14. Kebahagiaan Sederhana Rania

1084 Kata
Arga kembali ke kamar Rania untuk melihat istrinya itu. Dia mengerutkan dahi ketika menemukan wajah tak bersemangat yang Rania tunjukkan. "Kamu kesal sama mommy tadi, kamu tidak suka?" tanya Arga menebak dan kemudian dia malah menjawab sendiri. "Tidak usah dipikirkan. Orang tua memang begitu. Banyak aturannya, tapi percayalah mommy sebetulnya tidak jahat dan dia itu orang tua yang penyayang," jelas Arga entah mengapa lebih cerewet dari biasanya. Rania menggelengkan kepala dan mengerucutkan bibirnya, sebelum kemudian mendesah kasar. "Bukan itu," jawab Rania sambil mencoba bangkit untuk duduk. Arga yang melihatnya demikian, sedikit khawatir dan mendekat untuk membantu. "Lalu apa?" tanyanya dengan perhatian. "Kuliahku. Hm, aku baru lihat chat dari grup kalau tugas dari Bapak luar biasa banyak. Sedalam lautan dan sebesar gunung, tapi jangka waktu menyelesaikannya cuma sampai minggu depan," jelas Rania proses dan kedengaran sangat jelas kalau dia sedang keberatan. Namun bukannya sadar, Arga malah mengangkat bahunya acuh. Dia bahkan terlihat cuek dan tak memperdulikannya. Bahkan tak segan memasang wajah tak berdosanya. "Terus bagaimana dong, Pak. Aku kan masih sakit ...," rengek Rania penuh harap Arga akan iba dan meringankan tugasnya. "Aku tidak pernah memaksa mahasiswa manapun mengerjakan tugasku," jawab Arga ambigu dan membuat Rania mengerutkan dahinya. "Tapi tugas ada bukannya untuk dikerjakan, Pak?" timpal Rania. "Ya, itulah kenapa aku tidak perlu memaksa, karena aku tahu dasarnya tugas memang harus dikerjakan. Kalau tidak dikerjakan, yasudah tidak apa-apa juga sih," jelas Arga setenang mungkin membuat Rania hampir saja mendesah lega, kalau saja tidak mendengar lanjutan dari ucapannya. "Palingan tidak ada nilai untuk mahasiswa itu," lanjutnya membuat Rania kesal. "Loh kok gitu sih, Pak?" tanya Rania kesal. "Jadi kamu mau mahasiswa yang tidak mengerjakan tugas mendapatkan nilai?!" sarkas Arga sengit dan menyebabkan Rania terdiam untuk sesaat memikirkan ucapannya. "Tapi nggak gitu juga ....," cicit Rania pelan, tapi masih terdengar oleh Arga. "Terus bagaimana?" tanya Arga yang tak sama sekali bisa dijawab Rania lagi. "Sudahlah. Lupakan saja itu, dan beristirahatlah. Untuk saat ini itu yang kamu butuhkan dan jangan memikirkan hal lain!" lanjut Arga memperingatkan. "Gimana bisa istirahat dengan tenang, tugas aja banyak membayang dan bagaikan kaset rusak di kepalaku," jelas Rania menyindir, tapi kemudian diapun tarik selimut dan kembali berbaring. Arga terdiam memikirkan ucapan Rania dan mengingat ucapan dokter tempo waktu diapun mendesah kasar. Kemudian mengambil keputusan paling berat yang pernah dia lakukan sebagai dosen menurutnya. Pria itu sungguh menurunkan egonya demi istri yang belum dicintainya. "Istirahat saja Rania. Jangan pikirkan hal lain!" tegas Arga memutuskan setelah pertimbangan yang sulit menurutnya. "Tapi tuga--" "Sekali ini dan hanya kali ini. Lupakan tugasnya, nilai mu tetap aman, tapi tidak lain kali!" potong Arga langsung membuat Rania ingin berjingkrak sangking senangnya, atau bahkan melompat-lompat di atas kasurnya. Namun, tentu saja dia tak bisa melakukannya karena kondisinya yang tidak mendukung. Meskipun begitu raut wajahnya tetap saja kontraks memperlihatkan wajah lega tanpa beban sama sekali. "Beneran, Pak?" tanya Rania memastikan. Arga tak langsung menjawab, dia seperti menyesal dan mengusap tengkuknya sendiri dengan penuh keraguan. "Ii-iya ...," jawabnya ragu-ragu. Namun tiba-tiba saja Rania terpikirkan sesuatu dan tiba-tiba bangkit sendiri untuk meraih HP-nya di nakas. "Ulangi lagi, siapa tahu aja cuma mau becandain saya aja!" tuntut Rania serius dan itu membuat Arga langsung kesal. "Kamu pikir aku pembohong?!" tanya Arga tak habis pikir. "Siapa tahu aja gitu," jawab Rania membeo dengan wajah polosnya. Arga mengepalkan tangannya geram, sementara Rania sudah menyiapkan rekaman untuk menyimpan suara Arga nanti sebagai bukti jika sewaktu-waktu suaminya itu lupa atau pura-pura lupa. "Kamu tidak perlu mengerjakan tugasmu!" tegas Arga ketus. "Puas?" Rania menggeleng polos lalu menjawab, "dan nilai tugasku akan aman?" "Ya, tenang saja nilai tugasmu aman. Jadi istirahat saja dan tak usah memikirkan apapun lagi!!" jawab Arga sambil menahan diri. Rania mengangguk paham dan menyimpan rekamannya, tapi ide iseng tiba-tiba saja melintas di kepalanya dan perempuan itu langsung tersenyum aneh. "Nilai tugasku A?" tanyanya bercanda. Namun anehnya Arga malah mengangguk setuju tanpa protes. Rania cukup kaget dan juga syok, karena tidak menyangka jawaban itu. "Beneran Pak? Serius nggak sih ini ... aduh, jangan-jangan aku cuma mimpi," gumam Rania antara percaya dan tak percaya. "Iya Rania, Iya. Puas kamu!" jawab Arga kesal. "Sudah. Istirahat saja yang benar dan tidur lagi atau akan berubah pikiran!" "Ok, ok. Jangan berubah pikiran dong Pak. Huh, aku bakalan tidur nyenyak kali ini," jawab Rania sambil tersenyum penuh kebahagiaan. Melihat itu, Arga sedikit tersentuh dan tanpa Rania sadari suaminya itu sedikit mengulas senyum karena tingkahnya. 'Dasar perempuan aneh, begitu saja sudah sangat bahagia," ujar Arga membatin. ***** "Aku lihat tiga hari lalu, mantan tunanganmu Arga ke rumah sakit membawa adik kamu. Rania lagi sakit, Sal?" tanya Shela sahabatnya. "Hm," jawab Salsa malas. Dia masih belum mood membicarakan adiknya yang baginya penghianat itu dan bahkan muak untuk sekedar mendengar namanya. "Mereka keliatan mesra loh, dan Arga tanpa malu menggendong Rania yang tidak sadarkan diri. Sesayang itu dia sama adik kamu, pantas aja mau selingkuh. Apa jangan-jangan mereka udah lama ya, jauh sebelum kalian jadi dan tunangan," jelas Shela lagi, dan kali ini membuat Salsa memanas. "Biarkan saja. Penghianat sama penghianat memang cocok!" jawab Salsa menahan geram. "Eh, tapi ngomong-omong adik kamu yang saat itu sakit, apa jangan-jangan udah isi ya. Bukan apa-apa loh, Salsa, tapi mengingat bagaimana hubungan mereka terbongkar apa mungkin itu terjadi?!" Kali ini Salsa tak bisa tenang lagi dan perasaannya semakin bergemuruh karena ucapan itu. Apalagi kemungkinan yang sudah Shela katakan, rasanya hal itu membuat Salsa semakin murka dan tak tahan. "Pantas saja mantan tunanganmu selama ini keliatan beriman. Kamu bilang nggak ada gitu seujung kukupun menyentuh kamu, lah dia ternyata udah b******n sama adik kamu!" terang Shela. "Cih. Sudahlah Shel, tolong jangan bicarakan itu lagi. Aku muak tahu. Bisa nggak berhenti membahas mereka?!" peringat Salsa dan Shela mengangguk setuju saja. Namun, anehnya Salsa malah kepikiran dan tak bisa melupakan ucapan Shela. Dia selalu terpikirkan bagaimana jika Rania beneran hamil, karena jujur saja dia belum sepenuhnya melupakan Arga dan dia tak rela. Setelah pulang dan sampai di rumah, Salsa segera menghampiri ibunya dan menanyakan kabar itu untuk memastikan. "Ibu tahu nggak gimana kabar Rania terakhir kali?" tanya Salsa membuat Ibunya mengerutkan dahi, walaupun kemudian diapun menjawab jawaban yang Salsa butuhkan. "Dia sakit perut saja, karena makan sembarangan dan juga kepikiran tugas kuliah," jawab Ibunya yakin dan info itu dia dapatkan dari besannya Andini yang memberi informasi. 'Syukurlah, Rania tidak hamil,' batin Salsa. "Kamu mencemaskan Rania?" tanya Ibunya dan Salsapun mengangguk ragu. "Bagaimanapun juga dia adiknya Salsa, Bu," jelas Salsa membuat Renita Ibunya terlihat lega. Tentu saja. Ibu manapun pasti sangat senang anak-anaknya baikan, terlepas dari masalah apapun yang sudah terjadi. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN