Seminggu yang berat dan terasa sangat lama akhirnya berlalu. Samara dan Samran sama sekali belum mendapat kabar dari Asmara. Samran benar - benar tak tahan lagi dengan sikap Samara yang semakin hari semakin aneh karena terlalu merindu Asmara.
"Buk, udah seminggu, nih. Katanya kita nengokin Bang Mara sekarang kalau dia tetep nggak ada kabar?" Samran menagih janji.
"Iya - iya, Dek. Kamu kenapa bawel banget, sih? Ini aku juga lagi siap - siap."
Samran mengernyit. Siap - siap katanya?
Samara memang sedang sibuk setrika. Jangan - jangan ....
Samran melajukan kursi rodanya mendekati Samara. Samran mendelik melihat baju yang disetrika Samara. Ternyata itu adalah gaun jadul mendiang ibu yang lain.
Kebiasaan Samara saat akan bertemu Asmara ternyata belum hilang. Samran sibuk menahan tawa. Ia sampai kehabisan kata - kata.
"Dek ... dari pada kemu cekikikan nggak jelas, mending sana motong - motong sayur di dapur. Aku mau masak enak buat makan bareng Mara nanti. Juga mau bikin cemilan sehat buat kita bawa nonton."
Samran terheran - heran. Samara dengan sangat mengejutkan ternyata sudah menyiapkan segala hal dengan detail. Padahal sebelumnya ia selalu ragu untuk menjalankan rencana mereka menjenguk Asmara.
Satu hal yang mengganjal di pikiran Samran. Samara menyiapkan banyak hal dengan susah payah dengan ekspektasi dapat melakukan segala hal yang ia inginkan bersama Asmara.
Tapi bagaimana jika saja saat ini kondisi Asmara belum begitu baik untuk makan makanan dari luar, dan untuk keluar nonton film?
Bagaimana lagi seandainya Rafi ada di sana? Belum - belum sudah diusir mereka. Seperti waktu itu.
Bagaimana juga seandainya ... seandainya ... kondisi Asmara sudah sangat parah. Sehingga ia tidak bertah - ....
Samran menggeleng akibat pikiran liarnya sendiri. Samran tidak boleh menghentikan semangat Samara dengan mengungkapkan segala hal yang ia pikirkan.
Ia yakin, Samara juga sudah memikirkan banyak kemungkinan terburuk. Namun kakaknya itu berusaha berpikir positif, dan semangat mengatur segalanya demi mewujudkan sebuah keinginan yang membahagiakan.
"Dek ... kok malah bengong. Sana buruan ke dapur!" Samara berpura - pura hendak menendang Samran.
Samran segera kocar - kacir berbalik arah menuju dapur.
~~~~~ ASMARA SAMARA ~~~~~
Hari hampir siang. Dua kakak beradik itu akhirnya selesai menyiapkan segala hal untuk dibawa ke rumah sakit. Termasuk menyiapkan diri mereka dengan penampilan sebaik mungkin.
Agaknya Samran sudah cukup terbiasa dengan Samara yang memakai gaun lawas mendiang Ibu. Cowok itu tak lagi menganggapnya lucu. Ia mengakui, benar kata Asmara, Samara nampak cantik dengan gaun itu.
Samran harus mengakui kakaknya cantik. Menjadi jauh lebih cantik ketika Samara mau berdandan sedikit saja. Seperti saat ini contohnya. Sayangnya jarang sekali Samara mau seperti itu. Samara terlalu fokus mengisi perannya sebagai berbagai peran. Kepala rumah tangga, ibu, kakak.
Samran bertugas membawa rantang berisi penuh dengan makanan dan camilan. Berharap rantang ini tak akan tertinggal seperti yang sebelumnya. Mengingat ini tinggal satu - satunya.
Ya ... meskipun rantang ini tak sebagus rantang yang tertinggal kemarin. Rantang yang tertinggal terbuat dari alumunium anti karat. Sedangkan rantang ini hanya terbuat dari plastik yang diberi warna hijau. Serta hiasan berupa stiker bunga mawar berwarna oranye.
Semoga saja rantang mereka yang tertinggal tidak dibuang. Karena sekali lagi, rantang itu adalah salah satu benda mewah di rumah ini. Mungkin itu tidak ada artinya untuk Rafi yang kaya raya. Tapi itu sangat berarti untuk mereka.
Mereka menarik napas panjang. Menyiapkan mental untuk menghadapi apa pun hari ini. Termasuk jika nyatanya nanti di rumah sakit mereka harus bertemu Rafi sekali lagi. Yang artinya mereka juga harus siap dihina da diperlakukan dengan tidak manusiawi sekali lagi.
Mereka harus membiasakan diri lebih mempertebal muka. Karena hidup nyatanya akan semakin sulit seiring berjalannya waktu. Mereka harus siap menghadapi segala hal, segala kemungkinan, baik atau pun buruk.
"Siap, Dek?" Samara mengambil ancang - ancang, menggenggam erat kendali kursi roda Samran.
"Kebalik. Harusnya aku yang tanya. Siap, Buk?" Samran cekikikan.
"Kenapa kok harusnya kamu yang tanya?"
"Iya, lah. Karena Ibuk harus mempersiapkan diri untuk bertemu pujaan hati yang tlah lama dirindui." Samran terbahak - bahak mengakhiri kata - katanya.
"Kamu tetep aja begitu, ya. Padahal aku nggak segitunya, tuh."
"Halah ... nggak usah ditutup - tutupin, Buk. Jujur aja sama dedek Samran yang paling tamvan sejagad raya ini!" Samran membuat huruf V dengan ibu jari dan jari tengahnya, ia tempelkan di dagu.
"Haluuuuuu!"
"Ibuk nggak setuju mengakui ketamvananku. Karena Ibuk anggep Bang Mara, lah, yang paling tamvan sedunia. Oke, fix. Jadi begitu!"
"Terserah kamu aja, deh."
Samara mulai melakukan kursi roda Samran, sembari mengingat sekiranya ada barang yang kelupaan.
Sampai di pintu depan, Samara melepaskan kendali kursi roda Samran. Ia membuka pintu cukup lebar agar kursi roda Samran muat.
"Bang Mara!" celetuk Samran.
Samara memang membuka pintu. Namun ia tak fokus dengan segala pemandangan di depan pintu. Mengingat fokusnya tertuju pada lebar pintu yang terbuka.
Barulah saat Samran menyeletuk, fokus Samara teralih. Ia segera menatap seseorang itu. Seseorang yang sedang berdiri di depan pintu, seraya tersenyum manis. Seseorang yang tinggi menjulang. Nampak jauh lebih kurus dibanding saat terakhir mereka bertemu.
Seseorang yang selalu nampak pucat. Namun tak pernah terlihat sepucat ini. Seseorang yang memakai piyama biru rumat sakit, menutupinya dengan jaket polos warna hitam. Ia memakai alas kaki sandal jepit swallow berserampat hijau.
Seseorang dengan kanula dan menyeret tabung oksigen.
Seseorang yang diinfus 24 / 7.
Seseorang yang membawa rantang mereka yang tertinggal tempo hari.
Seseorang yang saat ini sangat ingin mereka temui.
Seseorang yang mereka harapkan dalam kondisi baik saat ini.
Asmara.
~~~~~ ASMARA SAMARA ~~~~~
Hai hai, Jadi selain cerita Asmara Samara aku juga punya banyak cerita lain di akunku ini.
Semuanya sudah lengkap, sudah tamat, bisa kamu baca sepuasnya
Mereka di antaranya:
1. LUA Lounge
2. Behind That Face (dulu judulnya Adik Suamiku / My Husband's Twin Brother)
3. Nami and the Gangsters (dulu judulnya Tahu Bulat Sayaaaaang Kang Cilok) ini sequel LUA Lounge
4. My Sick Partner
5. The Gone Twin (dulu judulnya NARES)
6. Tokyo Banana
7. Melahirkan Anak Setan
8. Youtuber Sekarat, Author Gila
9. Asmara Samara (on - going)
Sip, sekian pengumuman ini aku tulis
Aku ucapkan selamat membaca
Jangan lupa tekan tanda love warna ungu sampai berubah warna jadi putih
Cukup sekali aja tekannya ya (satu kali untuk satu judul cerita)
Makasih
Sincerely
Sheila
-- T B C --