Case 1
Ruang pertemuan konferensi pers hubungan diplomatik antara Korea Selatan dan Korea Utara digelar. Suasana bising riuh-rendah dari berbagai arah terdengar, pada kursi-kursi yang tersedia di bagian tengah aula dikhususkan untuk tamu undangan kenegaraan. Lalu kursi dan meja lain yang sedikit berbeda setting tata letaknya adalah untuk kalangan repoter. Dan awak media dengan bermacan rupa alat elektronik mengambil tempat di center ruangan, tepat di depan mimbar. Tidak, lebih tepatnya mereka tersebar merata diberbagai tempat dalam aula. Di sisi sudut ruangan, juga dari beranda di lantasi dua, mereka ingin mengambil gambar dari berbagai angel kamera. Namun tuan rumah yang mengundang awak media, tamu negara dan orang penting lainnya itu, pemiliki acara yang terselenggara secara besar ini tidak dapat terlihat di mana pun sisi ruangan. Para repoter dan tamu undangan ramai bicara dan berdiskusi sendiri, penasaran dengan isi konferensi pers.
“Mungkinkah mereka akan menyampaikan kabar kesepakatan gencatan senjata?” Tanya penasaran repoter lokal bersama rekan media lain.
“Eeii... Kalau hanya tentang gencatan senjata, tidak perlu sampai melakukan konferensi pers bersamaan di tempat yang sama bukan begitu?” Ya memang itu terdengar cukup merepotkan untuk mengatur waktu dan jadwal kedua pemimpin negara.
“Apa ini tiba waktunya di mana kedua negara akhirnya sepakat untuk bersatu?” Terdengar meyakinkan karena kepala negara kedua belah pihak hadir dan menyampaikan sendiri isi konferensi pers tanpa diwakilkan juru bicara.
“Kalian pikir persatuan dan perdamaian itu jatuh sendiri dari langit? Seperti hadiah dikirimkan langit begitu!” Pungkas reporter paling senior di antara mereka. Memang isi konferensi pers ini masih menjadi rahasia dari awak media dan hadirin yang datang. Untuk menghindari interfensi pihak luar, demi kesuksesaan penyelenggaraan agenda hari ini pemerintah Korut dan Korsel sepakat topik ini menjadi rahasia tingkat tinggi kenegaraan.
Kedua pemimpin kepala negara Korsel dan Korut menempati ruang yang telah dipersiapkan masing-masing bersama dengan jajaran staf negara lainnya. Agenda besar hari ini adalah awal babak baru dalam catatan sejarah panjang hubungan kedua belah negara saudara tersebut. Untuk memperingati kabar baik itu, media asing luar dan dalam negeri mendapat undangan ekskulif meliput secara live. Hal ini akan menjadi berita terpanas karena selama ini publik internasional mengenal kedua negara memiliki hubungan buruk dan rawan tercetus perang sejak semenanjung Korea terbagi menjadi dua negara terpisah pada tahun 1950.
Staf kenegaraan yang berjaga dalam ruang pers sejak tadi, bergerak dengan sigap mendekat ke arah pintu. Tak lama pintu ruang pers terbuka lebar, pria-pria setelan jas hitam bertubuh gagah dan kekar melangkah masuk lebih dulu ke dalam ruangan. Terlihat jelas sedang menjalankan tugas mengawal orang penting dengan penjagaan super ketat. Dalam lingkar pengawalan elit profesional tersebut, seorang pria yang wajahnya sudah sangat dikenal dan familiar sebagai orang nomer satu di negara Korsel melangkah percaya diri, tetap tenang namun menyiratkan keseriusan. Wibawa, karisma yang ditunjukkannya adalah cerminan dan wajah seluruh rakyat negeri, maka itu ia harus terlihat mantap dan percaya diri. Meksi menyembunyikan rasa gugup dan cemasnya di balik senyuman tipis yang tersorot close-up kamera media.
Seluruh hadirin di dalam ruang pers telah berdiri begitu pemimpin negara memasuki ruangan, baik reporter, tamu undangan atau pun staf lain. Tapi parade barisan pengawal, penguasa dan elit pemerintahan yang memasuki ruangan itu belum berakhir. Tepat di belakang parade barisan pemerintahan pihak Korsel, menyambung kedatangan barisan elit pemerintahan Korut dan orang nomer satu pemimpin negara tersebut. Masing-masing pemimpin negara berdiri pada mimbar yang telah disediakan sebelumnya. Lalu di bagian belakang sebagai latar terpajang lambang simbol kedua negara. Pada setiap sisi, menjorok sedikit ke belakang mimbar pidato terdapat bendera negara Korsel dan Korut berdiri tegak dan gagah pada tiang. Para petinggi negara dari kedua pemerintahan juga berbaris tertib di sisi mimbar tepat di mana pemimpin mereka berdiri. Terutama terlihat kontras pejabat militer dengan seragam dinas dan sepatu pantofel yang memberi kesan mengintimidasi. Hadirin kembali duduk mengisi tempat masing-masing. Cahaya dan suara blitz kamera tidak henti-hentinya mengambil gambar dari berbagai arah.
Tepat di depan mic yang menyala, Presiden Korea Selatan membuka konferensi pers. “Saya berdiri di hadapan saudara sekalian ingin menyampaikan pernyataan bahwa pemerintah Korsel dan Korut sepakat untuk membangun hubungan baik dan mengakhiri konflik berkepanjangan di antara dua negara. Saya sebagai perwakilan rakyat Republik Korea Selatan bersama Pemimpin negara Korea Utara telah menandatangani kesepakatan bersama, juga membentuk kerjasama bilateral. Dengan itu kami memutuskan bersama mendirikan sekolah khusus Union of Korea sebagai peringatan awal baik hubungan kedua belah negara.”
“Kami bersepakat untuk mendirikan sekolah khusus ini sebagai titik awal hubungan diplomatik kedua negara. Pembahasan perihal ini sudah cukup lama terjadi, namun secara sengaja menjadi wacana rahasia pemerintahaan menimbang berbagai aspek kendala dan alasan sebagainya.” Kali ini yang angkat bicara adalah Pemimpin Korut di hadapan pers dan hadirin.
“Dalam 2 minggu kedepan, penerimaan siswa sekolah Union of Korea akan resmi dibuka. Sekolah khusus ini terbuka bagi siapa pun anak-anak generasi muda dengan kewarganegaraan Korea Selatan dan Korea Utara untuk mendaftar. Pemerintah mengharapkan generasi muda kita bisa membimbing arah langkah menuju persatuan kedua negara dan perdamaian bersama di masa depan.” Presiden Korea Selatan mengakhiri isi konferensi pers. Sementara hujan pertanyaan berdatangan dari sisi rekan wartawan dalam dan luar negeri. Namun sesi tanya jawab akan diwakilkan oleh juru bicara kedua belah pihak. Kedua pemimpin negara beserta ajudan dan barisan pengawal mengambil langkah segera meninggalkan ruang pers.
Pada saat bersamaa di tempat lain, pernyataan kedua pemimpin negara itu menuai berbagai reaksi dan kontroversi setelah mengudara secara luas dan live, khususnya di masyarakat Korea. Konferensi pers pertemuaan kedua pemimpin negara tersebut menjadi tajuk utama di berbagai pemberitaan lokal Korsel dan Korut. Dalam sehari berita itu muncul setidaknya per 30 menit baik dalam headline news atau pun forum berita. Seluruh negeri ramai membicarakan isu kesepakatan ini, beragam reaksi muncul dari kalangan pro dan kontrak. Setiap orang berpendapat, baik seorang pakar sejarah, akademisi, pejabat pemerintahan, angkatan militer, diaspora, pedagang pasar, pengusaha hingga ibu rumah tangga. Bahkan bagi mereka yang mengambil sisi kontra, menghimpun massa dan melakukan demo di depan gedung pemerintahaan.
***
Forum debat sisi rakyat Korea Selatan, di sebuah program stasiun TV nasional. Diskusi panas telah berlangsung hampir 40 menit di antara mereka.
“Bagaimana bisa anak-anak kita bersekolah di tempat yang sama dengan komunis!” Salah satu panelis hampir berdiri karena terlalu geram dengan kebijakan yang dianggapnya gila dan ngawur.
“Selama puluhan tahun kita bermusuhan dan banyak peristiwa terjadi, tentu saja kebijakan ini tidak akan diterima dengan mudah.” Pernyataan ini keluar dari lisan kalangan elit akademisi, seorang profesor dari universitas ternama di Korsel.
“Dalam sudut pandang pemerintahan kedua belah negara, langkah ini diambil sebagai harapan besar generasi muda kita bisa merangkul luka sejarah masa lalu dan membimbing kita ke lembaran baru di mana dunia tanpa konlik dan perang. Senada dengan apa yang disampaikan dalam pernyataan juru bicara kepresidenan seusai konferensi pers.” Ulas perwakilan pemerintahan yang diundang hadir crew stasiun TV sebagai panelis.
“Benar sekali! Saya sependapat dengan itu. Dunia semakin berubah mengikuti zaman, bukan berarti kita harus melupakan masa lalu tapi sebaliknya kita harus bercermin pada sejarah masa lalu. Bukankah kita semua memimpikan dunia yang damai untuk anak cucu kita kelak? Demi generasi masa depan kita yang tidak mengenal konflik dan perang. Impian dan keinginan untuk hidup tanpa dihantui ketakutan atau kecemasan akan perang yang bisa terjadi kapan pun.” Sambung host yang berperan sebagai moderator forum.
“Tapi beban tugas ini terlalu berat bila dilimpahkan pada bahu anak-anak muda kita. Menjadi kontigen pelajar perdamaian di sekolah khusus Union of Korea? Sementara kita sendiri orang dewasa tidak bisa melakukan misi penting dan sebesar itu.” Ujar dari sisi kalangan pengusaha.
“Orang tua mana yang ingin mengirimkan anak mereka ke sekolah seperti itu? Jika anda sebagai orang tua, apakah mungkin mengirimkan anak anda sendiri ke sekolah yang dihadiri komunis?” Serangan tegas dan jujur dari perwakilan masyarakat umum.
Diskusi panas di berbagai stasiun TV manapun akan terdengar atau berisi percakapan serupa. Selama beberapa pekan kedepan setelah konferensi pers kepala negara itu hingga pembukaan penerimaan siswa baru di sekolah Union of Korea, mungkinkah membawa perubahan situasi di kedua negara Korut dan Korsel. Apakah perubahan itu membawa ke arah lebih baik atau sebaliknya.
***unsolved