Arga menghampiri Rania begitu istrinya itu kembali, dan langsung memeriksanya saat melihat ada Angel dibelakangnya. "Kamu baik-baik saja?"
Rania menganggukkan kepala dan Arga segera balas tersenyum serta mengusap kepala istrinya itu dengan lembut.
"Hm ... es batu ternyata bisa manis!" seru Tahlia membuat Rania malu dan Angel kepanasan mendengarnya.
"Biasa aja. Ch, kekanakan sekali!" ujar Angel kesal.
Deon segera mengangkat bahunya acuh, sementara Arga segera merangkul Rania menjauh dari Angel.
"Mas tolong jangan kesempatan dalam kesempitan gini dong. Memanfaatkan keadaan untuk peluk-peluk!" ujar Rania segera menggerutu dan protes.
Arga tak menjawab, dia menurut dan memberi jarak, tapi kemudian tiba-tiba saja menci-um pipi Rania secara tak terduga. Membuat Rania kesal, dan bukannya takut pria itu bahkan sengaja mengencangkan rangkulannya dengan santai.
"Mas!!!" rengek Rania kesal.
Namun bukannya membujuk, Arga malah semakin menjadi. Kini bukan hanya pipi, tapi ubun-ubunnya yang menjadi sasaran.
"Kalau berani hapus akan aku tambah di bagian yang lain!" peringkat Arga.
Rania tak memperdulikan ucapan itu dan dengan berani menantang Arga dengan mengerucutkan bibirnya.
Cupp!
"Aku tidak pernah main-main Rania! peringat Arga dengan wajah tanpa dosanya.
Rania yang hendak mengusap bibirnya pun spontan berhenti dan tak berani melakukannya. Tak bisa berbuat banyak diapun mendesah kasar.
*****
"Mau mampir beli sesuatu?" tanya Arga tiba-tiba saja perhatian.
Saat ini mereka sudah di dalam mobil dan menuju perjalanan pulang. Rania tak menjawab karena mungkin masih kesal dengan Arga dan juga dendam kejadian beberapa hari lalu.
Meski begitu, Arga menghentikan mobilnya dan mengajak Rania keluar. "Yuk, kita beli sesuatu dulu di sana!" Arga sedikit memaksa dan mau tak mau Rania pun menurut.
"Aku mau es krim," ujar Rania tiba-tiba saja. Ketika mereka sudah di dalam supermarket.
"Tadi katanya nggak mau apa-apa?!" ujar Arga mengingatkan.
"Aku nggak ngomong apa-apa tadi, Mas," jelas Rania sambil mengerutkan dahi heran.
"Tidak dari bibirmu, Ran. Kamu bicara dari hatimu," jawab Arga jahil.
"Memangnya Mas cenayang?" gerutu Rania sambil mengerucutkan bibirnya.
Membuat Arga tiba-tiba terlihat aneh dan gangguan juga tiba-tiba mengusap tengkuknya. 'Sial. Kenapa bibir Rania keliatan aneh?' batin Arga yang tiba-tiba diselelimuti perasaan aneh yang membuatnya berdesir sekaligus panas dingin dalam seketika.
"Hm, aku ke sana dulu. Kamu ambillah apapun yang kamu butuhkan," ujar Arga tiba-tiba aneh.
"Dia kenapa?" ujar Rania sambil mengangkat bahunya acuh.
Namun kemudian diapun menurut dan melakukan perintah Arga. Teringat bagaimana suaminya itu tempo hari sangat membela saudaranya dibandingkan dirinya yang merupakan istrinya membuat Rania terpikirkan sesuatu.
Diapun mengambil troli belanjaan dan mengambil apapun yang tidak berguna, tapi mahal. "Harusnya tadi dia ngajak ke mall biar sekalian aku buat bangkrut! Ah, tapi tak masalah kita lihat saja nanti gimana reaksi cowok batu es ini!" seru Rania bersemangat ingin mengerjai suaminya.
Tak butuh lama troli belanjaan pun penuh, entah dengan makanan apa saja di sana. Arga yang menghampirinya bahkan geleng kepala, meskipun kemudian melaksanakan kewajibannya untuk membayar.
*****
"Mas es krim ku ketinggalan!" seru Rania begitu mereka sudah di apartemen dan baru tersadar ketika membereskan barang belanjaan.
Arga tak menjawab dan diam sambil lanjut beres-beres barang belanjaan.
"Mas es krim ku mana?" rengek Rania karena tiba-tiba dia begitu menginginkannya.
Arga memutar bola matanya jengah, tapi kemudian dia pun menghampiri sebuah plastik besar dari supermarket, dan mengeluarkan sekotak es krim dari sana.
"Wah, kapan belinya? Perasaan aku tidak ingat Mas membeli ini tadi ...."
"Sudah makan sana!" perintah Arga mengusir halus Rania.
Tak sakit hati, Rania justru senang dan mengambil es krimnya. Akan tetapi dia tiba-tiba mengeluarkan bungkusan dari supermarket yang membuat Arga langsung terlihat geram.
"Dari mana kamu dapatkan itu?!" tanya Arga serius.
"Wah, Mas juga nggak ingat ya, aku juga memasukkan ini ke troli belanjaan. Ini obat memperlancar haid dan karena sudah beberapa hari terlambat aku putuskan untuk meminumnya," jelas Rania apa adanya.
Namun bukannya mengerti, Arga malah merebutnya dengan tiba-tiba dan membuang isinya ke wastafel. Sementara botolnya ke tempat sampah.
"Mas!" kesal Rania spontan berteriak. "Kamu kok jahat bangat sih, itu jamu untukku biar lancar kedatangan tamu bulanan. Apa Mas tak mengerti?!" amuk Rania marah.
"Tidak!!" tegas Arga datar dan dinginnya. "Jangan coba-coba minum itu lagi, atau semacamnya. Kalau sampai kamu melakukannya lalu terjadi apa-apa, maka aku tidak akan pernah mengampunimu Rania bahkan jika berlalu seumur hidup!!" ancam Arga melanjutkan.
Membuat Rania mengerutkan dirinya kebingungan. "Tapi kenapa Mas?!" tuntut Rania meminta penjelasan.
Arga terdiam sesaat dan berpikir keras. "Aku sebenarnya tak mau mengatakan ini, tapi Rania sebenarnya perutmu sudah rusak karena sakit kemarin. Aku tidak tahu apa yang sudah kamu konsumsi sampai bisa begitu, tapi kata dokter saat itu, kamu tidak boleh makan makanan yang sembarangan lagi dan harus hati-hati jika makan jajanan diluar yang tidak ada jaminan higenisnya," jelas Arga terpikirkan hal itu dan mulai menciptakan kebohongan Rania.
Karena terlihat begitu meyakinkan, Rania mengangguk percaya saja. "Terus bagaimana Mas. Walaupun itu cuma jamu herbal alami, tetap benaran tidak boleh aku minum?"
"Ya dan sebetulnya aku juga tidak tega menyampaikan hal ini, tapi kalau tak tahu kamu pasti terus cerewet dan bertanya terus. Maaf, Ran, sebetulnya aku juga tak tega padamu," jelas Arga sambil menyeringai picik tanpa sepengetahuan Rania.
"Apa jangan-jangan itu juga yang membuat Mas bertanya, apa aku merasa mual beberapa hari lalu?" tanya Rania dan Argapun menganggukkan kepala dengan sedikit ragu.
Namun setelah mendengarkan pertanyaan otu, tiba-tiba saja Arga terpikirkan sesuatu. "Ah, iya. Ada beberapa hal lagi yang kamu tahu, selain mual tersebut. Ada lagi rasa kram di perutmu dan mungkin dalam waktu dekat ini perutmu akan sedikit membuncit. Telat datang bulan mungkin adalah efek dari obat yang dokter berikan dan itu obat yang selama ini kamu minum," jelas Arga dengan gampangnya membohongi Rania.
Istrinya langsung terlihat lemas dan juga memucat dalam seketika. Membuat Arga agak merasa bersalah, karena mungkin kebohongannya agak berlebihan. Dia pun mendekat dan mengusap tengkuk Rania.
"Tapi kamu jangan terlalu khawatir. Itu bukan penyakit berat, hanya sakit perut biasa yang memang tidak bisa diremehkan sih," enteng Arga menjelaskan. "Namun asal kamu menurut dan meminum obatnya rutin kamu tak perlu operasi," jelas Arga menenangkan, tapi bukannya tenang setelah mendengar kalimat operasi Rania tambah pucat.
"Operasi? Sampai separah itukah?" tanya Rania serius dan Arga malah menganggukkan kepala dengan entengnya.
'Kalau tidak bisa melahirkan secara alami, memang harus operasi Rania!' seru Arga membatin.
"Tapi jangan khawatir, kamu hanya perlu lebih sehat dari sebelum sakit dan caranya mulailah dengan makanan yang higenis dan bernutrisi. Hm, aku juga punya s**u untuk membuat perutmu cepat membaik," ujar Arga memberitahu. "Ayo duduklah sebentar dan biarkan aku membuatkannya," jelas Arga melanjutkan.
Pria itupun menuju lemari penyimpanan yang ada di dapur itu dan mengeluarkan sesuatu di sana. 'Tak sia-sia usahaku membuang bungkus s**u hamilnya dan mengganti tempatnya dengan ini,' batin Arga sambil melihat wadah penyimpanan s**u yang efektif membuatnya tetap terjaga dan higenis.
Arga pun dengan cepat menyiapkan susunya di gelas dan menyerahkannya pada Rania. 'Padahal aku sudah sempat bingung gimana caranya memberikan s**u hamil ini pada Rania. Perempuan rewel itu pasti menolak jika tak mendapatkan jawaban yang tepat. Ah, tapi bagus sekali istri ku ada bodoh-bodohnya, jadi aku bisa menipunya!' batin Arga tersenyum puas.
"Minumlah dan mulai sekarang kamu harus mengkonsumsinya rutin dua kali sehari!" seru Arga memberitahu. "Itu juga jika kamu tak mau dioperasi dan juga jangan buang lagi obat mu seperti yang kemarin itu!" lanjutnya memperingatkan.
Rania pun menganggukkan kepalanya patuh. Terbayang kata operasi yang membuatnya takut dan merinding, dia merasa tak punya pilihan sehingga harus menuruti Arga.
*****