Foto orang yang mencurigakan

2719 Kata
Back Felix. Setelah kabur dari Mark, Felix sengaja menyimpan cctv kecil di mobil yang di kemudikan Mark, dia sengaja memnatau Mark. Dan, mendengar apa yang dia katakana di sana. Entah kenapa Mark memang orang yang mencurigakan. Dia pasti dari awal memang sengaja untuk mengincarnya. Felix kali ini pergi ke tem,patnya menyimpan semua barang-barang, dan langsung kabur dari sana. Tanpa meninggalkan jejak sama sekali. Felix pergi mencati penginapan lain yang jauh dari markas. Sebelum dia pergi meninggalkan kota dan pergi ke macau sesuai dengan apa yang minta Yuan. Semua anggota akan berkumpul di sana. Mereka tidak hanya ingin melihat kehidupan gila di Macau. Tapi juga ingin menyelidiki sesuatu di sana. Felix berada di sebuah penginapan yang sederhana, hanya untuk menginap satu malam saja. Dia terus berada di dalam kamarnya. Felix terus menatap layar laptopnya. Dia mengamati setiap gerak-gerik Mark. Namun dirinya hanya bisa melihat saat Mark berada di dalam mobil sambil melakukan perjalanan. Sekarang sudah hamper 3 jam Felix menunggu di layar laptopnya. Mark belum juga naik ke dalam mobilnya. Entah kemana dia pergi, Felix hanya melihat sopir yang berada didalam mobil. “Kemana perginya Mark, kenapa aku sudah menunggunya dari tadi tapi belum juga melihatnya. Bukannya dia sedang berada di restaurant. Atau, jangan-jangan dia sudah pergi?" Merasa frustasi tidak menemukan Mark di sana. Dia meletakkan kembali laptop nya di atas meja. Dan, segera pergi ke kamar mengambil sesuatu. Felix berada di sebuah penginapan yang memang tidak jauh dari sana. Dia sengaja mencari tempat untuk berlindung lagi. Sebelum semuanya tahu. Felix kembali menuju ke tempat dimana dia meninggalkan semua barang-barangnya. Dia berada di sana hanya untuk mengambil kembali barang-barangnya. Dan, pergi mencari tempat tidur yang hanya digunakan selama satu hari. Dan, tepat tengah malam. Dia menemukan penginapan dengan harga murah, dan fasilitas yang sangat bagus. Ada ruang tamu, dan juga kamar tidur. Dia juga bisa masak sendiri. Seperti sebuah kontrakan kecil namun hanya untuk singgah selama satu hari. Saat Felix berada di kamarnya. Dia segera membuang semua identitasnya. Felix membakar identitas Black Rose yang dibawa olehnya. Ke belakang rumah itu. Dia membuang semuanya Yang berhubungan dengan Gio nama samarannya. Setelah selesai, Felix kembali lagi menuju ke dalam rumahnya. Dia sudah berhasil menurun semua identitas yang baru saja dia dapatkan. Dan, sudah menyelidiki semuanya. Saat berada di dalam taksi perjalanan menuju ke tempat singgahnya. Felix, menutup pintunya rapat. Hari ini dia bisa bernapas lega. Bisa bebas dari Black Rose. Jika terlalu lama terperangkap disana. Sama saja dirinya mengorbankan nyawanya sendiri. Di sana sangat bahaya. Begitu membahayakan bagi dirinya. Apalagi Mark bukan orang sembarangan yang mudah dibohongi. Mark punya otak yang sangat cerdas. Meskipun dia sudah menyimpan datanya di server yang mana. Beberapa kali juga Mark berhasil mengobrak abrik server yang dia buat. Bahkan Yuan saja tidak sanggup melawannya sendiri. Lawan yang sepadan dengannya. Itu membuat dirinya geleng-geleng kepalanya. Dia di luar dugaan. Makannya begitu tapi, tanpa terlihat jejak sama sekali. "Sekarang, aku ingin hilang satu hal pada teman-temannya. Mereka pasti sangat khawatir denganku." gerutu Felix. Bukanya langsung menghubungi temannya. Felix berjalan menuju ke dapur. Dia membuat kopi panas untuknya. Setelah selesai, Felix membawa kopi itu berjalan menuju ke tempat duduknya. Dia beranjak duduk di sofa. Meletakkan kopi itu di atas meja. Tak lupa, Felix segera meriah laptop nya yang di letakkan di atas meja. Baru saja ingin menghubungi teman lainya. Shinta Dan Dellon sudah menghubungi dia sendiri. Felix langsung mengangkat panggilan video call dari mereka. Bella yang ikut bergabung di panggilan itu. Dia tersenyum tipis. Melihat Felix dengan keadaan baik-baik saja. “Felix, akhirnya kamu bisa dihubungi.” Ucap Bella, dia bisa bernapas lega saat bisa video call dengan Felix, bahkan dia menyambungkan panggilan itu bersama dua temannya juga yang ada di kota berbeda dengannya. Felix hanya diam, sembari menarik dua sudut bibirnya tipis, sebuah senyuman terukir di bibirnya. Kedua alis ikut tertarik ke atas secara bersamaan. “Kenapa kamu hanya senyum saja?” saut Shinta, dia yang masih sibuk dengan pekerjaannya. Seketika meninggalkan semua berkas tergeletak di atas mejanya. Kedua tangan Shinta berada di atas meja menutupi berkasnya. Pandangan mata tertuju pada layar laptop yang saat ini mereka gunakan untuk menghubungi Felix. Felix terlihat begitu santainya, dia duduk di sofa, menyandarkan punggungnya sembari menikmati secangkir kopi panas di tangannya. “Ada apa dengan kalian? Kenapa kalian begitu khawatir dengan saya.” Ucap Felix tanpa rasa bersalah sama sekali sudah membuat semua temannya khawatir dengannya. Bahkan sudah 2 hari tidak ada kabar. Dan, tiba-tiba muncul dengan wajah tak berdosa itu. Jemari tangan Felix meraih lembaran kertas yang ada di atas meja depannya. Dia menarik tubuhnya duduk lebih kedepan menatap layar laptopnya. Tangan kanan meletakkan cangkir di atas meja. Dia mengangkat tangan kirinya, menunjukan hasil temuannya pada temannya. “Kalian kenal orang-orang ini?” Tanya Felix, wajah yang semula terlihat masih bercanda kini berubah menjadi mood serius. Semua manatap dengan sangat serius. Melihat layar laptopnya masing-masing. Bella mengerutkan keningnya, dia melihat sebuah t**i lalat di lengan tangan kiri laki-laki itu. Bella mencoba memutar otaknya untuk mengingat kembali siapa seseorang di balik gambar itu. Seketika kedua matanya melebar. Saat mengingat tanda itu, dia pernah melihatnya di tangan seorang wanita paruh baya yang melaporkan kejadian yang janggal atas kematian anaknya. Dia mengingat betul setiap detail t**i lalat di tangannya itu. “Bentar, dia benar laki-laki?” Tanya Bella memastikan. “Memangnya kenapa?” Tanya Felix. Dia menarik sudut bibirnya tipis. “Apa pikiran kita sama?” Tanya Felix, menarik salah satu alisnya. Dia membuka lagi lembaran kedua dengan foto yang berbeda. Semua seketika terdiam, hanya Bella yang tahu apa maksud dari perkataan Felix padanya tadi. Shinta, Yuan dan Dellon. Dia hanya bisa diam tanpa tahu apa maksudnya. “Itu siapa lagi?” Tanya Shinta lebih dulu. Sekarang terlihat Yuan yang mulai mengingat siapa foto laki-laki dalam lembaran kertas yang di tunjukan padanya itu. “Bukanya dia seorang laki-laki yang pernah mencoba untuk mengusikmu di tempat persembunyian.” Jawab terus terang Yuan. Bella menggerakkan kepalanya pelan, menatap ke arah Yuan menyipitkan matanya. Menatap penuh rasa curiga padanya. "Kenapa hari-hari ini kalian terlihat sangat mencurigakan. Felix dan juga Yuan. Kenapa kalian mengenal orang itu? Dan, bagaimana Felix tahu jika kamu diganggu olehnya?” Tanya Bella yang mulai penasaran dengan rahasia mereka berdua. Bella menatap ke layar laptopnya, nelihat tatapan Felix yang masih tidak terlalu menganggap pertanyaanya serius. Sementara Yuan, dia seketika terbungkam dengan pertanyaannya. Menatapnya dengan tatapan gugup. Bibir tertutup sangat rapat, jakun terlihat naik turun. “Bella, kenapa kamu terlalu curiga. Kita menjalankan tugas. Bukan sebuah rahasia lagi tentang ini. Apa yang dikatakan Yuan memang benar. Lagian dia tahu juga karena aku dan dia video call sebelum kejadian. Dia yang batu aku juga dari jauh. Dia membimbingku perlahan. Itu bukanlah hal yang sudah biasa di tim kita. Apalagi yang kamu curigai. Ada yang aneh? Tidak ada, kan?” jawab Felix, dia menggelengkan kepalanya pelan. Tersenyum simpul menatap Bella. “Atau, sebenarnya kamu merindukanku Bella sayang?” goda Felix, dengan tatapan sedikit centil menggoda. Bella memutar matanya malas. “Jangan panggil aku sayang.” Kesal Bella, mengerutkan bibirnya beberapa senti. Sembari melipat kedua tangan di atas dadanya. Bella memalingkan wajahnya acuh, sambil menyandarkan punggungnya di sofa. “Bella, Bella, ada-ada saja yang kamu curigai.” Timpal Shinta sembari terkekeh kecil. Sementara Dellon biasa memasang wajah dinginnya. “Sudah! Sudah! Lanjutkan, apa yang kamu ingin ceritakan tadi. Apa hubungan kedua orang itu?” Tanya Bella, kali ini dia bertanya tidak menatap ke arah mereka. “Mereka di tempat yang berbeda. Apa mereka masih ada hubungan? Dan, Bella tadi Tanya foto pertama laki-laki dan yang dipikirkan Bella kejadian kematian aneh kemarin di mobil, kan. Si pelapor wanita. Dan, memang dari raut wajah juga sedikit mirip. Apa mereka berkelompok? Tapi untuk apa?” Tanya Yuan baru menatap kedua foto itu. Dia perlahan mulai paham siapa mereka. “Khasus ini akan berkepanjangan, dan aka nada rahasia besar yang terbongkar. Kita hanya perlu mengumpulkan bukti saja. Aku sudah tahu dalang semuanya di khasus pertama.” Jelas Felix, dia meletakkan dua lembar kertas itu di atas meja. “Kasus satu dan dua saling berhubungan. Dan, wanita itu begitu pintar sekali menyamar. Dan, aku mendapatkan semua identitas aslinya. Dia juga tinggal tidak jauh dari tempat aku tinggal sekarang. Aku pastikan, Yuan kamu bantu aku melihat aktifitas yang dilakukan olehnya. Aku sudah memasang cctv tersembunyi di rumahnya.” “Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam rumahnya?” Tanya Yuan heran. “Itu bisa dilakukan dengan mudah. Dan, sekarang ibu orang terbunuh di mobil itu, dia sudah meninggal. Dan, bahkan dia meninggal sudah sejak lama sebelum kedua anaknya meninggal.” “Apa?” Shinta melotot tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Felix. Jemari tangan Felix perlahan mulai meraih satu cangkir kopi yang tersisa. Dia mulai meneguknya perlahan, lalu meletakkan kembali cangkir itu. Pandangan matanya mulai fokus kembali pada layar laptopnya, menatap ke empat temannya. “Bentar, Bentar! Aku masih bingung dengan apa yang kamu katakana.” Ucap Shinta. “Terlalu bodoh!” saut Dellon singkat, dia sedari tadi hanya diam mendengarkan penjelasan Felix. Dellon duduk di ujung sofa, melipat kedua tangan di atas d**a. Dan salah satu kaki menyilang. Tidak terima dikatakan bodoh oleh Delon, Shinta memicingkan salah satu matanya, menggerakkan kepalanya ke kiri, menatap kearah Delon. “Kami sekali bicara, selalu nyakitin hati. Lebih baik diam saja.” Dellon mengusap ujung kapal Shinta, mengacak-acak rambutnya. “Kamu paham tidak yang dimaksud Felix, jika tidak memang kamu terlalu bodoh.” Kata Dellon. “Memangnya kamu paham?” “Paham!” “Apa?” kesal Shinta, dengan nada sedikit menantang. “Kamu punya otak, mikir sendiri.” Dellon mendorong bahu Shinta agar dirinya sedikit menggeser duduknya. Dellon duduk tepat di samping Shinta. Wanita itu hanya diam, menahan emosinya. Dia mengerutkan wajahnya, menghela napasnya perlahan. “Kucing dan tikus ini tidak pernah berhenti bertengkar setiap harinya.” Ejek Bella. “Bella dan Yuan. Aku akan menyusul kalian di jepang. Kalian jangan pergi dulu dari sana. Data yang kalian kirimkan padaku sudah aku analisis semuanya. Dan, aku akan menjelaskan semua itu pada kalian saat aku tiba disana.” Jelas Felix, memulai lagi penjelasannya. “Apa tiga orang keluarga yang meninggal juga pembunuhnya sama?” Tanya Dellon. “Iya, tapi masih belum tahu. Dengan cara seperti apa mereka membunuh. Kalian segera hubungi dokter forensik untuk memeriksa lagi para korban. Kalian juga autopsy semua keluarga yang terbunuh. Setelah selesai, aku akan memberikan simpulan. Apa benar yang aku pikirkan tentang pembunuhan itu benar.” Felix, mulai menyentuh satu laptopnya yang sekarang berada di samping. Dia menatap dua laptop sekaligus. Sementara jemari tangan Felix mulai fokus pada keyboard laptop berwarna hitam itu. Sementara shinta dan Dellon mereka masih tidak saling bicara. Kejadian tadi siang membuat Shinta harus menjauh dari Dellon lebih dulu. Dia merasa sangat kesal dengan apa yang dilakukan Dellon. Dia meninggalkannya sendiri. Bahkan meminta dirinya untuk tidak ikut dengannya melihat pemeriksaan dokter. Bahkan Dellon juga meminta Shinta melihat data di polisi. Dia sudah menunggunya lama. Belum juga Dellon datang. Namun, tiba-tiba Dellon datang ke rumah. Tapi, sesuai perintah. Pembantu Shinta meminta Dellon untuk pergi. Dia beralasan jika Shinta tidak ada di rumah. "Shinta, apa yang kamu lakukan?" tanya Dellon, dari balik ponselnya. Dia terus menatap wajah Shinta. Dia tahu Shinta pasti sangat marah. Namun Shinta masih saja mengacuhkannya. Dia bahkan tidak peduli sama sekali dengan Dellon. Meski beberapa kali, Dellon mencoba mengajaknya untuk bicara. Tetap saja di acungkan gitu saja oleh Shinta. "Felix, gimana kalau aku kirimkan semua penyidikan. Kamu bisa koreksi. Aku sudah kirim beberapa file padamu tadi. Kamu belum baca atau kamu belum melihatnya?" tanya shinta, seolah mengalihkan pembicaraan Dellon. "Belum aku baca," jawab Felix "Cepat balas. Aku akan lakukan penyidikan lagi besok." "Aku bantu kamu," saut Dellon. "Tidak perlu!" tegas Shinta. “Lakukan semuanya dengan sangat rapi, jangan ada yang tahu rencana kita termasuk polisi.” Kata Felix. “Baiklah!” jawab Shinta. "Tapi, kenapa polisi tidak boleh tau?" tanya Shinta bingung. "Nanti kamu juga akan tahu sendiri. Sekarang, lakukan saja sesuai dengan intrusi ku." Felix mengingatkan semuanya. Meski dirinya sendiri juga sedang dalam bahaya. Tapi, Felix terlihat sangat santainya. Pembunuh itu tidak tahu siapa dirinya. Dan, dia tidak akan pernah bisa membunuhnya. “Dellon, kamu tahu, kan. Apa yang harus kamu lakukan?” Tanya Felix, dia melirik ke arah layar laptop sampingnya. “Iya, aku tahu," jawab Dellon. “Lakukan dengan baik.”kata Felix. “Dan, untuk kasus pembunuhan di jepang tolong jangan bilang ada siapapun dulu. Kita perlahan saja selidiki. Lagian polisi juga akan melakukan hal sama. Menyamarlah menjadi agen intelijen mereka. Kamu cari tahu di ruang mayat. Disana ada mayat yang kamu ingin lihat, bawa dokter atau kalian selidiki sendiri.” Tanya Felix. Bella tersenyum tipis. “Kita akan selidiki itu sendiri. Tapi sayangnya ada yang tidak berani menatap menatap mayat.” Sindir Bella, entah kenapa Yuan spontan menoleh ke arah Bella. Dia mengerutkan mata kirinya. “ “Memangnya, ada yang dirugikan?” Tanya Yuan. “Nggak, ada! Aneh saja kalau tanya hal itu.” Saut Shinta. “Felix, bagaimana dengan bos? Apa dia masih sibuk dengan perintahnya?” Tanya Yuan. “Kamu Tanya pada Shinta dan Dellon, bukanya mereka yang masih sama bos bukan aku. Kalau aku lebih baik bekerja sendiri. Semua aku tentukan sendiri.” Jawab Felix, dia menghela napasnya. Kini pandangan matanya tidak fokus pada temannya. Bibirnya berbicara namun mata mengarah ke laptop satunya. Otaknya mulai bermain dengan laptopnya. Seperti biasanya dia bermain dengan Cyber. Sengaja dia masih terus bertarung antar hacker lainya. Entah siapa dia, bahkan dia tidak berhenti menyerangnya. dia berusaha mengambil datanya. Dan, mendobrak semua rahasia yang tersimpan di datanya. Jemari tangan Felix begitu fokus pada keyboard laptopnya. Aku yakin, ini pasti perbuatan Mark. Hanya dia yang tahu akun ini. Dan, dia berusaha untuk terus menyerangku. Dia bahkan terus terang menyerang ku. Ingin mengambil semua data. Tapi, Yuan yang tahu akan hal itu. Dia begitu cepatnya segera membantu Felix. "Yuan, Felix. Kenapa kalian berdua sibuk dengan laptop kalian. Kenapa kalian tidak membicarakan rencana selanjutnya. Apa kalian lupa, kalian harus melakukan tugas selanjut ya. Bukan hanya melihat laptop," pekik Bella. "Jangan banyak bicara, sayang. Sudah kamu diam saja. Atau, kamu mau diperhatikan?" Goda Felix. Dia mengangkat kepalanya. Menarik sudut bibirnya tipis. Mengukirkan senyuman menggoda. Felix mengedipkan salah satu matanya di layar laptop yang masih menyala. "Ih.. Ogah!" ucap Bella. Memutar matanya malas. "Jangan begitu, kata Yuan kamu khawatir denganku?" Yuan mengangkat kepalanya. Mengeluarkan wajah bingungnya dan sedikit polos. Bella menggerakkan kepalanya pelan. Dia menatap tajam ke arah Yuan. Tatapan mata itu terlihat sangat mengerikan. Seperti seekor harimau betina yang ingin memangsa dirinya. Yuan menelan ludahnya susah payah. "Siapa yang bilang?" tanya Yuan. "Bukan aku." Yuan menatap ke arah Bella, sembari mengibaskan kedua tangannya tepat di depan wajah Bella. Meski hanya Dibalas dengan tatapan sinis. "Jadi wanita jangan terlalu galak. Nanti gak laku," sindir Yuan. Sembari menahan tawanya. "Apa yang kamu katakan tadi?" tanya Bella, berkacak pinggang. "Gak, aku tidak bicara apa-apa," ucap Yuan. "Sudah, sudah! Jangan bertengkar lagi. Tidak ada untungnya juga kalian terus bertengkar," ucap Felix memisahkan pergerakan Yuan dan Bella. Felix, menaik turunkan alisnya menggoda. "Sayang, jangan terlalu galak. Nanti cantik hilang," goda Felix. "Gak jelas!" kesal Bella. Dia mengerutkan bibirnya. Melipat kedua tangannya diatas dadanya. Dia membalikkan badannya. Membelakangi laptopnya. "Ada apa denganmu?" tanya Yuan. "Gak, papa!" jawab jutek Bella. "Terserah kamu!" kesal Yuan. Dia segera mengambil laptop nya. Yuan sengaja ingin menggoda Bella. Dia membawa laptop nya pergi dari sana. Berjalan dengan langkah sangat hati-hati tanpa suara. Sengaja agar Bella tidak mendengar langkahnya. "Yuan ...." panggil Bella. Dia menggerakkan kepalanya pelan menoleh ke samping. Dan, ternyata tidak ada siapapun di sampingnya Bella menoleh ke belakang. Dia melihat Yuan yang sudah berjalan menuju ke kamarnya. Sembari membawa laptop nya. "Yuan ...." teriak Bella. Dia bangkit dari duduknya, berdengus kesal. Kedua tangan mengepal sangat erat. Sembari mencengkram ujung bajunya. Membentuk sebuah gumpalan di genggamannya. "Kenapa kamu bawa laptop nya." teriak Bella. "Kau mengantuk, aku mau tidur. Kalau kamu masih aku menghubungi Felix. Kamu bisa chat dia. Kamu juga punya nomornya sendiri. Nanti, kamu bisa bebas telponan berdua dengannya," ucap Yuan, mengeraskan suaranya. Dia masuk ke dalam kamarnya. Lalu, menutup rapat kamarnya. Bella menghela napasnya kesal. Dia kembali duduk di sofa. Dengan wajah memerah menahan amarahnya. "Awas saja kamu, aku tidak akan tinggal diam," kesal Bella. Tapi bentar, kenapa kamu amsih terpikirkan soal tadi. Kenapa ada yang janggal dari t**i lalat tadi. Sepertinya aku mengenalnya? Tapi, siapa dia. Bayangan orang itu mulai terlintas terus di kepalanya
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN