15. Kebodohan Laura

1010 Kata
Selama sakit, Rania selalu dicekcoki makanan sehat oleh Arga. Sekarang ketika dia sudah merasa sehat. Hal serupa masih saja terjadi dan Rania agak keberatan dengan itu. "Bubur lagi?" ujar Rania dengan tak percaya. "Aku sudah makan ini selama sakit, Pak dan aku sudah bosan. Lagipula aku sudah sehat dan gigiku cukup baik untuk mengunyah makan yang lebih berat," gerutu Rania protes. "Makan itu, atau lebih baik kamu di rumah saja dan tidak usah ke kampus!" tegas Arga dingin tak terbantahkan. "Ch, harusnya ini bukan masalah yang berat kalau saja buburnya ini ada suwiran ayamnya dan bukan lagi potongan brokoli dan juga wortel. Bubur ayam, rasa rumput. Cih, apa enaknya, enek yang ada!" gerutu Rania terus-menerus. Arga tidak mengatakan apapun dan hal itu membuat Rania makin sebal saja. "Apaan sih, Bapak. Aku dipaksa makan beginian sementara Bapak sendiri enak-enakan makan ayam. Mana ayamnya keliatan enak bangat lagi," lanjut Rania sambil melirik piring Arga. Menyadari hal itu Arga pun menghela nafasnya jengah, tapi kemudian diapun menciptakan keajaibannya. Arga dengan tak diduga memberikan ayamnya pada Rania dan itu membuat Rania segera menyunggingkan senyuman termanisnya. "Terimakasih Pak Arga!" ungkap Rania tulus dari hatinya. "Makan dan awas jika tak habis!" jawab Arga galak. Kejadian itupun tak luput dari perhatian Laura. Perempuan itu seketika menjadi meradang, geram dan menatap dengan tak suka tanpa sepengetahuan siapapun. 'Lama-lama jala-ng itu semakin menjadi dan semakin gencar merayu Tuan Arga. Sialan. Bisa-bisanya dia merengek seperti itu. Dasar perempuan tidak tahu diuntung!' geram Laura membatin. Tak bisa diam saja diapun melakukan sesuatu. Rencana buruk yang tentu saja untuk mengerjai Rania. Ketika majikannya selesai sarapan pagi, tapi masih di meja makan. Laura sengaja mendekat dan membereskan piring kotor. Dia meraih gelas yang masih berisi air, lalu ketika bergerak di sisi Rania, dengan sengajanya dia tersandung dan menumpahkan airnya ke Rania. "Ssstt, apa-apaan sih kamu?!" geram Rania spontan dengan ucapan meninggi, tapi masih mencoba menahan diri untuk tidak mengeluarkan amarahnya. "Maaf-maaf Nyonya, saya tidak sengaja," jelas Laura segera menundukkan kepala, tapi dalam hati dia sangat puas dengan aksinya. 'Mati kamu. Itu pantas untukmu, jala-ng tidak tahu diri sepertimu harusnya bukan cuma diguyur air dingin, tapi air keras biar sekalian mati! Cih, sudah mengambil Tuan Arga dariku, masih saja banyak melakukan drama murahannya!' batin Laura yang bertolak belakang dengan yang tengah dia lakukan. "Tidak apa-apa, lain kali hati-hatilah. Karena tidak semua orang bisa sabar mengahadapi kecerobohanmu," nasehat Rania bijak, tapi tentu saja bukannya sadar dalam hati Laura sudah pasti semakin menggerutui Rania. "Sudahlah Ran. Ayo kita ganti pakaianmu," ajak Arga menengahi keduanya. Awalnya Rania masih tidak sadar, sampai kemudian Arga tiba-tiba saja ikut masuk ke kamarnya. "Stop! Jangan masuk. Bagaimanapun juga aku tidak mau diintip!" seru Rania mencegat Arga. "Heii. Bahkan aku sudah melihat semuanya!" protes Arga. "Bahkan jika tak ada yang melihat aku sedang mandi, aku masih saja menggunakan kain mandi!" balas Rania membuat Arga berdecak kesal. Pria itu mengusap tengkuknya dengan maksud yang entah apa. Kemudian dia mengalah dan mendesah kasar. "Kalau begitu jangan lama. Aku tunggu di mobil!" tegasnya serius. "Kita ke kampus bersama?" tanya Rania sambil mengerutkan dahi, dia sepertinya sedikit terkejut dengan ajakan Arga untuk pergi bersama. "Ayolah Rania. Kamu baru sehat, kamu pikir aku akan membiarkanmu pergi sendiri?!" balas Arga malah terlihat tak percaya. "Sakit tidak ada hubungannya dengan berangkat bersama. Lagipula biasanya Pak Supir yang mengantarkan aku biasanya," lanjut Rania masih protes. "Berangkat bersama atau tidak pergi sama sekali!" ancam Arga dengan tak mau dibantah, kemudian tanpa menunggu jawaban Rania diapun pergi begitu saja. "Cih, menyebalkan!" gerutu Rania kesal, sambil kemudian menutup pintu kamarnya dan berganti pakaian. ***** "Sekarang malah berangkat bersama!" ujar Laura serius sambil menatap kepergian kedua majikannya yang semakin terlihat harmonis saja. "Pengaruh Rania pada Tuan Arga lumayan cepat. Aku jadi curiga jangan-jangan jala-ng itu menggunakan sesuatu. Huhh, sial. Kalau begini terus usahaku selama ini akan sia-sia!" geram Laura marah. Dia pun membuat rencana lain, entah bagaimana caranya, tapi kemudian dia berhasil membuat perampok memasuki rumah majikannya. Sementara dirinya sendiri berhasil keluar dari rumah dan tengah histeris. Arga segera tiba dan juga Andini, tapi tidak dengan Rania karena dia sedang kuliah dan Arga tak mau mengganggunya. "Baru saja satu jam saya tinggalkan. Bagaimana mungkin rumah saya kemasukan rampok dan dimana petugas keamanan di sini, kenapa dia bisa meloloskan rampok itu?!" geram Arga marah sambil menyugar rambutnya ke belakang. "Tenanglah, Ga. Yang penting kalian tidak kenapa-napa," ujar Andini sambil mengusap bahu putranya. "Bagaimana saya bisa tenang Mom, rumahku sudah di rampok di siang hari, tepatnya masih belum siang ini bahkan masih sangat pagi. Aku jadi curiga, jangan-jangan perempuan ini yang mengundang rampoknya!" ujar Arga menatap tajam Laura. "Sssttt ... jangan sembarangan. Laura sudah lama bekerja dengan kita dan selama ini kerjanya cukup baik. Lagipula ini cuma kecelakaan, dan sebentar lagi polisi juga akan datang," jelas Andini menasehati. Arga tak langsung menjawab dan melihat keadaan sekitar. Dia sebetulnya tak mencemaskan harta bendanya yang hilang, tapi Rania. Bagaimana jika rampoknya datang saat Rania sendiri di rumah dan tidak ada siapapun di sana. Bayinya bisa jadi korban dan Arga tidak bisa membayangkan itu. 'Sepertinya aku harus ekstra menjaga Rania!' Satu-satunya itulah yang Arga pikirkan tanpa sadar. "Aku tidak perduli. Kemungkinan apapun bisa terjadi. Periksa juga pembantu itu!" tegas Arga dengan kejamnya membuat Laura terluka mendengarnya. "Tuan Arga kenapa jadi sekejam ini, tega sekali berkata seperti itu kepada saya. Hiks-hiks, walaupun saya miskin, tapi saya bukan pencuri Tuan!" ujar Laura yang sama sekali tak diperdulikan oleh Arga. Mau bagaimana lagi, pria itu terlalu kalut setelah apa yang terjadi. Ditengah keadaan istrinya hamil muda dan cuma dia yang tahu, tentu saja Arga merasa berada di posisi yang tertekan dan membuat emosinya tak stabil. "Sudah-sudah. Maafkan Arga, Laura. Dia pasti teramat kalut sampai setega itu. Hm, sekarang kamu ikut petugas dulu, ceritakan apa yang sudah terjadi dan bagaimana bisa pencuri masuk ke rumah pagi-pagi ini," kata Andini menenangkan Laura sekaligus memberi penengahan. Laura segera menghapus air matanya dan menganggukkan kepalanya menurut. 'Sial. Aku pikir setelah ini Tuan Arga akan mencemaskan ku, tapi kenapa malah seperti ini. Dia tampaknya marah sekali!' batin Laura sedikit menyesal dengan apa yang sudah dia perbuat. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN