What's Wrong With You, Bro?

2518 Kata
Daniel itu, selalu seenaknya saja. Dari dulu hingga hari ini, tidak pernah berubah, sifatnya tidak terpengaruh oleh usia. Lihat saja, dimana laki-laki itu sekarang berada. Setelah bertemu dengan Tiara, apakah dia kembali ke kantor? TIDAK! Daniel mendekam di butik Tiara hingga sore hari, setelah Tiara mencak-mencak menyuruh Daniel segera enyah dari butiknya. Bukan Daniel jika tidak membuat Tiara kesal, jangankan pulang, dia bergeser satu senti dari tempat duduknya saja tidak. Bukan apa-apa, Tiara harus melayani pengunjung, bersikap ramah tamah dan menyunggingkan senyum sepanjang hari, itu melelahkan. Sekarang, ditambah keberadaan Daniel dengan segala godaan yang cowok itu layangkan. “Pulang sekarang atau lo nggak boleh ketemu gue selamanya?!” Kali ini Tiara serius dengan ucapannya, melihat betapa kesalnya perempuan itu membuat Daniel akhirnya mau undur diri, tapi dengan satu syarat. “Boleh peluk nggak, Ti? Dikit aja, segini..” kata Daniel seraya jarinya membentuk huruf U sempit dengan posisi 270 derajat. Tiara merotasikan bola mata, kesabarannya sudah di ujung tanduk. Perempuan itu buru-buru merentangkan tangan menyambut pelukan Daniel. Mendapat persetujuan Tiara, Daniel tak membuang waktu lagi, dia menyambar tubuh Tiara untuk dipeluk erat. Semua kerinduan, selama bertahun-tahun, akhirnya luruh sore itu juga bersamaan dengan tumbangnya sang surya di ujung barat sana. Apa yang Daniel rasakan juga dirasakan oleh Tiara, pelukan Daniel ternyata masih tetap sama rasanya, hangat. Dia tidak mungkin lupa, itu favorite Tiara sejak dulu. Keduanya saling melepaskan setelah pelukan panjang, “Gue balik dulu ya, besok gue kesini lagi–” “Eeehh, jangan!” “Kenapa?” Daniel menatap kecewa. “Besok Bunda ke butik, please lo jangan kesini ya,” Daniel menghela nafas berat, “Yah, gagal deh. Kalo gue kangen gimana?” Tiara memukul bahu laki-laki itu, “Lebay! Nggak ketemu gue bertahun-tahun aja bisa lo, begini aja masa gabisa nahan sampe lusa?” “Oh, jadi lusa boleh ketemu?” Bukannya menjawab, Tiara malah mendorong tubuh Daniel agar segera pergi, tidak aman untuk hatinya yang berdebar kencang sejak tadi. Daniel sih nyengir aja melihat kelakuan Tiara yang lagi salting. Kembali ke ruangan tempat Daniel berada saat ini, mengingat bagaimana Tiara menyambut baik kembalinya dia di kehidupan perempuan itu membuat benih harapan timbul kembali setelah tenggelam beberapa tahun belakangan. Kembali ke waktu sekarang, dimana Daniel berada setelah pulang dari butik Tiara? “Bro ini sangat tidak tau diri, punya rumah sendiri pulangnya tetep ke rumah gue.” Lucas datang seraya membawa dua mangkuk mie instan kuah dan dua cangkir kopi. Daniel yang disindir malah terkekeh. “Tukeran aja lah, Cas. Gue udah terlanjur nyaman sama rumah lo dari sejak remaja” Benar. Kamar ini berdiri dengan kedamaian yang tak lekang oleh waktu, aura ketenangan di tengah hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari. Dulu, saat Daniel lelah dengan semua keadaan dan hidupnya, kamar Lucas menjadi tempat yang akan ia tuju untuk menemukan kembali ketenangan. “Kenapa kamar gue nggak bisa senyaman kamar lo?” Kedua lensa Daniel menyusuri setiap inci kamar sobatnya itu, ada jendela besar yang berada di sisi timur, fungsinya agar matahari pagi bisa menyelinap masuk melalui jendela kaca tersebut. “Alah alasan, sebenernya sama aja. Lo aja yang emang udah kebiasaan pulang kesini” Lucas tau, Daniel tidak akan tiba-tiba datang hanya untuk menodong semangkuk mie instan. Pasti ada sesuatu. “Gue abis ketemu Tiara,” Nah, kan. “Hm, terus?” Sembari menekuri mie instan miliknya, Lucas menaruh atensi penuh pada Daniel. “Kita makan sushi bareng” “TMI banget?” Daniel nyengir, “Gue seneng, Cas..” tangan Daniel sejak tadi hanya sibuk mengaduk-aduk kuah mie instan, “Gue beneran seneng hari ini..” “Keliatan banget lo masih cinta sama Tiara, Niel.” Tanpa ragu Daniel mengangguk, dia setuju. Setelah menelan kunyahan di mulut, Lucas kembali bersuara, “Gimana sama Tavisha? Nggak mungkin lo ninggalin dia gitu aja” Senyum di bibir Daniel perlahan menghilang, untuk yang satu itu dia belum memikirkannya. Akankah Daniel melepaskan Tavisha yang bahkan belum sempat ia miliki. Atau dia akan mempertahankan Tavisha? Lalu bagaimana dengan Tiara jika dia bertahan dengan Tavisha? Lucas merasa deja vu. Dulu saat remaja, Daniel juga pernah melakukan kesalahan seperti ini. Dan berujung putus dengan Tiara. Akankah kali ini sobatnya melakukan kesalahan yang sama? “Menurut lo gimana?” “Lah? Lo yang punya masalah kenapa jadi gue yang harus mikir?” “Ck. Nggak setia kawan banget lo” “Bodo.” Laki-laki berperawakan tinggi dengan kulit kecoklatan itu kembali menikmati mie instan tanpa menatap ke arah Daniel yang tampaknya sibuk berpikir. “Hari ini sebelum ketemu sama Tiara, gue ketemu Tavisha di tempat sushi.” kali ini tanpa menunggu respon Lucas, Daniel melanjutkan kalimatnya. “Gue sempet nemenin dia makan siang sebentar karena nggak enak ninggalin dia gitu aja. Dan lo tau? Sepanjang nemenin dia makan dan dengerin dia cerita, pikiran gue udah lari ke tempat Tiara. Rasanya gue nggak bisa kontrol itu semua” Lucas meletakkan mangkuk mienya dengan sedikit kasar, menatap tajam ke arah Daniel yang sedikit terkejut. “Satu hal yang harus lo inget, Daniel. Dulu, gue diem pas lo ngelakuin hal bodoh kayak gini, antara Tiara atau Rasiva. Tapi sekarang, gue gak akan diem kalau lo sampai bertindak bodoh sekali lagi.” “Gue bingung—” “Lo nggak bingung! Lo serakah. Lo mau Tiara, itu udah jelas. Tapi lo nggak bisa kasih kepastian yang jelas ke Tavisha. Kalau lo emang mau lanjutin pdkt sama Tavisha, jangan kasih harapan ke Tiara, lepasin dia.” Lucas mengusap wajah kasar, dia tidak marah, hanya kehilangan kendali saja. Dia begini bukan karena benci Daniel melainkan peduli. Rasa peduli Lucas diatas kata wajar, dia dan Daniel telah terikat persahabatan lebih dari sepuluh tahun lamanya. Dia hanya tidak ingin Daniel terjerumus lagi. “Niel,” “Hm?” Daniel menatap Lucas, wajahnya tidak menunjukan ekspresi apapun. “Gue beneran peduli sama lo. Gue berharap banyak lo bisa bahagia sama pilihan lo, tapi tolong.. buang sifat buruk lo itu.” Daniel berdehem, “Lo kayak gini beneran peduli atau cuma mau rebut Tiara dari gue, Cas?” “Oh my…shit!” Lucas menyugar rambut, “Denger, gue udah suka sama perempuan lain, dan itu jelas bukan Tiara.” “Hah? Anjing! Seriusan lo? Boong!” Sialan! “...rahasia.” Lucas menjawab dengan suara pelan, hampir seperti bisikan. Lucas merutuki dirinya sendiri, kenapa dia harus keceplosan sih?! “Ngomong sekali lagi gue hantam mulut lo, siapa cewek apes itu?” “Mulut lo!” Lucas tampak kesal dengan reaksi Daniel, untuk beberapa saat Daniel malah tertawa. “Jadi? Siapa dia?” ○○○○○ Siapa dia? Dia adalah sosok perempuan super sibuk, super keras kepala, super gigih dan pantang menyerah. Dia perempuan yang saat ini duduk di depan dua laki-laki yang pernah satu sekolah dengannya. Daniel melongo, mulutnya bahkan sampai menganga secara tak sadar. Satu, karena nyawanya masih belum terkumpul penuh. Dua, dia tau siapa gadis yang Lucas maksud, Daniel mengenalnya, karena pernah terjadi konflik diantara mereka saat masa remaja. “Dia?” tanya Daniel seraya menoleh ke samping, ketara sekali dari raut wajah cowok itu, antara yakin dan tidak yakin. Dan,.. dia benar-benar tidak tau kalau Lucas masih berhubungan dengan perempuan di depannya ini. “Ngapain lo nunjuk-nunjuk gue?” Perempuan itu menepis telunjuk Daniel yang sejak tadi mengarah padanya, Daniel mengaduh, pukulannya tidak main-main, bertenaga. “Harusnya gue yang tanya, lo pake pelet apaan ke temen gue??” “Jaman sekarang masih pake pelet? Cih! Cupu! Lagian, kalo gue pake pelet, temen lo udah pasti bertekuk lutut di depan gue dari dulu, gak perlu gue susah-susah ngejar sampai sebegininya.” Benar, Lucas diam-diam menahan senyum melihat bagaimana Ayudia membela diri di hadapan Daniel. “Ck. Ck. Ck. Keren juga lo, udah berapa lo ngejar-ngejar Lucas?” “Gak penting berapa lama gue ngejar dia, yang penting gue bisa dapetin dia.” Daniel mengangguk, “Wah, gede juga nyali nih perempuan.” Sekarang Daniel paham kenapa Lucas akhirnya bisa luluh pada perempuan cantik bernama Ayudia ini. Meski perempuan, Ayudia tidak merasa malu dan merasa rendah karena mengejar laki-laki yang ia cintai. Mungkin, dari sana juga hati Lucas akhirnya terketuk. Tidak banyak perempuan yang bisa melakukan hal gila seperti Ayudia. Lucas hanya mengangkat bahu, begitulah. “Emangnya gue elo, berani taruhan sampai sekarang lo gak berani deketin Tiara lagi, apalagi buat dapetin tuh cewek, jauuhh.” “Jaga alat bacot lo itu!” “Ehem!” Lucas berdehem, dia merasa kata-kata Daniel barusan terlalu kasar. “Ck. Iya-iya!” Daniel paham kode yang diberikan oleh sobatnya. “Kalo misal nih, misal sobat gue akhirnya gak bisa lo dapetin, gimana?” Kali ini Ayudia terdiam, sedikit merasa tersentil. Bukan dia tidak pernah memikirkan kemungkinan terburuk itu, hanya saja rasa cinta dan ketulusan sebesar ini, sayang jika tidak diperjuangkan. Ragu-ragu Ayudia melirik ke arah Lucas yang sejak tadi diam menyimak perselisihan di antara dia dan Daniel. “...perjuangan gue udah berakhir.” hanya itu yang bisa Ayudia ucapkan. Memangnya dia bisa apa selain dipukul mundur? “Tuh, dengerin, Cas.” Daniel menyenggol siku Lucas seraya menaikan kedua alisnya. “Jangan sampai anak orang lo bikin gila karena udah ngejar-ngejar lo dari SMA, eh, ujungnya gak dapet.” “Lagipula ya, Niel. Menurut lo gue gila karena ngejar Lucas, sampai kayak gini. Karena lo gak pernah paham apa itu cinta dan ketulusan.” Daniel terkejut mendengar ucapan Ayudia yang telak menyenggol hati mungilnya. “f**k! Telak banget omongan lo.” Dari dulu, dari banyaknya cewek-cewek yang menggilai Daniel, selain Tiara ada Ayudia yang tidak mempan oleh pesona Daniel. Kalau Tiara sih ujung-ujungnya kena pelet Daniel, tapi Ayudia? Entah kenapa dia tidak pernah merasa Daniel semenarik itu. Mungkin karena dia mencintai sobat Daniel, jadi, tidak ada waktu menanggapi buaya modelan Daniel ini. “Btw, lo mau disini sampai kapan? Nggak kerja emangnya? Santai banget kayak yang punya perusahaan aja” “Fyi, dia emang anak dari yang punya perusahaan” kali ini Lucas yang menjawab, membuat Daniel nyengir lebar seraya menepuk pundak sobatnya. “Pantes..” “Keren??” “Gak tau cara menghargai waktu! Alias lo semena-mena anj–” untung saja Ayudia ingat dimana dia berada, tatapan tajam Lucas menghentikan u*****n yang sudah di ujung lidah. Dua kali, ucapan Ayudia telak menghantam d**a Daniel. “Pulang sana, kerja yang bener, jangan seenak jidat mentang-mentang anak pemilik perusahaan” “Lah, lah, yang punya rumah aja gak keberatan gue disini,” Daniel kembali menoleh menatap Lucas yang duduk diam di sampingnya, “Lo nggak keberatan kan, bro?” “Keberatan sih, cuma gue tahan aja.” “Bangsat.” Ayudia tertawa melihat wajah kesal Daniel, sementara Daniel sibuk misuh-misuh, Lucas sibuk menatap wajah Ayudia yang tengah tertawa. Manis. “Sukuriinn!!” “Awas aja lo, gak bakal gue restuin kalian berdua!” “Gak butuh.” “Gak butuh.” Ayudia dan Lucas menjawab kompak, membuat Daniel semakin kesal. Sekarang rasa menyesal itu datang, kalau tau perempuan yang Lucas maksud adalah Ayudia, Daniel akan mengurungkan niat menginap dirumah Lucas. Lucas hanya bercerita kalau sosok perempuan ini berhasil mengetuk hatinya dengan cara paling sederhana, padahal sebelum-sebelumnya dia tidak pernah tertarik pada perempuan ini. Juga, Lucas bilang kalau Daniel penasaran, tunggu sampai esok hari, karena dia yakin perempuan itu akan mendatangi rumahnya. “Cabut aja lah gue, gak guna juga disini.” Daniel beranjak, asisten rumah tangga yang semula sibuk di dapur berseru, “Mas Daniel mau pulang? Nggak sarapan dulu?” “Males, tuan rumahnya ngeselin.” “Lah??” “Udah, biarin aja, Bi. Lagi datang bulan dia.” kata Lucas menengahi. Bibir tipis Daniel sibuk merapalkan mantra alias menggerutu, kakinya melangkah keluar dari rumah Lucas menuju ke peraduannya. ○○○○○ “Nah, ini, ditunggu dari tadi. Hape kamu kenapa nggak aktif?” Mommy Ana menodong Daniel yang baru saja memasuki rumah. Tatapan Daniel langsung tertuju pada sosok yang duduk di salah satu sofa, melambaikan tangan menyapa. “Tavisha?” “Hai, Mas..” “Kok? Kok bisa ada disini?” Gadis itu mengangguk seraya tersenyum manis, “Tadi aku nganter catering ke gereja deket sini, aku inget alamat rumah Mas Daniel juga di deket sini, jadi sekalian mampir” “Tavisha juga bawain kamu makanan nih, katanya kamu sering mampir kemana tadi, Sha? Cafe kamu?” “SummerX, Te” “Nah itu, kita lanjutin ngobrolnya sambil sarapan yuk, ayo Tavisha kita ke meja makan” Tavisha mengangguk, dia berjalan beriringan dengan Mommy Ana yang tampak sangat welcome pada gadis itu. Daniel mengusap wajah, lantas mengikuti dua perempuan itu. Daddy Nat tak lama bergabung di meja makan. “Tavisha udah lama kenal sama Daniel?” Mommy Ana yang pertama membuka suara. “Belum, Te. Baru beberapa bulan terakhir” “Kenalnya dimana kalau boleh tau?” “Ah, waktu itu di depan masjid, Mas Daniel nggak sengaja nyerempet aku” “Wah, bisa kebetulan gitu ya..” Mommy Ana mengangguk-angguk, wanita paruh baya itu mulai menyeruput kuah sop konro, kedua bola matanya mendadak melebar, Tavisha sudah bisa menebak reaksi tersebut, sama seperti reaksi orang-orang yang pertama kali mencicipi masakannya. “Wah! Ini beneran kamu yang masak??” Gadis itu mengangguk malu-malu, “Iya, belajar dari Mama” “Ini enak banget loh, beneran, tante nggak bohong, Daniel kenapa nggak pernah kasih tau ke Mommy kalau ada makanan seenak ini?” “Kayak Mommy suka makan di luar aja,” kali ini Daddy Nat yang menimpali, laki-laki itu mengangguk setuju tentang betapa enaknya sop konro tersebut. “Eh? Kan bisa di take away, Dad.” Tavisha menoleh ke samping dimana Daniel duduk diam sejak tadi, “Kenapa nggak dimakan, Mas?” “Iya, Niel. Jangan cuma diliatin gitu” Mommy Ana menyadari raut wajah Daniel yang tidak berselera entah karena apa. Melalui tatapan mata, Mommy Ana memberi kode agar Daniel segera makan sebagai bentuk menghargai Tavisha yang memberi serta mengantar ke rumah pagi-pagi begini. “Iya,” Acara sarapan pagi itu tampak tenang, Mommy Ana bertanya banyak hal kepada Tavisha, mulai dari kuliah, jurusan, rumah, juga saling bertukar cerita ketika beliau masih muda. Tavisha menanggapi dengan sedikit gugup, maklum baru pertama kali ketemu. Untung saja Mommy Ana terlihat begitu pengertian dengan kecanggungan Tavisha. Sarapan pagi itu selesai beberapa menit kemudian, Daddy Nat pamit untuk pergi mencuci mobil di luar, sementara Mommy Ana pamit mau siap-siap pergi ke kantor. Kini, hanya ada Tavisha dan Daniel yang ada di meja makan. “Mas? Kamu nggak apa-apa, ‘kan?” “Eh? Emang keliatannya gimana?” Tavisha hanya menggelengkan kepala, “Maaf ya, aku kesini tanpa bilang ke kamu dulu” “Kalau boleh jujur, selama ini gue jarang bawa cewek sampai ke rumah. Cuma pernah satu kali. Sekalipun gue pernah menjalin hubungan sama banyak cewek.” “Mas–” “Sori ya, Sha. Gue agak nggak nyaman..” Tavisha benar-benar merasa bersalah, dia bodoh karena tidak izin dulu pada Daniel hingga berakhir kedatangannya membuat Daniel tidak nyaman. “Mommy selalu welcome ke semua orang, jadi…” Belum sempat Daniel menyelesaikan ucapannya, Tavisha buru-buru berdiri, gadis itu terlihat memaksakan senyumnya. “Sekali lagi aku minta maaf, Mas. Aku pamit ya, terima kasih untuk sarapannya” Tidak hari ini, begitu pikir Tavisha. Dia masih belum siap mendengar kata-kata yang lebih bikin ngilu perasaannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN