Shinta terlihat sangat kesal

1421 Kata
Setelah lama berdebat dengan polisi di tempat kejadian tadi. Dellon dan Shinta memutuskan untuk menyelidiki sendiri. Dan, Dellon sudah menemukan banyak sekali bukti. Dan, begitu pula Shinta. Tapi mereka belum puas dengan penemuan mereka. Shinta dan Dellon pergi ke rumah sakit. Dan, mereka juga meminta bantuan dokter untuk melakukan otopsi. Dellon sudah berhasil menghubungi keluarga korban. Dan, menjelaskan semuanya. Setelah lama berbincang dengan keluarga korban. Dan, menjelaskan yang terjadi. Dellon akhirnya dapat ijin untuk melakukan otopsi pada korban. Dan, dia meminta bantuan dokter forensik. Sementara Shinta masih berbincang dengan polisi di luar rumah sakit, sembari menunggu hasil visum yang dilakukan oleh dokter. “Gimana dengan kasus selanjutnya.” Ucap Dellon, dia melihat beberapa berkas yang dikumpulkan oleh polisi. Kali ini mereka sengaja untuk mengurus semuanya dengan polisi yang sekarang ada di lokasi kejadian. Beberapa perbedaan dari hasil penyelidikan membuat Shinta harus memutar otaknya untuk berpikir apa kasus ini sebenarnya pembunuhan atau tidak. Shinta menghela napasnya saat melihat beberapa dokumen miliknya. “Emm … jika ada Felix disini, dia pasti tahu apa sebenarnya yang terjadi. Dalam sekejap saja dia juga bisa memutuskan kasus ini pembunuhan atau tidak, sekarang semuanya dirinya yang ambil keputusan,” gerutu Shinta. “Sekarang minta tolong Felix juga tidak mungkin. Dia tidak ada disini,” ucap Shinta lirih. “Bagaimana?” Tanya sang polisi pada Shinta. “Nanti saja, kita cocokkan lagi. Kita tunggu saja hasil visum, kita juga tidak bisa memutuskan sepihak saja,” jelas Shinta. “Baiklah!” jawab sang polisi. Hampir 3 jam menunggu hasil dari dokter. Tak lama hasil visum itu mulai keluar. Dan, dokter memberikan hasil visum itu pada Dellon. Dia memberi tahu Dellon beberapa hal yang mencurigakan di atas kematian. Dan, semuanya sudah dijelaskan dokter pada Dellon. Setelah paham, Dellon mencoba melihat korban di ruang mayat. Dia melihat jelas ada seperti sebuah suntikan yang berada di lengan kiri. Namun, dalam pemeriksaan tidak ada zat beracun dalam tubuhnya. Hal itu yang membuat dokter juga ikut bingung. Semua sudah melakukan pengecekan sebisa mungkin. Namun, tetap saja bagian dalam masih normal tidak ada pembekakan akibat racun atau apapun. Saat Dellon masih sibuk di rumah sakit, Shinta bersama dengan polisi pergi ke kantor polisi. Mereka mencocokan data bersama. Namun, berbeda dengan Dellon yang meminta bantuan dokter untuk menyelidiki lebih lanjut. Dari hasil pemeriksaan tidak ada yang mencurigakan, kekerasan juga bukan. Namun, hanya ada beberapa sentuhan di lengan kiri, dan tengkuk leher. Namun pemeriksaan semuanya nihil. Dia juga tidak menggunakan obat terlarang apapun, korban bersih dari pengaruh obat terlarang ataupun alcohol. Setelah lama melakukan penyelidikan, Dellon memutuskan untuk keluar dari kamar mayat. Dia mengakhiri penyelidikannya. Dan, segera meminta pihak rumah sakit untuk mengurus jenazah orang tersebut. Dellon dengan wajah frustasi, dia melangkah keluar dari rumah sakit. Namun pikirannya terlihat kosong. Dia memikirkan kejadian tadi. Dellon masih terlihat kebingungan dengan apa yang terjadi. Dia ingin memberi tahu Felix. Hal yang ditemukannya sekarang, sama dengan kejadian kemarin, dan Felix sudah mempunyai bukti untuk kejadian kemarin. Dellon yang mulai bingung dengan apa yang terjadi. Dia segera mengeluarkan ponselnya, kedua matanya berkeliling melihat sekitarnya. Merasa sudah terlihat aman, Dellon memutuskan untuk pergi ke belakang rumah sakit, dengan segera Dellon mencoba untuk menghubungi Felix. Tak butuh waktu lama, Felix menerima panggilan dari Dellon. “Ada apa? Aku masih sibuk,” ucap Felix. “Sebentar saja aku minta waktu kamu. Aku hanya ingin, minta bantuan kamu hanya sebentar saja. Ini perihal kasus pembunuhan yang baru saja aku selidiki. Pembunuhan ini sangat aneh, khasus sama dengan yang pertama. Namun ini kecelakaan lebih parah. Dan, anehnya mobil hancur bagian depan kursi pengemudi. Kaki pengemudi bersila di atas jok mobil. Dan, kedua tangan masih memegang setir mobil.” “Bentar, ini kasus yang masuk dalam berita hari ini?” Tanya Felix memastikan. “Iya, apa kamu juga melihatnya di televisi. Kamu melihat bagaimana posisi korban, kan?” Tanya ** “Kasus ini benar-benar berbeda dari kasus sebelumnya. Ini murni kecelakaan,”ucap sang polisi. “Apa yang kamu katakan, bukannya jelas ini pembunuhan bukan murni kecelakaan,” ucap Dellon. “Kita bisa lihat sendiri dari lokasi kejadian. Jika memang dia murni kecelakaan dari mobil saja hancur bagian depan, dan tepat di depan bagian pengemudi. Tapi kenapa tidak ada sama sekali luka lecet. Memang sih, mobil mewah dengan standar keamanan yang tinggi. Tapi, dia bahkan sampai meninggal. Tidak mungkin,” saut Shinta. “Iya, memang tidak mungkin. Tapi ini semuanya kenyataan. Dan, tidak perlu diperpanjang lagi. Korban memang murni kecelakaan,” tegas sang polisi. Shinta menghela napasnya, dia terlihat sangat frustasi. Apa yang dikatakan polisi tidak bisa diganggu gugat lagi. Itu sudah murni keputusan yang sudah diajukan pihak kepolisian. Shinta hanya bisa diam, dia meletakan kembali dokumen yang ada. Dengan wajah yang penuh rasa kecewa. Shinta tidak berhenti terus berdesis kesal. Dia segera bangkitdari duduknya, dan segera membalikkan badannya. Melangkahkan kakinya pergi meninggalkan kantor polisi dengan penuh rasa kecewa. Sama sekali tidak ada tanggapan serius sama sekali dengan kasus yang dianggapnya sangat aneh. Shinta menggelengkan kepalanya pelan. Dia segera berjalan menuju ke mobilnya yang terparkir tak jauh dari sana. Dia terlihat begitu kesal dan segera menyandarkan punggungnya di body mobil. Sebelum dia masuk ke dalam mobilnya, dia menatap kedepan. Melihat kantor polisi yang masih terlihat tenang seolah tidak terjadi apapun. “Kemana Dellon, kenapa dia belum juga sampai?” Tanya Shinta pada dirinya sendiri. Dia mulai teringat tentang Dellon, Shinta membalikkan badannya ke belakang, dia mengamati pintu masuk tidak ada seorangpun yang masuk kantor polisi. “Apa dia lupa tidak membaca pesan dariku. Atau, dia sengaja tidak mau datang menemuinya. Aatu, dia tidak tahu jika aku berada disini,” gerutu Shinta. Dia mengangkat tangan kanannya, melirik jam tangan berwarna hitam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Jarum jam menunjukan pukul 3 sore, dari pagi sampai menjelang sore. Belum juga Dellon menghampirinya. Shinta menghela napasnya kesal. "Dia bilang jika masih dj rumah sakit. Sekarang tidak ada kabar lagi. Apa maunya," ucap Shinta kesal. Dia tidak mau menunggu lama. Shinta segera masuk kedalam mobilnya. Dia mulai menyalakan mesin mobilnya. Dengan wajah kesal, dan penuh rasa kecewa. Wanita itu segera menjalankan mobilnya pergi meninggalkan kantor polisi. Mobil Shinta perlahan melaju ke jalanan raya. Dia mengemudi dengan kecepatan sedang. Menuju ke tempat dimana dia tinggal. Kali ini dia tidak mau menunggu terlalu lama di markas. Dia sengaja peluang lebih dulu. Tanpa pedulikan Dellon. Hari ini, hari yang menyebalkan bagi Shinta. Apalagi dia ditinggalkan begitu saja oleh Dellon. Sekarang, bahkan Dellon tidak menghubunginya sama sekali. Shinta berdesis kesal. Dia mencengkeram snagat erat setir mobilnya. Bibirnya berkerut, seidk8t bangun beberapa senti. Shinta mulai menambahkan kecepatan mobilnya. Dengan kecepatan tinggi. Dia berhasil sampai di rumahnya hanya hitungan menit. Butuh waktu 20 menit dia sampai di rumahnya yang jaraknya bahkan bisa lebih 45 menit perjalanan. Dengan laju normal. Shinta menghentikan mobilnya di garasi rumahnya. Dia keluar dari mobilnya dengan wajah memendam amarah. Berjalan masuk ke dalam rumahnya. "Non, Shinta," sapa seorang wanita paruh baya yang tiba-tiba membukakan pintu rumahnya. "Iya," jawab datar Shinta. "Non, baru pulang? Non mau makan apa? Apa perlu saya rasakan sekarang?" tanya wanita paruh baya itu. Dia seorang pelayan yang sudah lama bekerja dengannya. Dari dia masih kecil sampai Shinta sudah beranjak dewasa. "Buatkan aku makanan. Taruh dalam kamar. Dan, jangan ada yang ganggu aku. Jika ada yang mencarimu. Bibi bilang jika aku tidak ada di rumah. Aku keluar sebentar," ucap Shinta. "Baik, non!" "Aku lelah mau istirahat. Jika nanti aku ketiduran di kamar. Bibi taruh saja makanannya di atas meja," pinta Shinta. Dia segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah mewah miliknya. Shinta adalah anak dari ketua agen intelijen terkenal. Namun, ayahnya meninggal saat dia berusia 9 tahun. Dan, ibunya juga bertugas di luar negeri. Dia seorang ahli sniper. Tentara wanita yang tidak pernah takut dengan peperangan. Shinta merasa hidupnya hampa. Dia tidak punya siapa-siapa di rumah. Dan, hanya punya teman-teman yang selalu ada untuknya. Dia lebih suka tinggal di markas dari pada harus pulang ke rumah. Bahkan dia sering menghabiskan waktu di sana. Dan, juga Felix. Dia juga sering tidur di markas. Namun, yang lain lebih memilih pulang. Di markas hanya ada 3 kamar tidur. Sementara Dellon, dia juga jarang sekali tidur di sana. Hanya ada tugas khusu dia terpaksa lembur dan mengerjakan semuanya sendiri di markas. Shinta beranjak masuk ke dalam kamarnya. Dia menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Sudah hari satu bulan tidak pulang ke rumah. Shinta merasa sangat merindukan kamarnya. Dia menghela napasnya. Merentangkan kedua tangannya ke samping. Menikmati enaknya tidur di atas ranjangnya sendiri. Entah, dimana Dellon sekarang. Dia bahkan tidak memberi tahu dirinya dimana? Apa jangan-jangan Dellon lupa jalan? Atau, ada musuh yang mencoba menyerangnya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN