Two - Shocking

1056 Kata
Diva berjalan melenggok di atas tangga menuju lantai di mana saat ini sang Duda yang menjadi incarannya itu sedang duduk bersama kliennya yang datang dari China. Di lantai ini sedikit lebih tenang karena suara musik yang teredam, tapi dari atas sini masih jelas terlihat ke lantai dansa karena dinding yang terbuat dari kaca. Wanita itu berjalan dengan percaya diri menuju single sofa dimana saat ini Abas Angkasa tengah menyesap minumannya dengan santai. Sialnya di sebelah pria itu berdiri seorang ladies club yang siap menggoda, terbukti dengan sengajanya wanita itu menggesekkan bokongnya pada lengan sang Duda. Diva mendengkus sebelum menghentikan langkah di dekat mangsanya. "Bisa kita bicara sebentar?" tanyanya berusaha santai. Ah, mengapa jantung wanita itu terasa berdetak lebih kencang dari biasanya? Oh, apakah itu salah satu pengaruh dari alkohol yang tadi diminumnya? Pria itu mengangkat sebelah alis tanda bertanya tanpa suara. "Saya ada urusan penting dengan anda," ujar wanita itu perlahan, tentu saja dengan intonasi yang sedikit menggoda. "Tapi saya tidak punya hal penting untuk dibicarakan denganmu," sahut Abas tenang. Penolakan pria itu jelas saja sangat memalukan bagi Diva, apalagi saat melihat wajah wanita di sebelah Abas itu tersenyum mencemooh ke arahnya. Diva yang sudah mulai merasakan pusing di kepala karena pengaruh alkohol berusaha untuk tetap menyunggingkan senyum manis. Tidak mungkin dirinya menjambak pria di hadapannya ini meski jauh di lubuk hatinya yang paling dalam hal itulah yang sangat ingin dilakukannya. "Ah, benarkah?" tanya Diva seolah dibuat-buat sambil menggeser sebelah kaki agar belahan gaunnya semakin mengekspos kulit mulus wanita itu. Abas jelas tahu trik tak bermutu seperti itu. Dia bukan pria remaja yang polos dan tak tahu apa-apa. Pria berstatus duda itu bahkan sudah khatam dengan berbagai macam godaan yang selalu ia terima dimanapun berada. "Apa anda baru saja menolak wanita secantik ini , Mr. Angkasa?" tanya sang klien yang sejak tadi memperhatikan keduanya. "Tidak perlu mengkhawatirkan apa yang tidak seharusnya anda pikirkan, Mr. Chieng," tukas Abas tenang. "Ah, tentu tidak," ujarnya terkekeh kecil sebelum menatap Diva dari ujung kepala hingga kaki. "Bagaimana kalau kamu denganku saja, Cantik?" tanya pria itu merayu, lengkap dengan kerlingan menggoda yang membuat Diva tersenyum tipis karenanya. Diva adalah wanita yang gemar bersenang-senang di klub malam meski hanya sekedar meliukkan tubuh di lantai dansa, dan godaan seperti ini sering kali ia dapatkan sehingga ia tak akan mempermasalahkan sikap kurang ajar klien dari duda tampan di hadapannya ini. "I'm sorry, Sir. I want to talk to Mr. Abas, not to you," ujar Diva masih dengan senyum tipis yang terukir di bibir. "Bawa dia," ujar Abas seraya memberi kode pada dua pria bertubuh besar yang sejak tadi duduk di meja lain tapi masih dalam jarak yang dekat dengannya. Dua pria itu bergerak tanpa diperintah dua kali. Jelas saja Diva tak terima dan hendak memberontak, tapi sayangnya tenaga wanita itu tak ada apa-apanya dengan mereka. Diva ditarik lewat pintu belakang yang mana jalan untuk keluar jauh lebih lapang daripada harus melintasi lantai dansa di bagian depan. Wanita itu terus memberontak, tapi suara salah satu dari pria yang membawanya itu membuat Diva seketika bungkam. "Diamlah sebelum kami menguliti anda di sini dan melempar tubuh anda pada hewan peliharaan Tuan Abas," ujarnya datar. Diva kira dia akan diusir dan dibuang di jalanan, tapi ternyata dua pria bertubuh tegap layaknya preman itu malah membawanya ke sebuah hotel. Tentu saja wanita itu langsung panik karena berpikir mereka akan melakukan hal yang tidak-tidak pada Diva yang saat ini semakin merasa sakit kepala. "Jangan berani macam-macam," ujar Diva yang berusaha melakukan perlawanan ketika berada di dalam lift. Tak ada sahutan dari keduanya, mereka malah menarik Diva keluar dari kotak persegi itu dan menunjukkan sebuah kamar sebelum mendorongnya masuk dan meninggalkan wanita itu sendiri di sana. Sebuah pemikiran terlintas di benak Diva hingga membuat ia mengulas senyum manis karena pemikirannya tersebut. Wanita itu kini berjalan menuju ranjang dan menghempaskan b****g di atasnya, ia juga membuka high heels yang digunakannya sebelum merebahkan diri dengan santai. Wanita itu membuka ponsel dan melihat-lihat sosial media dimana ia langsung saja mengetikkan nama Abas Angkasa di sana. Betapa terkejutnya wanita itu ketika melihat poto keluarga duda itu dengan putra semata wayangnya dan juga sang menantu. Sial! Kenapa Deva tak menyadari sejak tadi bahwa pria tua yang digodanya tadi adalah mertua dari temannya sendiri. Astaga! Apa yang akan Uly katakan nanti jika tahu kelakuan Diva yang sangat memalukan ini. Cukup waktu itu saja ia membuat kekacauan dengan membawa Uly ke club malam dan membuat wanita itu mengamuk tak jelas di rumah mantan kekasihnya yang kini malah mendatangkan kebahagiaan untuknya. Diva segera saja bangkit dan kembali mengenakan heels-nya dengan tergesa-gesa. Dia harus segera pergi dari sini. Persetan dengan taruhan itu, dia tak akan membuat Uly kembali murka seperti dulu karena kelakuannya. Namun sayangnya nasib baik lagi-lagi tak memihak pada wanita itu. Ketika ia hendak berlari keluar dari kamar itu, pintu ternyata dikunci dan ia tak bisa melakukan apa-apa. Bodohnya Diva yang tak mengenali Abas Angkasa dan tidak terpikir untuk mengaitkannya dengan suami Uly si berondong madu itu. Walaupun sebenarnya ia memang tak datang saat resepsi pernikahan wanita itu karena digelar secara mendadak dan Diva sedang berada di luar negeri untuk menemani pengobatan mamanya. Dipa ingin mencoba peruntungannya sekali lagi, ia pun kembali menekan handle pintu dan beruntungnya kali ini berhasil. Wanita itu tersenyum lebar dan hampir saja melompat girang kalau saja pria dengan tatapan mata tajam dan rahang yang tegas itu tak berdiri dengan tangan terlipat di depannya. "Ap ... apa .... yang om lakuin di sini?" tanya wanita itu refleks yang bodohnya dia sendiri sudah tahu jawabannya. Abas Angkasa mengangkat sebelah alis dengan raut wajah datar. "Kamu lupa ingatan dalam sekejap?" sindirnya sinis. Diva berdehem pelan untuk membasahi tenggorokannya yang terasa sangat mencekik. "Oh, saya ... saya ...." Kring .... Diva melirik ponselnya dan mendapati pesan dari sang papa yang membuat jantung wanita itu berdebar tak karuan. Cepat pulang! Papa sudah tahu semuanya. Semua kartu kredit kamu sudah dinonaktifkan, jadi jangan membangkang. Diva menggigit bibir bawahnya gemetar. Bagaimana ini? Dia belum ingin hidup menggembel. "Kalau tidak ada keperluan lagi, silahkan pergi dari sini," usir pria itu sembari berjalan melewati Diva begitu saja. Wanita itu bimbang setengah mati, apa yang harus ia lakukan. Melangkah pergi itu artinya ia menyerah yang mana resiko hidup melarat semakin di depan mata, tapi jika kembali masuk maka ia tak tahu penyesalan semacam apa yang nantinya datang menghantui. To be continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN