18. Escape

1509 Kata
Case 18  Chihaya selalu memperhatikan dan menghafal pada waktu kapan saja penjaga turun dari lantai atas mengontrol sel tahan mereka. Sejauh ini Chihaya yakin hanya ada seorang petugas yang berjaga secara bergantian. Bila ia serius merencanakan pelarian maka Chihaya harus memperhitungkan secara detail pergerakannya juga rute pelariannya dari sini. Segala tindakan antisipasi yang harus diperbuat saat keadaan ini dan itu terjadi. Ya, Chihaya sudah berlatih secara imajiner dalam benaknya. Tidak boleh ada kesalahan, tidak boleh ragu. Kuatkan tekad beranikan diri, tujuannya bukan hanya bebas selamat dari tempat itu tapi Chihaya harus mencari dan bertemu dengan Keita. “Kalian sungguh serius dengan ini?” Tanya pria Eropa namun pertanyaannya diabaikan, yang lain terlalu serius berselimut gugup saat ini. “Sudah siap?” Tanya Chihaya pada yang lain, menatap satu persatu wajah-wajah asing yang terasa familiar untuknya dalam beberapa hari ini setelah melewati berbagai kejadian bersama. Manik mata yang Chihaya tatap pada setiap pasang mata memancarkan keteguhan, begitu juga gestur yang mereka tunjukkan dengan anggukan kepala mantap. Semua penghuni sel telah sepakat merencanakan matang dalam ketergesaan pelarian diri mereka dari tempat itu. Kecuali satu orang, wanita tua yang memilih tetap tinggal di sana. Kali ini Chihaya menatap wanita itu cukup lama. “Nak... Kau tidak perlu cemaskan aku, pergilah sendiri jangan ragu meninggalkanku. Aku akan tetap disini.” Tapi Chihaya merasa sedih dan menyesal meninggalkannya seorang di sana. “Aku tahu yang menjadi target mereka adalah kau, maka aku baik-baik saja. Mereka pasti akan segera membebaskankan aku.” Seutas senyuman tipis menghias wajah tua itu, berharap bisa sedikit membuat Chihaya lepas dari rasa bersalah. Padahal situasi sekarang ini bukan saatnya untuk Chihaya rapuh. “Jangan sampai tertangkap oleh mereka! Jika kau hilang arah,” Wanita tua itu melirik sekitar ke arah luar sel, meski di sana tidak ada penjaga. Lalu berbisik lemah di telinga, Chihaya masih bisa mendengar perkataannya dengan jelas dalam kosa kata Mandarin. “Cepat pergilah! Kalian tidak punya banyak waktu lagi!” Hardik wanita tua itu pada rekan-rekan satu sel tahanannya. Pelarian dimulai. Seorang dari mereka yang pandai mengakali kunci berhasil dengan mudah membuka kunci gembok yang terpasang di jeruji besi. Tidak butuh waktu lama, beruntung sel itu masih menggunakan kunci keamanan model tua yang bisa dicongkel dengan mudah hanya dengan bantuan peralatan sederhana. Benda tidak terduga yang didapat dari behel sang bule Eropa, ide dari Chihaya. Hanya benda itu satu-satunya yang tidak disita petugas darinya, kawat gigi yang terpasang untuk alasan kesehatan. Langkah selanjutnya, semua orang bergerak secara hati-hati sampai merapat di dinding. Entah mungkin mereka terlalu hafal dengan situasi ini karena pengaruh adegan di scene layar lebar. Sebisa mungkin tidak menimbulkan suara, langkah kaki mengendap satu demi satu menaiki anak tangga, perlahan. Bergerak kompak, saling berkoordinasi satu dan yang lain tanpa suara namun mengandalkan gestur, sesuai arahan mengikuti rencana. Tantangan berikutnya adalah mereka harus bisa melumpuhkan penjaga yang entah ada berapa banyak jumlah pastinya dan mungkin saja memiliki persenjataan. Tetapi berdasarkan perhitungan Chihaya, seharusnya di bangunan tua itu tidak terdapat banyak personil angkatan bersenjata Korut. Beberapa waktu lalu saat terjadi penembakan spontan yang berakibat luka serius di kaki pria Eropa, bisa diperkirakan berapa orang petugas yang ditempatkan di sana untuk mengawasi para tawanan. “Jangan ragu! Kau harus mencekik lehernya dengan sangat kuat. Kita hanya punya satu kesempatan!” Bisik pria Tiongkok pada pria lain yang bertugas menyergap penjaga tepat di depan pintu anak tangga. Serangan secara tiba-tiba dari belakang ini harus berhasil maka rencana selanjutnya baru bisa dijalankan. Benda yang mereka andalkan satu-satunya sebagai senjata untuk mencekik lawan adalah baju tahan milik salah seorang dari mereka yang dirobek sedemikian rupa hingga menjadi tali cukup panjang untuk menjerat dan melilitnya di kedua tangan. Seorang dari mereka maju menaiki anak tangga terakhir, mengintip ke ruangan atas di balik tembok, memastikan keberadaan target incarannya. Ketika ia merasakan pergerakan seseorang di sana, dengan cepat dirinya menarik bagian tubuhnya kembali bersembunyi merapat di tembok. Hanya ada seorang petugas yang ia lihat berada di ruangan itu. Pria itu merasa sangat gugup, juga merasa cemas ia akan gagal. Ia tatap rekan-rekannya yang berada tepat berbaris di belakangnya, mengumpulkan keberanian ia menelan ludah, mengatur napas. Sekali lagi mengintip di balik dinding, lalu mengambil langkah pasti menerjang target dengan gerakan cepat penuh perhitungan. Rekan-rekan yang lain dengan sigap mengikuti langkah tepat di belakangnya, mengeroyok petugas beramai-ramai. Seorang bertugas menyekap mulut, mencegahnya untuk mengeluarkan suara. Sementara yang lain kompak menahan setiap bagian tubuh petugas untuk menghentikan perlawanan. Pria yang memegang tali mencekik leher petugas semakin mengerahkan kekuatan dan tenaga sampai giginya saling bergeretak. Hitungan menit berlalu petugas masih meronta berupaya melepaskan diri hingga kemudian menit lain berlalu dan tubuh itu berhenti bergerak. Aksi mereka tidak berhenti di sana, tubuh yang kini tidak bergerak itu segera mereka bopong menuju anak tangga.  Di tempat itu mereka melucuti petugas, mulai dari persenjataan, pakaian bagi ia yang bertelanjang d**a karena telah mengorbankan bajunya untuk dijadikan tali ikat. Atau apa pun benda yang mungkin akan berguna bagi para tawanan pelarian itu mereka rampas dari petugas tentara Korut. Tidak banyak waktu sebelum petugas lain menyadari apa yang terjadi, para pelarian harus bergagas menjalankan rencana mereka selanjutnya. *** Delapan orang tawanan pelarian termasuk Chihaya di antaranya berusaha menghindari keberadaan petugas dalam perjalanan mereka lolos dari bangunan tua itu. Dan ketika mereka menuju ke arah luar gedung untuk melarikan diri ternyata hari sudah memasuki waktu sore dan matahari hampir terbenam. Entah apakah ini pertanda keberuntungan lain berpihak pada mereka, karena bukankah pelarian di malam hari akan lebih menguntungkan bagi para tawanan. “Ke arah mana kita harus pergi?” Tanya bingung di antara mereka yang berada paling depan memimpin kelompok pelarian itu. Tidak ada seorang pun dari mereka yang kenal apa lagi menguasai daerah tersebut. Siapa yang bisa memastikan arah yang mereka pilih adalah jalan yang tepat dan bukan sebaliknya. “Ke arah sini!” Pandu Chihaya pada yang lain setelah sekilas memperhatikan pemandangan sekitar. Di dalam sel sesaat lalu wanita tua berbisik pada Chihaya untuk berbagi rahasia kecil sebagai hadiah atau bantuan atau salam perpisahan, apa pun namanya. Wanita itu bilang bahwa ia mengetahui sedikit daerah Korut, bila Chihaya ragu memilih jalan yang akan diambil ia menyarankan untuk mengambil jalan ke barat arah hutan. Kalau terus mengikuti arah itu, Chihaya akan menemukan tunnel, lalu sebuah gubuk dan kemudian desa terdekat. Di sana mungkin Chihaya bisa mencari pertolongan atau bersembunyi menghindari pengejaran. Arah yang Chihaya pilih berlawanan dengan arah jalan ketika mereka dibawa ke sana dengan mobil Jib. Bukan mengambil jalan depan, melainkan berputar ke belakang gedung menuju arah hutan. Sesaat yang lain merasa ragu untuk mengikuti langkah Chihaya, tapi mereka berpikir juga tidak bisa menggunakan jalan biasa yang jelas-jelas akan mudah tertangkap jika petugas mengejar mereka. Pelarian ini tidak ada pilihan menempuh jalan mudah, mereka sadari itu secara mental ketika bertekad untuk melarikan diri. Meski harus masuk ke dalam hutan, para pelarian tidak memiliki pilihan. Mereka terus berjalan semakin ke dalam hutan hingga langit berganti gelap. Bila sampai saat ini mereka belum mendengar kelompok lain di belakang mereka alias petugas yang mengejar, Chihaya rasa bukan karena pihak petugas belum mengetahui pelarian diri ini tetapi Chihaya cukup yakin bahwa pria yang mengejarnya dan berhasrat ingin menghabisinya tidak berada di sekitar. Mungkin para penjaga sesaat hanya ragu mengambil langkah apa dan menunggu instruksi. Karena itu Chihaya sama sekali belum bisa merasa lega dan tidak boleh lengah sedikit pun. “Hei... Sebenarnya kau tahu ke mana jalan yang kita ambil ini mengarah?” Tanya tak sabar orang-orang yang mengikuti langkah Chihaya, fisik dan stamina mereka semua sudah diambang batasnya. Chihaya tidak menjawab, sesungguhnya ia juga berjalan hanya mengikuti naluri liar sama seperti yang ia lakukan di atas kapal saat mencoba melarikan diri. Chihaya merasa lebih baik tetap terus berjalan semakin menjauh dari tempat pelarian mereka, dari pada berhenti dan berdiam diri. “Hei... Kau dengar pertanyaan kami? Tidak bisakah kita berhenti sejenak?” Rengek yang lain. Chihaya berbalik badan, menatap pria-pria di belakangnya. “Kita harus tetap berjalan. Mereka pasti saat ini mencari dan mengejar kita!” “Kami tahu itu, tapi kita sudah berjalan berjam-jam dan...” Pria yang tengah bicara pada Chihaya memberi isyarat agar Chihaya melihat kaki pria Eropa. “Luka kakinya mulai memburuk lagi karena dipaksa berjalan.” Sungguh Chihaya tidak memperhatikan hingga ke bagian itu, dua tawanan lain membantu pria luka tembakan di kaki dengan membopongnya sejak separuh jalan mereka masuk ke dalam hutan. Yang memenuhi isi pikiran Chihaya memang lari dari tempat mereka dikurung sejauh mungkin, secepatnya sebelum kelompok tentara Korut mengejar mereka dan menemukan mereka. “Maafkan aku. Aku...” Chihaya kehilangan kata untuk beralasan, ia merasa tidak punya hak membela diri. “Semua ini bukan salahmu.” Pria Eropa bisa membaca maksud ucapan Chihaya dari nada suara dan ekspresi wajahnya meski samar dalam kegelapan hutan hanya berhias sinar rembulan. “Kita tidak perlu membuang waktu beristirahat, hanya saja mungkin kita harus mengurangi kecepatan kita. Dan berdoalah mereka tidak membaca pergerakan kita.” Saat yang lain bicara itu, di kejauhan terdengar suara gonggongan anjing pengejar. Rupanya tim pengejar tepat berada di belakang mereka, mungkin keberuntungan mereka telah habis terpakai untuk membantu dalam pelarian ini. ***unsolved
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN