Andrea menatap Alvaro dengan penuh tanda tanya, Andrea mengajak Merry untuk masuk ke dalam apartemennya dan bertanya mengenai hubungan Alvaro dengan Merry.
“Kata nenek kamu sudah menikah ya Al? Padahal kita sudah bertunangan, kenapa kamu tega sama aku?” Tanya Merry.
“Siapa yang menyetujui pertunangan itu? Apakah aku hadir dalam pertunangan dan mengatakan setuju? Semua pertunangan itu nenek yang atur. Sejak awal aku menolak pertunangan denganmu,” ucap Alvaro.
Andrea hanya diam, kini dia mulai paham dengan pembicaraan mereka. Andrea tidak tahu jika Alvaro memiliki hubungan rumit dengan wanita lain, jika tahu dia tidak mungkin dengan mudahnya menyetujui pernikahan mereka.
“Stop Al, aku tau kamu belum mencintaiku, tapi kenapa kamu jahat banget sampai menikah dengan wanita lain. Kenapa kamu malah nikah sama wanita yang ga jelas asal usulnya ini?” Tanya Merry yang kini menatap Andrea dengan marah.
“Bentar-bentar, kenapa malah marahin aku? Lagian aku juga ga mau nikah kalau bukan dia yang memaksaku untuk tanggung jawab.” Andrea mengatakan hal itu.
“Tanggungjawab?” Tanya Merry.
“Udahlah ga usah banyak tanya, ini udah malem. Kami mau istirahat,” ujar Alvaro mengusir Merry.
Merry tetap bertahan dalam duduknya, Alvaro tidak peduli dengan wanita yang masih terdiam itu. Merry memang keras kepala dan Alvaro tidak ingin menariknya, dulu Merry pernah dengan sengaja menggandengnya dan hal yang terjadi adalah penyakitnya kambuh dan dia sungguh tidak ingin mengulang hal yang sama untuk kedua kalinya.
“Jika kamu tidak ingin pergi ya sudah,” ujar Alvaro tanpa malu langsung membopong Andrea menuju kamarnya.
Wanita itu langsung berdiri dia menghentakkan kakinya kesal dan pergi dari apartemen itu. Alvaro sengaja membuat adegan mesra karena dia tidak ingin wanita lampir itu terus berada disini dan membuat semuanya semakin rumit.
Alvaro menurunkan tubuh Andrea dengan lembut, dia tahu Andrea mungkin terkejut dengan apa yang terjadi, tetapi dia terus meyakinkan Andrea bahwa dia tidak ada hubungan dengan wanita yang mengaku tunangannya.
“Dia beneran tunangan kamu?” Tanya Andrea menatap mata Alvaro dalam.
“Ya paksaan dari nenek, tapi aku menolaknya. Aku bahkan tidak datang di hari pertunangan,” ujar Alvaro yang menata anak rambut yang menutupi wajah cantik Andrea.
Andrea menghela nafasnya lega, dia tidak ingin menjadi orang ketiga dalam hubungan orang. Andrea hanya lelah dengan semua drama percintaan karena itulah dia memilih menikahi Alvaro karena ingin terbebas dengan semua hal yang menyesakkan hatinya.
“Tidurlah, jangan pikirkan apapun, An.” Alvaro mengecup kening Andrea dan langsung menarik selimut untuk wanita yang kini sudah menjadi istrinya itu.
Alvaro hanya bisa menatap wanita yang ada di depannya dengan diam, dia memang belum memiliki perasaan apapun pada wanita itu, tetapi dia merasa nyaman ketika bersamanya. Alvaro tidak terpaksa dan dia aman dari penyakit langkanya, sudah lama dia mencoba mengobati kelainan itu secara diam-diam dan sampai sekarang tidak membuahkan hasil apapun.
Ponsel Alvaro berbunyi, dia segera keluar dari kamar karena tidak ingin mengganggu tidur istrinya Alvaro tahu pasti neneknya yang akan marah karena aduan dari Merry yang baru saja keluar dari apartemen ini.
“Jika kamu tidak menceraikannya maka jangan harap kamu memimpin Bentley grup,” ujar Diana.
“Nenek tidak tau apapun tentangku, jika nenek ingin aku mati baiklah aku akan menceraikan Andrea dan menikahi Merry.” Alvaro sampi sekarang tidak pernah mengatakan apapun terkait penyakitnya, dia hanya tidak ingin semuanya semakin rumit karena itulah dia tidak ingin memberitahu apa yang dia alami.
“Apa maksudmu? Apa yang kamu sembunyikan di belakangku?” Tanya Diana heran.
“Nenek tidak akan pernah tau, jika nenek memaksaku bersama Merry maka yang nenek lihat hanya kehancuranku.” Alvaro langsung menutup telponnya, dia tidak ingin berbicara panjang lebar pada Diana karena tidak ingin neneknya khawatir mengenai penyakitnya.
***
Keesokan paginya Alvaro sudah menyiapkan sarapan sederhana untuk keduanya, sejak tinggal sendiri dia memang terbiasa mandiri karena itulah dia tidak merasa keberatan ketika membuatkan makanan di pagi hari, Alvaro malah senang karena setidaknya ada orang yang bisa diajaknya berbincang di pagi hari seperti ini.
“Kamu udah mulai kerja?” Tanya Andrea yang mulai menggigit sandwich buatan Alvaro.
“Ya hari ini aku kesana, doakan saja semoga semuanya lancar.” Andrea mengangguk, dia hanya ingin tidak banyak masalah lagi dalam hidupnya.
Setelah selesai sarapan mereka lalu keluar bersama, Andrea dan Alvaro dengan tujuan yang berbeda.
Alvaro tahu bahwa Andrea bukan orang sembarangan, wanita itu juga bisa menyelidiki latarbelakangnya, tetapi rupanya Andrea bahkan tidak peduli dengan dirinya. Walau pernikahan ini atas dasar terpaksa, tapi Alvaro berjanji apapun yang terjadi dia akan tetap mempertahankan Andrea, hanya dia yang tidak membuat penyakitnya kambuh seperti ini.
Setelah 40 menit perjalanan kini Alvaro sudah sampai kantor, dia bergegas menuju ruangannya dan seperti yang dia duga neneknya sudah ada di sana.
“Apalagi yang nenek mau?” Tanya Alvaro.
“Apa yang kamu sembunyikan selama ini?”tanya Diana.
“Lagi pula nenek juga tidak akan percaya jika aku mengatakannya.” Alvaro sudah jengah menghadapi neneknya, semuanya terasa semakin rumit karena neneknya selalu menganggap segalanya harus sesuai dengan keinginannya.
“Aku sudah mengatakan alasanku, aku bisa mati jika tidak bersama Andrea.”
“Konyol sekali, kamu lupa Merry yang udah nyelamatin kamu dari penculikan?” Tanya Diana.
“Itu masa lalu, aku tidak peduli dengan semua itu. Aku tidak ingin bersama dengannya,” ujar Alvaro.
“Jika kamu memilih Andrea kamu keluar saja dari perusahaan ini,” ucap Diana.
“Baiklah, aku akan bergantung pada Andrea.” Alvaro menarik tas kerjanya dan berniat keluar dari ruangannya, ancaman neneknya tidak akan mempan kepadanya. Alvaro hanya ingin hidup nyaman bersama dengan wanitanya walau tanpa cinta setidaknya dia tidak terluka.
“Ini yang nenek mau,” ujar Alvaro melemparkan berkas di depan neneknya dan langsung keluar dari ruangan.
Alvaro sadar dia tidak bisa menyembunyikan penyakitnya semakin lama, neneknya harus tahu agar dia tidak memaksanya untuk bersama sengan Merry, wanita itu tidak pernah membuat dirinya tenang dan Alvaro merasa bahwa bukan Merry yang dulu menemaninya ketika diculik.
Selepas Alvaro pergi, Diana memanggil Gibran dia menanyakan semuanya tentang penyakit yang di derita cucunya. Diana terkejut, dia baru tahu bahwa ini alasan Alavaro terus menolak pernikahannya dengan Merry.
“Apa yang dokter katakan agar bisa menyembuhkan Alvaro?” Tanya Diana.
“Sampai saat ini dokter mengatakan tidak ada yang tuan lakukan, dokter hanya bisa membantu mengurangi rasa sakitnya.” Gibran mengatakan semuanya dengan jujur karena sejak Alvaro memberikan catatan medisnya maka dia sudah setuju jika Gibran memberitahu semuanya pada Diana.
“Jangan sampai hal ini tersebar di kalangan pemegang saham, aku tidak ingin mereka meragukan Alvaro.” Gibran mengangguk, dia juga tidak akan mengatakan hal itu karena dia tidak ingin tuannya kembali menjadi sasaran keegoisan Damian.
Diana memutuskan pergi dia meminta Gibran menutup semua hal yang menjadi kelemahan Alvaro, untuk saat ini dia hanya ingin fokus membantu Alvaro untuk menyembuhkan penyakitnya.
***
Pukul 12 siang Alvaro kembali datang ke perusahaan, walau dia kesal dia masih memiliki banyak tanggung jawab yang harus diselesaikan. Alvaro mengatakan banyak hal dan ketika membicarakan masalah penyakitnya kini dia melihat sesuatu cahaya merah kecil yang terlihat di pantulan sepatunya yang kinclong.
Alvaro mengkode Gibran untuk diam, dia langsung melihat ke bawah meja dan menemukan alat penyadap yang terlihat aktif untuk merekam.
Alvaro langsung meminta Gibran untuk menonaktifkan alat itu, dia kini kecolongan karena pasti sudah merekam banyak hal terlebih neneknya membicarakan penyakitnya di ruangan miliknya.
“Sialan, bisa-bisanya kecolongan seperti ini. Aku tau semua ini pasti ulah Damian!” Kesal Alvaro, hanya Damian yang datang ke ruangannya minggu ini, tidak ada orang lain yang berani menantangnya dengan buka bukaan.
“Siapkan semua kemungkinan, dia pasti akan mencari pembelaan kepada pemegang saham lain agar menurunkan posisiku.” Gibran mengangguk, dia tidak lupa meminta maaf karena tidak berhati-hati mengawasi Damian ketika berada disini.
“Sial, kenapa baru tahu kalau alat ini di pasang. Awas kau Damian, kau pikir aku bodoh? Tunggu saja pembalasanku.” Alvaro bukan orang yang bisa ditumbangkan begitu saja, apapun yang terjadi dia tidak akan menyerahkan perusahaan ini dengan mudah.