BAB 5 E for Enemy

1046 Kata
2a Anya bahkan harus mencari pekerjaan yang dapat ia kerjakan karena harta suaminya sudah tidak ada lagi tersisa sebab semua sudah disita oleh perusahaan lain. Perusahaan Eliot yang besar itu failed dan hancur dalam sekejap saja. Membuat Eliot terkejut hingga membuatnya gagal jantung dan meninggal dunia, tampak tidak ada yang mencurigakan dari kematian tersebut. Lain dengan Han menatap serius, Anya menatap kagum pada mantannya itu, Han. Han yang tidak jauh berbeda tampannya dengan Han 9 tahun lalu. Han yang saat ini, ia semakin tampan, tinggi, mapan, berkarisma seorang pemimpin, tapi tidak ada lagi senyum manis untuk dirinya. Semua ia sadari itu kesalahannya, yang lebih awal meninggalkan Han. Mereka dulu berdamai dengan penjelasan seadanya. Han menerima semua keadaan karena Han sendiri tidak akan dapat merubah keadaan itu, Han tidak ingin jadi pemaksa. Han dulu walau hanya seorang remaja SMA, sudah dapat berpikir dewasa setelah mengalami pengkhianatan itu. Dan Anya sangat berhadap Han dapat membantunya mengurus kedua putrinya, dan terselip harapan mereka akan bersatu pula satu hari nanti. Membentuk keluarga lengkap. “Han, tolong bantulah aku. Aku tidak bisa mengurus mereka setelah kepergian Mas El, anak-anak malah aku abaikan. Aku menyadari kesalahanku, jika mereka terus bersamaku maka mereka akan menjadi korban dan tidak dapatku perhatikan,” mohon Anya pada Han yang masih memandangnya dengan wajah datarnya. Sedangkan kedua putri Anya yang tidak bersalah itu hanya menatap penuh harap pada Han, walau itu pertama kalinya mereka bertemu tapi mereka yakin bahwa Han tidaklah sejahat mami mereka. “Siapa nama mereka?” tanya Han dengan wajah dinginnya. “Bianca anak pertamaku umur delapan tahun, dan yang kecil Deani umur empat tahun setengah, aku mohon bawalah mereka. Aku akan mengurus hak asuh untukmu,” bujuk Anya. “Kalian berdua ingin ikut dengan Uncle?” tanya Han pada kedua gadis itu. Mereka mengangguk sebagai jawaban, Han dapat merasakan mereka sudah sangat tersiksa selama beberapa bulan terakhir semenjak papi mereka meninggal. Mereka terlihat kurus dan lingkaran hitam di bawah mata mereka. Jika mereka bersama dengan Anya terus menerus untuk beberapa bulan ke depan Han rasa mereka berdua terpaksa harus menghidupi diri sendiri dan Bianca akan mencari pekerjaan. Dengan pikiran Han yang sedemikian komplit, akhirnya Han bersedia mengadopsi Bianca dan Deani. “Baiklah, ayo ikut Uncle kita pulang,” perintah Han kepada dua gadis itu. Mendengar jawaban Han yang mau lunak terhadapnya, Anya menatap berbinar pada laki-laki tampan itu. Ia berpikir bahwa jika ia memohon untuknya dapat kembali kepada Han, Han akan melunak padanya dan menuruti keinginannya untuk bersatu lagi. “Apakah kau menerima mereka?” tanya Anya kembali seakan ia tidak percaya dan akan memohon kembali agar Han juga menerimanya. Han yang mendapat pertanyaan seperti itu dari Anya, memandang Anya kembali dengan wajah datarnya. “Kau ingin aku tidak menerima mereka dan membiarkanmu membunuh keponakan sepupuku begitu saja?” sarkas Han pada Anya, ia menatap muak pada wanita dua anak itu. Anya kaget dengan kata-kata yang diucapkan Han. “Bu-bukan begitu Han, ak-aku hanya tidak percaya kau menerima kami kembali. Aku sangat senang,” tutur Anya, seakan ia adalah wanita polos dan lemah yang perlu untuk dilindungi oleh orang seperti Han. Han mengeluarkan senyum miringnya menatap Anya jengah. “Aku hanya menerima mereka berdua bukan kau, kau tidak ada berkata kau juga ingin ikut denganku,” seru Han muak dengan acting wanita di depannya itu. “Ah begitu, sebenarny jika kau ingin aku juga bersamamu menjaga mereka. Aku bersedia untuk kita kembali seperti dulu,” jelas Anya. Han yang mendengar itu ingin rasanya tertawa sekencang-kencangmya saat itu juga. Wanita yang meninggalkannya, mengkhianatinya, datang kembali ingin bersamanya. Seakan seseorang yang membuang sampah lalu ia tinggalkan begitu saja hingga bertahun-tahun ia kembali mengorek sampah itu yang ternyata sudah menjadi berlian. “Kau sekarang menjadi pemulung sampah?” tanya Han dengan sengehannya. Anya mendapat pertanyaan itu hanya menatap Han bingung dan pura-pura tidak mengerti. “Kau ingin kita seperti dulu?” tanya Han lagi. Mendapat anggukan dari Anya sebagai jawaban, seperti ia adalah orang yang baik dan penurut. “Jika begitu aku harus melepaskan perusahaanku, dan kembali menjadi Han yang konyol seperti dulu, dan tidak memiliki harta,” jelas Han. Mendengar ucapan Han, Anya membulatkan matanya kaget tidak percaya dengan yang diucapkan Han. “Kenapa begitu?” tanya Anya. “Kau lupa jika dulu aku itu miskin, tidak memiliki apa-apa karena semuanya adalah milik orang tuaku, sisi baiknya kita dapat bersama kembali,” ujar Han, Han sukses mempermainkan Anya karena ia muak dengan wanita sok lugu di depannya itu. “Jangan berharap banyak, aku hanya menerima mereka dan bukan menerimamu. Aku tidak ingin menjadi orang lugu seperti dulu lagi yang mau saja menerima pengkhianatan,” ucap Han lalu Han berdiri dari duduknya. “Jangan berusaha apapun untuk hubungan 9 tahun lalu dapat bersatu kembali, jangan memanfaatkan mereka untuk keuntunganmu, jika tidak ingin celaka,” tegas Han agar Anya tidak mengganggu kehidupannya, walau ia dapat saja menerima Anya dan memenuhi keinginan mamanya, tapi juga tidak pasti mamanya akan menerima Anya kembali. Mereka pun berdiri, menatap sebentar pada Anya, “Mami hati-hati, maaf kami lebih memilih ikut dengan Uncle Han,” kata Bianca, sambil menatap Anya lalu menatap adiknya Deani yang masih berumur 4 tahun. “Mami yang meminta kalian ikut dengan Uncle Han, tolong jaga dirimu dan adikmu. Jangan nakal pada keluarga baru kalian, Mami akan datang melihat nanti,” pinta Anya pada Bianca. “Emmh.” Anggukkan menjadi jawaban dari Bianca, “ayo kita pergi Dek,” ajak Bianca pada Deani yang masih menatap sedih pada Anya. Ia tidak ingin berpisah dengan maminya, tapi selama beberapa bulan terakhir ia tersiksa dan hanya Bianca yang selalu menemaninya dan mengurusnya. Bianca pula sudah memberikan penjelasan pada adiknya itu agar selalu ikut dengannya kemanapun ia pergi. Sekalipun, harus meninggalkan mami mereka. Bianca dan Deani berjalan dan keluar dari café tempat mereka duduk tadi meninggalkan Anya, mami mereka yang masih menatap sedih pada kedua putrinya. Ia sadar akan kesalahannya, tapi ia memang bukan ibu yang baik, yang dapat mengurus anak serta bekerja sekaligus. Ia juga takut akan ancaman yang bisa saja menjadi ancaman untuk kedua putrinya itu. Dari dinding kaca tempat Anya duduk, ia dapat melihat Han meilhat kearahnya sambil membukakan pintu mobinya untuk mempersilahkan masuk Bianca dan Deani. Bianca dan Deani melihat mami mereka dari kaca pintu mobil yang akan segera membawa mereka pergi meninggalkan mami mereka yang masih menatap dari tempat duduknya. “Selamat tinggal Mami…” seru Deani sambil memlambaikan tangannya dari dalam mobil dengan kaca tertutup itu. “Dean duduk dengan tenang dan jangan nakal, ok?” pinta Bianca pada adiknya. “Okay,” jawab Deani singkat. Han fokus pada kemudinya, menata pikirannya yang agak semberaut karena pikirannya sendiri. Ia merasa ada yang tidak beres dengan failed-nya perusahaan almarhum Eliot, karena ia sangat tahu persis bagaimana kepribadian almarhum Eliot dan sudah berapa lama almarhum Eliot memimpin perusahaan itu. `b`
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN