan sama Kak Salsa!" geram Rania sambil menggerutu.
Dia yang kesal pun putuskan untuk ke taman yang sepi saja dan duduk di sana untuk merilekskan pikiran.
"Mereka itukan adalah mantan tunangan, tapi siapa tahu saja mereka belum putus sampai sekarang. Gimana kalau mereka mau balikan dan menikah?" Rania memikirkan nasibnya dan tiba-tiba dia merasa sesak di hatinya. "Kemana aku pergi nanti kalau mereka bersama dan siapa juga yang mau sama aku yang sudah bukan gadis lagi?" bingung Rania.
"Sial. Kalau aja aku ada pirasat malam itu, aku lebih baik diomelin nyokap daripada seperti ini. Aku lebih baik pulang ke rumah aja waktu itu!" sesal Rania menyeru.
Menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi, Rania mendesah kasar dan memejamkan mata. Namun, belum juga dia bisa tenang, teleponnya segera berbunyi dan memunculkan nama Arga di sana sebagai penelepon.
*****
"Sial. Perempuan itu malah mematikan teleponnya. Kalau begini gimana dia mau minum obat dan vitaminnya?" ujar Arga tampak putus asa.
Dia mencemaskan Rania karena perempuan itu sedang hamil dan masalahnya sampai sekarang hanya Arga yang tahu kondisinya. Obat dan vitaminnya itu sebetulnya bukan untuk sakit yang Rania pikirkan selama ini, tapi karena kandungnya sempat dalam kondisi yang miris dan juga sangat lemah. Itulah kenapa Arga sangat cemas saat ini karena Rania belum minum obatnya dan vitaminnya itu.
"Siang Pak Arga," sapa Selvi ramah.
"Hm."
Namun malah deheman yang dia dapatkan. Selvi tak mau sakit hati dan mengingat akhir-akhir ini rivalnya sering berurusan dengan dosen pencabut nyawa mereka diapun terpikirkan ide briliant.
"Rania itu memang pemalas ya, Pak. Dia sering lupa tugasnya dan hari ini malah membuat ulah di kelas Bapak!" seru Selvi sok akrab.
Namun Arga tak memperdulikan ucapannya, pria itu malah berlalu tanpa menghiraukan Selvi. Akan tetapi meski sudah dibegitukan, Selvi masih tak menyerah. Pokoknya dia harus bisa mengerjai Rania apapun caranya.
"Oh, iya tugas yang Bapak berikan tadi pagi sudah dibaca oleh semua mahasiswa anggota grup di WA, dan Rania katanya sudah selesai. Cuma tadi belum ketemu Pak Arga dan sekarang dia ke taman kampus yang arah menuju fakultas hukum," lanjut Selvi berharap Arga yang terkenal sebagai dosen yang paling tidak bisa melepaskan mahasiswanya dari tugas, segera menagih itu pada Rania.
"Dimana Rania?"
Tiba-tiba Arga berhenti dan membuat Selvi kesenangan mendengar ucapannya. 'Mampus kamu Rania. Bakalan habis ditagih tugas. Hahaha, kamu pasti belum siap. Jangankan siap, tahu saja tidak!' batin Selvi kesenangan.
Namun sebetulnya Arga tak terlalu peduli tugasnya, meski dia tipikal dosen yang suka menuntut tugas. Barangkali mahasiswanya tidak siap, dia palingan akan mengurangi poin nilainya. Tidak seperti bayangan Selvi yang agaknya berlebihan.
"Dia ada di taman, Pak. Tadi aku lihat dia berjalan ke arah fakultas hukum," jelas Selvi bersemangat dan Arga akhirnya menanggapinya dengan mengangguk.
*****
Tepukan halus terasa di bahu Rania yang sedang menyandarkan dan memejamkan mata. Dia spontan membuka mata dan syok menemukan Arga di sana, tapi kemudian tiba-tiba dia menjaga jarak seperti tengah marah.
"Ngapain di sini?" tanya Rania dengan ketus.
"Kamu yang ngapain?" balas Arga. "Sendirian, mau di tumpangi penghuni di sini?" lanjut Arga membuat Rania berpikir dua kali.
"Maksud Mas, aku bisa kesurupan gitu?!"
"Ya. Begitulah. Apa kamu tak sadar tempat ini sepi dan jarang ada yang lewat," ujar Arga menambahkan. Sebenarnya pria itu cuma mau bermaksud bercanda, tapi sepertinya caranya salah.
"Bagus juga aku kesurupan. Setidaknya dengan begitu aku bisa--"
"Ck, jangan ngomong sembarangan. Udah, ah. Ngaco kamu!" gerutu Arga yang malah marah sendiri.
"Mas tuh yang ngaco!" seru Rania langsung berdiri. "Lagian ngapain kesini, kan di ruangan kamu udah ada kak Salsa sama Viona yang menemani!"
"Oh, jadi karena itu kamu ngambek nggak mau makan siang. Kamu cemburu?" tanya Arga.
"Enggaklah! Siapa juga yang cemburu. Lagian aku udah beritahu Mas kalau udah makan siang jauh sebelum kak Salsa datang. Cuma yaitu, aku kepikiran dan kasihan sama Mas. Makanya berubah pikiran. Eh, tahu-tahunya Mas cerdas juga, langsung minta kak Salsa buat nemenin!" seru Rania membuat kesimpulannya sendiri.
Arga geleng kepala. "Siapa juga yang mau ditemani makan sama kakak kamu. Aku punya istri sendiri dan dia yang akan melakukan tugas itu. Ayok, ikut makan!"
Blushh. Pipi Rania memanas dalam seketika. Mendengar istri sendiri yang akan menemani, entah mengapa membuat Rania merasakan perasaan aneh dan itu sulit untuk dijelaskan.
"Ayok! Apalagi yang kamu tunggu!!" paksa Arga menyeret Rania yang tiba-tiba diam dan terbengong.
"Iya-iya. Nggak usah diseret juga dong, Mas. Lagian kamu ini pegang-pegang, nanti ada yang lihat loh dan curiga kalau kita ada apa-apa," jelas Tania mengingatkan. Dia tiba-tiba saja terpikirkan masalah yang satu itu.
"Kita memang ada apa-apa Rania. Kamu istri ku!" balas Arga sepertinya tak mau mengalah.
*****