Rania berani keluar dari mobil Arga, setelah sebelumnya memastikan tak ada mahasiswa yang dikenali olehnya sedang berkeliaran di sekitar sana. Perempuan itu mengendap-endap seperti tengah bersembunyi dari sesuatu, membuat Arga yang memperhatikannya mendesah kasar.
"Ngapain sih, kayak orang kurang kerjaan aja!" seru Arga menyusulnya, padahal Rania sudah dengan susah payah mempercepat langkahnya agar mereka tak berjalan sejajar, dan takkan ada yang mempertanyakan kedekatan mereka nantinya.
"Jauh-jauh sana!" kesal Rania langsung menghindar.
Arga geleng-geleng kepala, semakin tak mengerti dengan sikap perempuan yang sudah menjadi istrinya itu.
"Ada-ada aja kamu!" jawab Arga tak habis pikir. "Hm, tapi baiklah. Siang nanti jangan lupa menemuiku dan makan siang bersama," lanjut Arga memperingatkan, sebelum kemudian berlalu dan pergi dari sana.
Rania mendesah kasar, tapi kemudian dia mendesah lega. Karena artinya dia tak perlu menjaga sesuatu yang membuat orang lain curiga.
"Kamu dan Pak Arga ada hubungan apa?" tanya seseorang dari belakangannya dengan tiba-tiba dan membuat Rania kaget bukan main.
Rania berbalik dan membulatkan matanya menemukan Regan ada di sana. Dia adalah mahasiswa satu tingkatan dengannya meski bukan satu jurusan. Mereka kenal sekilas karena pernah sekelas di mata kuliah umum.
"Ap-apa maksudmu?" tanya Rania dengan gugup karena tidak bisa mengendalikan keterkejutannya.
"Kamu dan Pak Arga barusan keluar dari mobil yang sama. Mobilnya Pak Arga, kalian pasti ada apa-apa?!" tanya Regan sepertinya tak terima dengan ucapannya sendiri dan seolah tak percaya itu.
Rania yang mendengar penuturan itu, menjadi kesal. Pertanyaan Regan terdengar seperti menuduhnya seolah adalah simpanan Arga dan Rania tentu saja tak terima.
"Oh, jadi karena aku kemari barengan sama Pak Arga, kamu jadi berpikir kalau aku simpanan Pak Arga?" sarkas Rania menebak benar maksud ucapan Regan.
Laki-laki mengangguk tanpa ragu dan memperlihatkan kemarahan yang entah apa sebabnya itu. "Memangnya apalagi sebutan yang pantas untuk mahasiswa yang keluar dari mobil dosen, ayam kampus?" ujar Regan semakin berani.
"Aku keluarganya!" seru Rania dengan lantang dan tanpa sadar, tapi begitu menyadari perkataannya dia segera meralat ucapannya. "Dia kakak iparku, puas?!" geram Rania terlihat mengepalkan tangan dan kemudian pergi dari sana begitu saja.
Regan masih tertegun sebelum kemudian dia tersadar dan merasa bersalah. "Rania tunggu!" panggilnya.
Namun sama sekali Rania tak mau mendengarkan hal itu, dia bahkan segera mempercepat langkahnya. Keburu kesal dan juga geram dengan Regan yang begitu mudahnya menuduhnya yang bukan-bukan.
"Cih, cuma karena barengan udah dipikir simpanan dan ini baru hari pertama, bagaimana jika selanjutnya. Benar-benar di cap jala-ng aku. Sial. Ini semua gara-gara Mas Arga!" dumel Rania yang malah melemparkan kesalahan pada suaminya juga.
"Itu juga. Mulutnya Regan lama-lama remnya emang udah bolong sampe nggak terkendali gitu!" lanjut Rania menggerutu.
*****
"Kenapa Ran, kamu keliatan murung bangat sejak datang. Ada masalah?" tanya Melati perhatian.
"Bukan. Aku cuma kesal saja. Tadi pagi aku ketemu Regan terus dia ngeledek aku cuma barengan sama itu tuh orang di depan sana," jelas Rania dengan tidak mood.
"Pak Arga. Loh dia itukan calon kakak ipar kamu. Salahnya dimana?" tanya Melati.
"Entahlah, tapi Regan keterlaluan bangat nggak sih, masa cuma karena kebetulan ketemu di jalan sama Pak Arga terus barengan, aku dibilang simpanannya Pak Arga, sama itu ayam kampus lagi. Breng-sek bangat nggak sih mulutnya Regan," lanjut Rania bercerita dan Melati mengangguk menyetujuinya.
"Tapi sepertinya dia suka sama kamu, nggak sih Ran?" ujar Melati menebak.
"Ngaco kamu. Mana ada yang suka, tapi nyakitin," balas Rania dan Melati kembali mengangguk setuju.
"Gimana kalau Gama, keliatan banget nggak sih kalau dia suka sama kamu. Soalnya dia sering bangat loh belain kamu, kayak superhero gitu. Selalu ada buatmu," lanjut Melati dengan pembicaraan yang malah melebar kemana-mana.
"Ngaco ka--"
"Rania Anindya!!" panggil Arga dari depan sana dengan cukup lantang dan juga keras.
Karena kelas baru saja dimulai, Rania pun mengangkat tangannya dengan percaya diri, berpikir dosennya itu sedang mengabsen.
"Hadir Pak!"
"Keluar dari kelas Saya!"
"Apa?!"
"Disana pintu keluarnya saudari Rania!"
Rania segera memejamkan kelopak matanya, antara malu dan juga kesal. Berdiri dan melirik ke sekitarnya. Melihat beberapa mahasiswa yang mengikuti kelasnya Arga, terlihat menahan tawa dan kontras sekali sedang meledek Rania.
"Apalagi yang anda tunggu. Kamu juga yang disebelah Rania. Pergilah, ikut bersama temanmu dan mengobrol puas di luar!!" ujar Arga dingin sambil menatap mahasiswanya datar.
*****
"Hahaha!" tawa Melati langsung pecah ketika mereka sudah berada di jarak aman, jauh dari kelasnya Arga.
"Demi apa, ini pertama kalinya aku diusir dari kelas, tapi gara-gara kerandoman kamu, Ran. Rasanya pengen ketawa terus. Hahaha, demi apa kamu tadi angkat tangan gitu. Astaga padahal sejak awal udah absen loh Pak Arga, kok lupa?!"
"Itu spontan Melati!" geram Rania malu. "Aku kelupaan tahu. Lagian Pak Arga juga kebiasaan sama mahasiswa lain dipanggil anda, saudara atau nama depan doang, giliran aku nama lengkap sekalian?!" gerutu Rania tak habis pikir.
"Mau menghapal nama kamu kali biar nggak salah pas ijab kabul nanti!" seru Melati dengan nada bercanda. Tak tahu saja omongannya sudah jadi kenyataan dan Rania langsung tersentak mendengarnya.
"Nggak lucu!"
"Yaudah dibuat lucu aja!!"
"Ihh, Melati!!"
"Iya Rania, kenapa sih?"
*****
Di sisi lain, Salsa sengaja menemui Viona adiknya Arga. Dia sebetulnya masih kuliah seumuran dengan Rania, tapi sedang tak ada kelas hari ini sehingga tak pergi kuliah dan bisa bertemu dengan Salsa.
"Yaampun dek, kamu tambah cantik aja!" seru Salsa memuji sengaja untuk basabasi.
Vania tersenyum senang dan terlihat malu-malu. "Ih, kak Salsa suka gitu deh. Apa-apa, kemanapun cantikan kakak kok," balasnya. "Andaikan aja, kakak jadi menikah dengan Mas Arga, mungkin aku akan senang sekali," kata Viona sengaja mengungkit pembahasan Arga dan Rania. Sampai sekarang gadis itu masih penasaran.
"Tidak mungkin lagi dong, Vio. Kakak dan kakakmu bukan jodoh," jelas Salsa terdengar bijak dan pasrah pada keadaan.
"Tidak mungkin bagaimana kak, bukannya sebelumnya kakak dan mas Arga akan menikah. Kenapa malah tiba-tiba berubah jadi Rania?"
"Ceritanya panjang Viona, dan setelah kakak beritahu. Kamu jangan marah sama Rania ya?" peringat Salsa sebelum kemudian dia menceritakan segalanya.
Dia sengaja melakukan hal itu, untuk mempengaruhi Viona supaya membenci Rania dan mendukung penuh dirinya.
'Maafkan aku Rania, tapi jika kamu bisa merebut tunangan ku dariku, maka akupun sama. Aku juga bisa merebut suamimu darimu!' batin Salsabila dengan kejamnya.
"Astaga Kak, jadi begitu ceritanya. Kok bisa-bisanya sih Rania menggoda Mas Arga dan nekat menjebaknya untuk tidur bersamanya. Padahal Mas Arga itu seharusnya kakak iparnya?" tanya Viona tercengang dan tak terima.
"Aku juga nggak tahu, Vio. Aku sendiri adalah kakak kandungnya sendiri dan dia memang setega itu padaku, tapi walau begitu, seperti yang aku katakan sebelumnya. Tolong jangan benci Rania, karena dia adalah adikku sendiri. Sama seperti kamu, aku tidak bisa membenci kalian," jelas Salsa dengan bijak, tapi ketahuilah itu hanya tipu dayanya saja untuk mempengaruhi Viona.
"Tapi kakak sudah--"
"Sstttt, tidak Viona!" ujar Salsa memotong kalimat Viona yang belum selesai sambil menggelengkan kepalanya, dan memperlihatkan ketidakberdayaannya.
*****