2. Arah Angin

1909 Kata
Case 2  Setelah pertemuan konferensi pers berakhir, rombongan staf pemerintahaan Korut kembali ke tanah air bersama Pemimpin  besar mereka. Di markas besar, forum diskusi masih terus berlangsung di kalangan elit politik khususnya anggota partai buruh dan pejabat pemerintahan terkait. Masih dengan topik tentang rancangan hubungan kerjasama dengan pihak pemerintahan Korsel yang harus dirampungkan segera. Berbeda dengan kondisi di Korsel, situasi pihak Korut mungkin tidak akan memunculkan menolakan atau aksi protes besar-besaran seperti di sisi selatan. Meski pun ada itu hanya riak kecil suara dari lapisan paling bawah yang tidak memiliki kendali atau kekuasaan apa pun pada keputusan kepala pemerintah. “Seperti yang telah diangkat pada pertemuan sebelumnya bersama pihak Korea Selatan, hasil keputusan akhir menentukan lokasi pendirian sekolah khusus Union of Korea berada di koordinat 37.958534, 126.683***. Hingga saat ini proses penyelesaian pembangunan gedung sekolah mencapai 85 persen. Dalam kurun waktu sebulan kedepan, sebelum awal ajaran tahun baru dimulai sudah dipastikan rampung dan siap digunakan.” Laporan ajudan berdiri di depan layar pantulan proyektor pada Pemimpin besar negara Korut yang duduk tepat di kursi tengah ruang pertemuan. Ekpresi wajah anggota rapat yang hadir tidak bisa terlihat dengan jelas karena di dalam ruangan cukup minim pencahayaan. Keadaan itu sudah seperti situasi rapat strategi militer di zona perang, kaku dan atmosfir serius. Pada pertemuan dua belah pihak Korsel dan Korut sebelumnya sudah disepakati bersama bahwa lokasi berdirinya sekolah khusus Union of Korea berada di atas wilayah bagian kekuasaan negara Korut, karena itu pembangunan gedung juga diserahkan pada pihak Korut. Alasan terpilihnya lokasi tersebut memiliki makna spesial, karena di sana juga terdapat desa Panmunjom yang menjadi saksi sejarah gencatan senjata kedua negara tersebut yang terjadi bertahun silam. Desa Panmunjom dikenal juga sebagai zona bebas militer atau JSA―Joint Security Area bagi kacamata dunia internasional. “Bagaimana dengan fasilitas dan keamanan? Lalu asrama?” Tanya Pemimpin menuntut penjelasan lebih terperinci. “Fasilitas lengkap dan terbaik dengan tingkat keamanan teknologi mutakhir. Asrama juga sudah dilengkapi dengan kamera pengawas tersebar di berbagai tempat, data rekaman CCTV ini akan langsung dikirim ke divisi pusat secara otomastis. Begitu juga dengan akses, sepenuhnya dalam kendali pusat.” Tanpa terlihat wajah hanya terdengar suara pimpinan. “Percepat prosesnya sehingga bisa tepat dengan tenggat waktu yang disepakati.” Pembangunan gedung sekolah khusus itu jatuh pada pihak Korut, ia tidak ingin karena keterlambatan jadwal pembangunan mencoreng martabat harga diri dan kebanggaan mereka. “Siap Pak!” Laporan berakhir. Pencahayaan di dalam ruangan rapat dipulihkan ke semula seperti keadaan normal. Namun jalannya rapat masih berlanjut. Pejabat lain menyampaikan laporan dari ujung tempatnya duduk, masih terkait dengan topik yang sama. “Kami telah mengumpulkan beberapa biodata anak usia pelajar tingkat SMA, surat pemberitahuan dan panggilan akan dikirimkan ke alamat masing-masing.” Tidak seperti di Korsel, untuk mengisi kuota pelajar Korut pemerintah melakukannya dengan cara undian secara acak. Sistem serupa seperti panggilan wajib militer di Korsel. Keluarga mereka yang anak-anaknya terpilih tidak bisa menolak selain mengirimkan anak mereka untuk pergi. “Tidak adakah anak menonjol di antara mereka, seorang saja yang bisa pihak kita andalkan?” Masih dengan wajah tegas dan serius Pemimpin  menatap lurus staf yang menyampaikan laporan. “I-Itu...” Personil yang ditatap itu gugup sekaligus bingung, tidak bisa memberi kepastian jelas menjawab pertanyaan tidak terduga. “Segera cari dan temukan! Satu saja cukup.” Perintahnya tegas dan singkat. “Laksanakan!” *** Beberapa hari setelah konferensi pers berlalu, rakyat Korsel mulai jengah dengan pemberitaan yang berulang. Bosan melihat di berbagai layar kaca membahas hal yang sama, mereka mulai menunjukkan kehilangan minat dan ketertarikan. Banyak beranggapan rancangan ini akan gagal karena kurangnya partisipan dari masyarakat Korsel, sebagian dari mereka mengambil sikap acuh karena tidak ada landasan hukum yang memberlakukan kewajiban bagi mereka untuk patuh. Di tengah gejolak panas dingin itu, mencuat skandal superstar yang langsung menjadi santapan empuk khalayak publik skala nasional di Korsel. Bagai oase nan angin yang berhembus segar, melibas berita rancangan pemerintah tentang sekolah khusus itu. Dalam sekejap superstar tersebut menguasai layar kaca. Mantan idol J dari agensi hiburan ternama meroket menaiki tangga daftar pencaharian daring nomer satu dalam semalam. Permasalahannya skandal buruk ini bukan sekedar gosip murahan atau trick muslihat paparazi semata. Bukti kuat yang tidak bisa dielak, dan ini bukanlah pemberitaan pertama untuk kasus serupa yang mana sebelumnya sudah pernah terjadi. Beragam skandal sebelumnya banyak tercatat dari hubungan sesama jenis, affair dengan istri orang, hubungan dengan beda usia yang berselisih jauh dan kali ini hubungan dengan sesama calon artis peserta didik yang bahkan belum memulai debutnya. Posisi J tidak diuntungkan karena ia lebih punya pamor di hadapan publik. Maka yang terkena imbas sepenuhnya adalah J, karena tidak seperti gosip-gosip lalu yang mengaitkan J dan tidak terbukti. Kali ini pihak lawan mengeluarkan pernyataan pada media setelah itu langsung menghilang menyembunyikan jejak. J bahkan tidak bisa datang ke kantor agensi atau pun kediamannya sendiri begitu skandal itu tersebar luas, ia terisolasi di sebuah apartemen sewaan tempatnya mengungsi untuk lari dari kepungan reporter. Lokasi J berada sekarang hanya manager dan bos perusahaannya yang mengetahui. Tapi tidak hanya berhenti sampai di situ, situasi terburuk yang menimpa J adalah ia didesak dan dihadapkan pada pilihan rumit sepanjang karir keartisannya di dunia showbiz. “Dengan kata lain, jika aku tidak bersedia kalian akan membuangku begitu?” J seharusnya merasa geram tapi lebih dari emosi itu yang ia rasakan sekarang adalah, bagaimana J menerangkannya. Setelah sepanjang karir sejak debut ia setia pada perusahaan tempat bernaungnya sekarang. Setelah semua kerja keras, kesuksesan dan royalti yang dihasilkannya untuk perusahaan. J lebih merasakan emosi mendalam tak tertahankan hingga d**a sesak karena sakit hati dikhianati semudah itu. Selayaknya didorong hingga ke tepi tebing oleh orang-orang yang paling dipercayai di muka bumi ini, dengan belati tertancam di jantungnya yang ditusukkan Pemimpin perusahaan tepat di depan matanya. “Karena itu, siapa yang memintamu berbuat hal itu? Siapa yang mengizinkanmu memiliki hubungan hingga jatuh menghancurkan karir dan dirimu sampai semua ini terjadi? Katakan! Kenapa kau melakukannya!” Kedua pihak sama-sama terbakar emosional, Bos agensi itu juga sama pahitnya merasa kepercayaan yang selama ini dibangun dan dijaga telah dikhianati oleh J dengan terjadinya skandal ini. “Kalian berdua tenanglah! Pembicaraan kita bisa terdengar ke sebelah ruangan.” Manager berusaha menengahi, ia dan atasannya datang kemari menemui J untuk mencari solusi permasalahan ini bukan sebaliknya memutus hubungan. “Kita bisa bicarakan ini dengan baik-baik secara perlahan.” Pintanya lagi, dengan mencoba mendudukkan dua orang di hadapannya itu di sofa. “Dengar J, skandal ini sudah di luar kapasitas kendali perusahaan. Konferensi pers sanggahan tidak akan membawa banyak perubahan, ini menyangkut kredibilitasmu sebagai superstar di hadapan para fans setia. Keadaannya tidaklah mudah bagi kita atasi apalagi tutupi seperti sebelum-sebelumnya karena kau tahu reputasimu itu...” Manager tidak bisa melanjutkan keterangannya. Siapa pun tahu termasuk J sendiri, menjadi idol tidaklah mudah. Sebagai sosok pujaan yang diagungkan apalagi bagi fans penganut garis keras dari berbagai kalangan usia, seorang idol harus mengabdikan diri secara total dan sepenuhnya. Baik dalam kehidupan sebagai artis di atas panggung, juga menyerah pada kehidupan pribadi di balik bayang sorot lampu panggung dan kamera. Mereka harus selalu ekstra berhati-hati pada berbagai hal gerak-gerik, perilaku, perkataan dalam menjalani keseharian. Lengah sedikit saja maka hal inilah yang akan terjadi, kehancuran karir. “Lantas kalian ingin aku pergi ke tempat itu? Kalian kirim aku ke sekolah khusus itu?” Entah apalah nama sekolah yang disebutkan bosnya sesaat lalu, J bahkan tidak ambil peduli untuk mengingat. “Kalian pikir masuk akal?” J tertawa separuh waras merasa ide itu gila dan konyol. Bukan karena rancangan itu sendiri ide gila yang digagas pemerintah tapi juga bagaimana bisa ia kembali bersekolah di usia hampir menginjak kelapa tiga. “Kau pikir, aku bisa mengeluarkan pernyataan kau masuk wamil dalam keadaan ini sementara kau sudah pernah pergi?” Apa yang bos katakan ada benarnya. Tidak mungkin J yang memiliki nama asli Su Bin Yoo itu bisa ikut wamil lagi karena ia sudah pernah menyelesaikan kewajiban panggilan negara itu saat di awal usia 20-an sebelum debut, saat masih menjadi peserta didik di agensinya. “Atau haruskah aku katakan pada publik kenyataan itu dan sampaikan fakta tentang usia aslimu? Pasti penggemar yang saat ini beralih kubu menjadi antifans-mu akan sangat senang mendengarnya.” Ucap bos dengan sengaja menggunakan nada sinis. “Kau sedang mengamcamku!” J kembali naik pitam. “Tenang-tenang! Kalian berdua cukup sampai di situ dan dengarkan aku sekarang.” Manager harus banyak-banyak bersabar. Untungnya ia tipe orang dengan pembawaan tenang dan berpikir rasional. Dari sekian banyak J berganti manager, managernya saat ini yang paling lama bertahan bekerja untuk J. “J, mungkin ini kesempatan terakhirmu dan satu-satunya untuk keluar dari keadaan ini. Jika kau setuju untuk pergi, aku akan upayakan tawaran kontrak baru datang padamu. Aku sudah punya rencana dan gambaran besar.” Tutur manager meyakinkan, bukan hanya perkataannya yang memiliki daya persuasif, tapi juga ekpresi wajah yang tegas tanpa keraguan. Sorot mata dan perhatian atasan di kantornya itu, juga artis di bawah tanggung jawabnya terlihat sangat fokus pada setiap ucapan yang keluar dari mulut manager. Manager menatap wajah J lurus pada manik mata miliknya. “Ayo kita bergabung pada program TVshow dan reality―Back to School.  Kau bisa menjadi ikon pelajar perdamaian di sekolah khusus Union of Korea, berusahalah membersihkan citramu dan membangun kembali image di sana. Kau pasti akan kembali menjadi sorotan utama pemberitaan untuk hal ini.” Di saat seluruh negeri menunjukkan sikap apatis pada racangan kebijakan pemerintah, jika J mendukung program gagasan pemerintah dan menjadi orang pertama yang maju dan menyatakan setuju. Memang mungkin ia akan menuai komentar kebencian lainnya, tapi itu lebih baik dari pada skandal buruk. Karena itu maksud tujuan manager adalah membuat J menjadi ambasador demi mengeruk perhatian dan simpati rakyat. Tidak akan ada yang salah jika mengambil sisi kubu pemerintah dan menyapu pemberitaan skandal saat ini dengan pemberitaan propaganda lain. Begitulah strategi yang tergambar besar di pemetaan benak manager. “Usiamu yang diketahu publik adalah 23 tahun, tidak masalah untuk kembali ke sekolah. Lagi pula ini juga termasuk bagian dari settingan program TV, penonton pasti akan mengerti. Jadi tidak ada patokan standar usia, kau tidak perlu merasa cemas. Dan aku cukup yakin pemerintah akan menyambut terbuka gagasan ini, alasannya karena membawa win-win solution untuk kedua pihak.” Manager menambahkan lebih detail isi pemikirannya. “Aku juga sudah berpikir panjang.” Sementara itu bos kembali angkat bicara, termotivasi dengan semangat karyawannya yang bekerja keras meyakinkan J hingga ia tidak bisa hanya berdiam diri mendengarkan. “Kau ingin kehilangan tawaran kontrak yang sudah masuk dan melepas semua kontrakmu yang sedang berjalan saat ini? Apa kau bisa mengganti kerugian untuk biaya pelanggaran semua kontrak itu?” Entah ikut sertanya bos dalam pembicaran yang sudah berjalan cukup mulus itu keputusan tepat. Karena lagi-lagi pernyataannya terkesan mendorong artis top nomor satu di agensinya itu kembali ke tepi jurang. Namun manager tidak kuasa atau pun punya cukup keberanian untuk memotong ucapan atasannya itu. J terlihat semakin gusar, pikirannya penat. Terlihat jelas ia berpikir dalam, tapi pemimpin perusahaan agensi itu tidak berhenti untuk meyakinkan artisnya. “Aku berjanji padamu, bila kau setuju aku akan berusaha dengan mengerahkan segala cara dan upaya untuk mempertahankan semua kontrakmu tanpa harus membayar pinalti. Juga memastikan karirmu aman saat kembali nanti, bagaimana?” Maka dua pilihan yang hanya J miliki adalah mati di tangan komunis atau mati di tangan agensi. “J katakan sesuatu, bagaimana keputusanmu?” Desak manager lagi meminta kepastian. Alhasil keputusan akhir, J seorang idol dengan nama asli Su Bin Yoo akan kembali menghadiri sekolah setelah 8 tahun lamanya dari saat hari terakhir kali ia lulus pendidikan formal. ***unsolved
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN