BAB 5: Berubah Cepat

2378 Kata
Cukup lama Cayra duduk sendirian, sudah banyak air mata yang dia tumpahkan. Cayra tidak beranjak sampai beberapa temannya yang sering berlatih es skating datang. Hitomi, pelatih Cayra sempat mengajak berbicara untuk menanyakan keadaan Cayra yang tidak seperti biasanya, Cayra hanya bisa mengatakan bahwa dia baik-baik saja tanpa berkata apapun lagi. Cayra tidak bisa menjelaskan keadaannya kepada orang lain, ini masalah keluarganya. Ada banyak panggilan yang telah Cayra abaikan, gadis itu masih belum memiliki kekuatan melihat Ariana maupun Hezberg. Bila mengingat perkataan Ariana satu jam yang lalu mengenai status Cayra yang bukan anak kandung, rasanya sangat sakit. Hati Cayra hancur.. Cayra tidak tahu apa yang harus dia katakan kepada Ariana dan Hezberg bila nanti mereka kembali bertemu. Cayra tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang, dia hanya ingin duduk dan diam mencari ketenangan, sebelum memikirkan apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Pandangan Cayra mengedar, melihat teman-temannya yang sempat menyapa kini sudah mulai latihan es skating. Cayra menarik napasnya dengan sesak, tangannya yang berada di atas paha gemetar, sesekali ujung-ujung kukunya beradu. “Cay.” Cayra mengangkat wajahnya dan melihat kehadiran Javier, dari sorot matanya yang dipenuhi oleh kekhawatiran, Cayra bisa menebak bahwa Javier datang atas permintaan orang tuanya. Javier segera duduk di sisi Cayra, sesaat dia meneliti keadaan Cayra untuk memastikan tidak terjadi sesuatu kepadanya. Seketika Javier membuang mukanya begitu Cayra membalas tatapannya. Javier tidak berbicara, dia menunggu waktu yang tepat sampai Cayra bisa terlihat tenang dan bisa mengendalikan diri. “Kau sudah tahu hasil tes DNA itu sejak kemarin kan?” Cayra membuka suara lebih dulu. Javier mengangguk dengan berat terlihat sangat bersalah karena sudah menyembunyikan semuanya. Javier memiliki alasan tersendiri mengapa dia memilih diam dan berpura-pura tidak tahu. “Aku minta maaf Cay,” aku Javier dengan napas yang memberat. “Aku tidak sengaja mendengarnya dan berpura-pura tidak tahu. Aku berpikir, ada baiknya jika kau perlu tahu semuanya dari orang tuamu. Aku tidak memiliki hak untuk mengatakannya.” Cayra tersenyum ironis, mau diberitahu Javier ataupun diberitahu Ariana, hasilnya sama saja. Hati Cayra terluka, rasa sakitnya teramat perih hingga terlalu sederhana bila ungkapkan dengan kata-kata. Cayra tidak bisa menyalahkan keputusan Javier karena keputusan Javier adalah hal yang benar. Javier membuang napasnya dengan berat, dia berkata, “Aku tahu kau pasti sangat terluka dan kecewa dengan apa yang terjadi sekarang,” ucap Javier dengan hati-hati. “Aku juga ikut bersedih atas semuanya Cay.” Cayra tidak menjawab, bola matanya bergerak pelan menyapu bangku-bangku kosong penonton es sakting yang tidak terisi. Tidak ada yang bisa Cayra katakan saat ini, dia hanya bisa berkelut dengan kesedihannya yang semakin kuat. “Cayra,” Javier bergeser, meraih tangan Cayra, dengan lembut dia menempatkan jari-jarinya di sela-sela jari Cayra sebelum menggenggamnya. “kau harus tahu Cay, bukan hanya kau saja yang saat ini terluka. Paman Hezberg dan bibi Ariana-pun pasti merasakan hal yang sama. Jika bibi Ariana memintamu untuk melakukan tes DNA ulang, aku sangat percaya bibi Ariana memiliki alasan tersendiri.” “Aku takut,” jawab Cayra samar. “Jika hasil tes DNA ulang memberitahu bahwa aku bukan anak mereka. Aku akan pergi meninggalkan ibu dan ayah, meninggalkanmu dan yang lainnya karena harus tinggal di tempat yang baru,” jawab Cayra dengan sesak. Pengakuan Cayra berhasil membuat Javier terdiam, dia tidak sampai berpikir sejauh ini bila nanti Cayra menemukan keluarga barunya. Bagaimana jika Cayra pergi? “Aku mengerti. Maaf, tidak memahami perasaanmu,” jawab Javier tidak lagi bisa berkata-kata. Javier tidak berada di posisi Cayra, dia tidak pantas bicara terlalu jauh karena yang merasakan semuanya adalah Cayra. Cayra menengok, melihat Javier dengan tatapan sendunya. “Apa aku egois?” lirih Cayra terdengar menyakitkan. Javier menggeleng dan menggenggam lebih kuat tangan Cayra, dengan cepat dia segera memeluk Cayra dan menepuk-nepuk punggungnya. “Tenangkan saja dulu pikiranmu Cay, aku percaya kau mengetahui apa yang terbaik untuk dirimu.” Tubuh mungil Cayra gemetar, samar isakannya kembali terdengar begitu dia membalas pelukan Javier yang saat ini sangat begitu dia butuhkan untuk menjadi sandaran. *** Di malam hari Cayra baru bisa kembali ke rumah sakit. Ketika Cayra datang ke rumah sakit, dia tidak langsung datang menemui Ariana dan Hezberg, pikirannya masih berkelut memikirkan apa yang harus dia lakukan sekarang. Cayra masih belum tahu apa yang harus dia katakan. Kaki Cayra bergerak pelan, melewati banyak ruangan, sesekali dia diam dan bersandar di dinding, menikmati rasa sepi yang lebih menenangkan. Ada banyak hal yang Cayra pikirkan jika dia setuju dengan melakukan tes DNA ulang dan jika hasilnya Cayra memang bukan anak kandung Ariana dengan Hezberg. Mungkin Ariana dan Hezberg akan mulai mencari anak kandung mereka dan membawanya pulang, begitu pula dengan Cayra yang mungkin harus pergi keluar dari kediaman keluarga Watson. Hati Cayra sangat hancur hanya dengan membayangkannya. Namun, bila Cayra menolak untuk melakukan tes DNA ulang, dia menjadi sangat egois dan tidak memikirkan orang lain. Jika Ariana dan Hezberg penasaran dengan anak kandung mereka, tidakkah Cayra juga harus penasaran dengan orang tua kandungnya? Cayra membuang napasnya dengan berat, dia kembali melangkah cukup jauh menuju ruangan Hezberg. Cayra itu sempat berdiri di depan pintu ruagan Hezberg di rawat. Melalui celah kaca di pintu, Cayra dapat melihat Ariana kini tengah mengupas buah, membujuk Hezberg untuk makan. Hezberg tidak bisa tenang sedikitpun karena sampai saat ini Cayra belum kembali. Hezberg takut terjadi sesuatu kepada Cayra. Cayra menarik napasnya dalam-dalam, gadis itu sempat dibuat diam termenung, tenggelam dalam perasaan bersalah bila menolak keinginan Ariana yang ingin melakukan tes DNA. Cayra tidak tahu, apa rencana Tuhan dibalik semua kejadian yang terjadi saat ini, Cayra tidak bisa bertanya mengapa dia harus menerima ujian sebesar ini. Satu hal yang pasti, Cayra berharap ada hari yang cerah untuknya di masa depan nanti. Langit tidak selamanya terang cerah, ada kalanya mendung berpetir, dan gelap. Namun, selama waktu masih berjalan, semua hal itu akan terus datang silih berganti. Jika badai datang, pada saat waktunya tiba, badai itu akan hilang dengan sendirinya dan sesuatu yang cerah datang. Dalam satu tarikan napas panjangnya Cayra mulai memberanikan diri untuk membuka pintu dan menunjukan diri di hadapan Ariana juga Hezberg yang langsung dibuat terperanjat, bisa bernapas dengan lega karena Cayra kembali dalam keadaan baik-baik saja. Cayra tertunduk tidak berani menatap mata kedua orang tuanya. “Aku akan melakukan tes DNA,” ucap Cayra tiba-tiba. Ariana langsung berdiri dan melangkah pelan mendekati Cayra. “Cay, ibu minta maaf jika tadi sudah bicara terlalu keras padamu. Ibu tidak akan memaksamu untuk melakukannya sekarang jika kau tidak siap.” “Tidak, aku baik-baik saja. Aku bisa melakukannya segera,” jawab Cayra dengan tegas. Cayra tidak ingin membuang waktu, percuma dia membuang waktu jika pada akhirnya Ariana tetap mencaritahu. *** Victor membungkuk begitu lama di hadapan Hezberg yang tengah duduk di ranjangnya. “Anak muda, kau tidak perlu melakukannya,” ucap Hezberg tidak enak hati. “Saya meminta maaf, saya benar-benar menyesal atas perbuatan saya yang merugikan orang lain. Maafkan saya,” ucap Victor dengan suara lantang mengakui dan menyesali perbuatannya. “Angkat kepalamu,” pinta Hezberg pelan. Perlahan Victor berdiri dengan tegak, pemuda itu tidak melhat wajah Hezberg sedikitpun dan hanya menatap lantai. Victor datang untuk meminta maaf atas kecelakaan lalu lintas yang terjadi, ini bukan karena titah Joseph saja, ini murni atas penyesalannya. Victor tidak pernah ingin menyakiti siapapun meski dia adalah seseorang yang egois. Kecelakaan yang terjadi bukan keinginannya, Victor sendiri sedang menerima hukuman dari kakeknya. Beruntung saja orang yang tidak sengaja Victor tabrak orang baik. Hezberg tidak melalukan laporan apapun kepada kepolisian atas incident yang di alaminya. Bagi Hezberg, dengan Victor tidak kabur dan memanggil ambulance, hingga ikut ke rumah sakit, mengganti mobil yang rusak dan menanggung semua keperluan rumah sakit, itu sudah cukup bagi Hezberg. “Aku sudah memaafkanmu. Kau sudah bertanggung jawab dengan apa yang telah terjadi. Lain kali, tolong lebih berhat-hati agar tidak terulang,” nasihat Hezberg terdengar bijaksana. “Terima kasih,” jawab Victor. Setelah selesai meminta maaf, Victor kembali keluar ruangan untuk menemui seorang pengawal yang menjaganya dan akan mengatarnya pergi pulang karena selama dua minggu ini dia berada dalam pengawasan untuk menerima hukuman. *** Tiga hari menunggu hasil tes keluar, Cayra melewati hari-harinya seperti biasa. Pergi ke sekolah, pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Hezberg, dan latihan es skating. Cayra masih bisa berpura-pura tenang di hadapan semua orang bahwa dia baik-baik saja, dia berhasil membuat Ariana dan Hezberg tidak mengkhawatirkannya. Cayra bisa menunjukan senyumannya kepada semua orang. Pada kenyataannya, di setiap malam Cayra menangis sedirian, tenggelam dalam kegelisahan dan rasa takut yang kuat. Cayra enggan memandangi wajahnya di cermin karena tahu apa yang ada telah dia tunjukan kepada semua orang akhir-akhir ini, berbanding balik dengan keadaan hatinya yang sesungguhnya. Di keramaian orang-orang, Cayra merasa seperti sedang sendiri dan kesepian. Cayra tidak bisa terus bersandar kepada Javier karena Javier juga memiliki kehidupan pribadi. Cayra tidak bisa mengeluh kepada kedua orang tuanya karena mereka juga sedang terguncang. Cayra hanya bisa diam bergelut dalam diam, sampai akhirnya hari hasil dari tes dna keluar. Ketegangan kian kuat dirasakan Cayra, begitu pula dengan Ariana dan Hezberg. Mereka terlihat berkumpul, menunggu seorang dokter memberitahu hasilnya. Cayra menarik napasnya dengan kesulitan, kepalanya berdenyut penuh dengan ketegangan, gadis itu hanya bisa melihat lantai yang dipijaknya. Cayra bisa menebak hasil tes yang keluar, namun dunia terasa benar-benar runtuh dengan sempurna ketika dokter yang mengatakan hasil tesnya. Cayra memang bukan anak Ariana dan Hezberg. Suara tangisan terdengar di dalam ruangan itu.. Sesak, itulah yang Cayra rasakan pertama kali. Cayra hanya bisa menutupi wajahnya dan menekan kelopak matanya agar berhenti menangis. Tubuh Cayra gemetar lemas tidak bertenaga, air mata yang dia sembunyikan tetap membasahi wajahnya, Bibir Cayra gemetar, kerongkongannya kering dan perih saat menarik napas. Cayra berpikir, dunia telah berhenti saat ini juga. Ariana datang memeluknya dengan erat dan mengusap kepala Cayra. “Aku tetap ibumu Cayra, apapun yang terjadi, aku dan Hezberg adalah orang tuamu. Meski nanti kau bertemu dengan kedua orang tua kandungmu. Kami tetap menyayangimu Cayra, tidak akan pernah berubah sampai kapanpun.” Tangisan yang tidak bersuara dan ditahan akhirnya meledak, Cayra membalas pelukan Ariana dengan kuat. Hati Cayra sangat hancur lebur, dia tidak bisa merasakan perasaan apapun lagi selain sakit. *** Dinginnya lantai es dapat dirasakan ketika Cayra berdiri di depan pintu, tiga hari telah berlalu sejak hasil tes keluar. Kini Cayra harus kembali bangkit, dia tidak bisa tenggelam dalam kesedihan, apalagi kondisi Hezberg harus stabil, jika Cayra terus menunjukan kesedihannya, itu akan membuat kondisi kesehatan Hezberg tidak membaik. Cayra tidak ingin, perubahan sikapnya membuat Hezberg kepikiran. Sejak dua hari yang lalu Ariana terlihat sibuk, dia menghubungi pihak rumah sakit di luar kota, tempat dulu dia melahirkan. Ariana berusaha keras mencari anak kandungnya dan orang tua kandung Cayra. Melihat seberapa berusahanya Ariana mencari anak kandungnya. Cayra berpikir, mungkin kedua orang tua Cayra juga akan seberusaha itu mencarinya jika tahu anak kandungnya ada di tempat lain. “Kenapa kau hanya berdiri saja?” Cayra menengok, melihat Javier yang datang dan berdiri di belakangnya. Cayra berbalik dan tersenyum. “Aku sedikit melamun.” “Jangan melamun,” jawab Javier seraya merebut sepatu es skating di tangan Cayra. Tidak terduga dia membungkuk di hadapan Cayra. “Javier, aku bisa melakukannya sendiri,” ujar Cayra tidak enak hati karena perhatian yang terus menerus Javier tunjukan kepadanya beberapa hari terakhir ini. “Angkat saja kakimu Cayra,” jawab Javier tidak mempedulikan. Mau tidak mau Cayra mengangkat kakinya, dan membiarakn Javier memakaikan sepatu untuknya. Cayra tertunduk, melihat bahu lebar Javier yang kini membungkuk di hadapannya. Semua kebaikan Javier membuat Cayra kembali mengharapkan banyak hal darinya. Javier tahu semua yang Cayra butuhkan, Javier tahu semua kekurangan Cayra, dan hanya Javier yang membuat Cayra merasa nyaman menjadi dirinya sendiri. Mungkin ini terdengar egois, tapi jauh di dalam lubuk hati Cayra, dia berharap jika Javier hanya bersikap manis seperti ini kepadanya saja. “Kau melamun lagi Cayra.” Cayra menarik semua kesadaranya dan melihat Javier yang kini sudah kembali berdiri dan tersenyum. “Terima kasih,” ucap Cayra terbata. “Kau mau pergi less?” tanya Cayra. Sejenak Javier melihat jam tangannya dan mengangguk. “Aku harus segera pergi, nanti kita kembali bertemu untuk belajar bersama.” “Aku mengerti.” Sorot mata Javier yang hangat membuat Cayra mematung, pria itu mengusap kepala Cayra sebelum memutuskan pergi berlari. Berdebar, selalu itu yang Cayra rasakan disetiap kali mendapatkan perhatian Javier. Ini bukan yang pertama, namun debaran yang Cayra rasakan dari hari ke hari semakin kuat. *** Ketika Cayra pulang sekolah, dia menemukan Ariana yang tengah mengepak banyak pakaian dan memasukannya ke dalam koper. Cayra bertanya-tanya, apa yang akan Ariana lakukan padahal Hezberg masih berada di rumah sakit. “Ibu, apa yang Ibu lakukan?” Tanya Cayra mendekat dan berdiri di ambang pintu. Ariana langsung meninggalkan pakaian dan kopernya, wanita itu menarik Cayra untuk duduk di ruangan tamu karena ada sesuatu yang harus dikatakan. “Cay,” Ariana meraih tangan Cayra. “Ibu sudah mendapatkan kabar keberadaan saudaramu, ibu akan pergi dan memastikannya. Mungkin butuh waktu beberapa hari, apa kau tidak keberatan jika nanti ibu membawanya pulang?” Cayra menarik napasnya dengan sesak, dia tidak menyangka bahwa keputusan Ariana akan menjadi secepat ini, padahal Cayra masih sedang berusaha berdamai dengan keadaannya dan Hezberg masih sakit di rumah sakit. Cayra ingin bertanya, mengapa Ariana menjemput anak kandungnya secepat ini? Sayangnya pertanyaan itu harus Cayra tahan karena dia tidak memiliki wewenang apapun untuk menahan Ariana. “Cay, kau dengar ibu kan?” Dengan berat Cayra mengangguk dan tersenyum memaksakan. “Apapun keputusan ibu, aku tidak keberatan. Tapi, bagaimana dengan ayah yang saat ini di rumah sakit? Aku harus sekolah dan tidak bisa menjaganya sepenuhnya.” “Tidak apa-apa, ibu sudah menyewa perawat untuk menjaganya selama beberapa hari ini. Jadi, kau bisa fokus belajar.” Ariana melihat kepenjuru arah, meneliti rumahnya yang sederhana. “Cay, apa ibu boleh meminta suatu hal lagi padamu?” “Apa?” “Mungkin jika saudaramu benar-benar tinggal di sini, dia akan membutuhkan banyak penyesuaian. Jika tidak keberatan, apa boleh, untuk sementara, kamarmu pindah ke ruangan belakang?” Cayra tercekat kaget, Ariana belum benar-benar bertemu dengan anak kandungnya, namun mengapa dia sudah memikirkan hal-hal yang jauh seperti ini? Padahal Ariana tahu Cayra takut kegelapan, kamar belakang tidak memiliki jendela. Kenapa Ariana tidak meminta Cayra untuk berbagi ranjang saja karena kamarnya cukup besar. “Ibu” “Ibu mohon Cayra,” potong Ariana tidak mendengarkan pendapat Cayra terlebih dahulu. “Baiklah,” jawab Cayra samar. “Terima kasih Cayra.” To Be Continued..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN