Diva mendengar suara langkah kaki yang menjauh, perlahan wanita itu melirik ke arah belakang dan mendapati Abas sedang membuka kemejanya hingga menunjukkan kulit tubuhnya yang kecoklatan. Jelas saja hal itu membuat Diva harus susah payah menahan napas untuk meredam gejolak aneh yang tiba-tiba saja muncul dengan tidak tahu dirinya.
Wanita itu pun melangkahkan kaki untuk kembali masuk ke dalam dan tak lupa menutup pintu dengan rapat. Ia tentu dapat melihat kerutan di dahi serta sebelah alis yang menukik tajam di wajah pria matang itu.
"Apa yang ingin anda bicarakan?" tanya Abas seraya membuka ikat pinggangnya dan meletakkan asal di atas ranjang.
Sialnya bukan fokus ke pertanyaan pria itu, Diva malah membayangkan hal-hal e****s seperti pria itu membuka sabuk pengaman dan dilanjutkan dengan benda lain yang menempel di tubuhnya.
"Apa yang anda bayangkan, Nona Diva Adzakina?" Kali ini wanita itu dibuat terkejut karena Abas yang tahu dan bahkan menyebutkan namanya dengan jelas dan lengkap.
Ah, terlihat sangat gamblang bahwa pria itu adalah sosok yang bergerak begitu cepat dalam segala hal. Contohnya mencari tahu wanita pengganggu yang berusaha menggoda di hadapannya ini.
"Jadi, anda sudah mencari tahu tentangku?" tanya Diva dengan kepala mengangguk-angguk tanda bahwa dirinya sudah bisa menyimpulkan sendiri jawabannya.
"Seorang dosen muda yang dipecat tidak terhormat karena hobi keluyuran di club malam," jawab Abas dengan nada mencemooh.
Bukannya marah, Diva malah memasang wajah memelas yang dibuat-buat. "Oh, anda begitu perhatian sampai begitu repot mencari tahu tentangku," ujarnya dan dengan berani meletakkan tangan di atas d**a bidang pria itu yang masih ditutupi kemeja putih.
Abas mencengkeram tangan Diva tapi tak menggesernya sedikit pun. "Bagaimana bisa kamu menjadi seorang pengajar dengan attitude yang sangat murahan seperti ini?" Pertanyaannya amat santai, tapi begitu menusuk di telinga Diva.
"Ah, anda berbicara terlalu kasar sehingga membuat hati saya rasanya sakit sekali," ujar Diva main-main.
"Apa maumu?" tanya Abas akhirnya seraya menyingkirkan tangan wanita itu dari tubuhnya.
Diva berdecak seraya menyilangkan kedua tangan. "Anda sudah tahu saya dipecat, sehingga saya tidak punya pekerjaan lagi," ucapnya pura-pura sedih. "Jadi, saya ingin melamar menjadi sugar babby anda untuk mendapatkan uang," ujar Diva sembari mengusap ujung kerah kemeja yang Abas pakai.
Pria itu tersenyum sinis, mengamati tubuh wanita itu dari bagian kepala hingga kaki. "Aku tak yakin wanita kurang nutrisi sepertimu bisa memuaskanku," bisiknya mengejek.
Diva mendelik tajam. Sialan! Baru kali ini ada pria yang mengatakan tubuh tinggi semampainya ini kurang nutrisi. Biasanya para lelaki akan berlomba-lomba memberikan pujian kepadanya. Pria tua satu ini benar-benar membuat Diva merasa rendah.
"Kalau begitu mari kita coba." Diva dengan berani melarikan tangan menuruni kancing kemeja pria itu sehingga tanpa sengaja jarinya menyentuh kulit panas pria itu yang seolah mampu membakar Diva tanpa sisa.
"Apa yang kudapatkan dengan membayarmu sebagai sugar babby?"
"You will have an amazing o****m," bisiknya s*****l.
Abas yang berdiri menjulang di hadapan Diva mengangkat sebelah alis dengan senyum miring. Tangan pria itu terangkat untuk membelai bibir wanita itu yang merah menyala. "Kalau begitu buktikan," desisnya seraya menekan bibir Diva dengan gerakan memutar hingga membuat wanita itu memejamkan mata.
Damn! Diva tak pernah merasa segila ini. Ia berniat mempermainkan pria ini seperti yang lainnya, tapi mengapa malah seolah Diva terjerat dengan permainannya sendiri.
Dia tak pernah berdebar seperti ini jika dengan pria lain, bahkan ketika godaan mereka sudah melampaui batas, Diva tetap bisa mengontrol mereka dan bermain dengan rapi. Hal itu tentu membuat pria lain di luar sana tergila-gila dengan dirinya.
Tapi Abas berbeda, debaran jantung Diva terasa menggila bahkan ketika pria itu terlihat tak tergoda dengannya.
Apakah ini yang disebut karma? Oh, Diva tidak perduli karena setelah ini ia pastikan bahwa Abas akan bertekuk lutut di kakinya.
Wanita itu melingkarkan tangan di leher Abas dan menarik pria itu agar Diva lebih mudah melancarkan ciuman menggoda yang beberapa saat tak mendapat balasan dari pria berstatus duda itu.
Tak kehilangan akal, Diva menarik sebelah tangannya dan membawa menuruni d**a bidang pria itu dengan gerakan menggoda yang sangat disengaja. Hingga saat jemarinya mencapai ujung perut, Abas menangkap tangan Diva dan mendorong wanita yang berani mengusiknya itu hingga terhimpit di dinding.
"Kamu salah mempermainkan pria, Bocah kecil," desis Abas dengan dua tangan yang meremas pinggul Diva kasar.
"Aku bocah kecil yang bisa memberimu bocah juga," sahut Diva merasa menang karena merasa Abas mulai terusik dengan permainannya.
Abas berdecih kasar sebelum membalas ciuman Diva dengan serangan tiba-tiba yang membuat wanita itu kehilangan keseimbangan hingga kedua tangannya langsung berpegangan pada kedua pundak pria itu.
"Oh my God. Kenapa Tuan Angkasa menjadi agresif sekali?" goda Diva dengan kerlingan nakal yang semakin membuat Abas menggeram tertahan.
Setahun bertahan hidup sendiri dan menyibukkan diri dengan pekerjaan membuat Abas tak memusingkan masalah ranjang. Ia lebih memilih menyiapkan tugasnya karena ia berencana pensiun dini agar bisa bermain sepuasnya dengan sang cucu. Ya, anak Dewa yang nantinya akan ia culik dan dijadikan teman bermain di rumahnya.
Tapi tiba-tiba saja wanita itu datang dengan rayuan yang sialnya membuat Abas Angkasa mulai merasa goyah. Padahal ia sendiri sudah terbiasa dengan banyaknya wanita yang selalu menempel setiap kali ia datang ke club untuk menjamu tamu-tamunya. Tapi yang di hadapannya ini terasa berbeda, hingga membuat pria itu harus kembali mengingatkan diri agar tidak terbawa arus permainan Diva Adzakina.
"Berapa bayaranmu?" tanya pria itu datar.
"Ah, apa anda berubah pikiran dan mulai tertarik dengan tubuh kurang nutrisi ini?" tanya Diva dengan senyuman geli. Jelas sekali ia merasa menang kali ini.
Tidak menjawab, Abas malah menarik Diva dan menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang. "Bukankah ini yang kamu mau?" sinis pria itu sembari membuka kancing kemeja dan menanggalkannya sembarang.
Diva dapat merasakan jantungnya kian berdetak kencang. Sumpah mati saat ini dirinya begitu mendamba sesuatu yang selama ini selalu ia hindari. Oh, apakah memang ini saatnya? Dengan pria duda sexy yang sudah bersiap menerkamnya ini?
Tak ingin terlihat seperti kucing yang ketakutan, Diva melingkarkan kaki di pinggang Abas dengan gerakan s*****l.
"Ah, sepertinya Tuan Angkasa sudah sangat tidak sabar, ya?" Diva terkekeh geli.
"Kucing mana yang menolak jika disodorkan daging?" sahut Abas datar.
"Oh, kalau begitu selamat menikmati daging yang kenyal ini, Cat," ujar wanita itu dengan senyum penuh godaan.
TO BE CONTINUED