Kematian Tragis

1010 Kata
Sepertinya kematian ini diguna-guna oleh seseorang. Pokoknya gua kudu cari tuh orang yang menyebabkan kematian Juminten.   Paijo membawa jasad Juminten kembali ke kampungnya untuk mengembalikan kepada sang bapaknya Juminten. Sudah pasti bapaknya Juminten merasa syok dan tak menyangka jika putrinya telah meninggal. Paijo meminta maaf dan menjelaskan secara detail, bahwa kematian Juminten itu diperbuat oleh seseorang yang membencinya.   Mau bagaimana lagi, semua telah menjadi nasi yang basi, sang bapak pun harus ikhlas legowo menerima kenyataan yang terjadi.    "Awalnya Juminten pernah cerita sama bapak, kalau semua biaya akomodasi kepergiannya ditanggung oleh Sujimin. Dan bapak yakin kalau Sujimin menyukai Juminten," ungkap sang bapak sembari menahan rasa duka kesedihan.    "Apa mungkin yang menyebabkan kematiannya, Sujimin sendiri?" Paijo mencoba menerka-nerka.    "Hust! Nggak boleh suudzon, le. Kita kan belum tau kebenarannya,"    "Baiklah, Pak. Pokoknya bapak tenang aja, aku bakalan cari bukti dan sebab kematian Juminten. Sampai mati aku nggak rela jika harus kehilangan Juminten,"    "Baiklah, le, kalau begitu terserah kamu saja, yang penting kamu kudu ati-ati, ya?"    "Siap, pak."   Usai acara pemakaman Juminten, Paijo kembali ke rumah dengan tangan kosong. Harapan dan impiannya telah pudar dan sirna. Paijo kembali denfan raut wajah kecewa yang tak dapat disembunyikan dari emak dan bapaknya. Mereka pun penasaran dan mulai menginterogasi Paijo dengan jelas. Paijo menjelaskan secara detail dengan apa yang terjadi saat itu. Kedua orang tuanya kaget dan tak menyangka tentang kematian Juminten.    "Ya wes, le. Kamu seng sabar wae, kui wes takdire seng kuoso. Kowe kudu nerimo lan ikhlas legowo, ya?"    "Nggih, pak, buk. Ya wes, aku mau mandi dulu,"    "Iya, Jo."   Paijo merasa lemah tak b*******h sejak kepergian si Juminten. Hari-harinya selalu diliputi oleh rasa sedih yang kian menggebu. Paijo menjadi lebih suka menyendiri dan menikmati waktunya hanya seorang diri. Segala peristiwa itu tak pernah dilupakan olehnya. Terlebih tentang penyebab kematian Juminten, Paijo tak hanya tinggal diam untuk mencari tahu siapa dalang dalam kematian Juminten.                         *****   Intan sahabatnya Juminten, duduk di teras rumah dengan tatapan kosong. Dia tak menyangka jika sahabatnya telah tewas begitu cepat. Rasanya dia belum siap untuk kehilangan sahabat tercinta, di mana kala itu mereka selalu menghabiskan waktu untuk bersenda gurau. Intan merasa separuh jiwanya telah lenyap, dan membuatnya tak bersemangat menjalani kehidupan.    "Tan, sudahlah, jangan sedih terus. Lagipula Juminten di sana udah tenang, kalo kamu sedih yang ada Juminten juga ikut sedih," ungkap ibunya.    "Tapi, bu. Intan velum bisa melupakan kenangan Juminten, Intan kangen, bu," balas Intan.    "Sabar ya, nduk. Semua manusia pasti akan mati, sing penting kamu berdoa saja semoga Juminten dilapangkan kuburnya,"    "Nggih, bu. Ya wes bu, Intan istirahat dulu, ya,"    "Iya, nduk."   Selain Intan, Paijo yang merupakan calon kekasih sehidup sematinya merasa berat atas kepergian Juminten. Dia masih belum bisa terima dengan kematian gadis itu. Paijo memutuskan untuk berkunjung ke alamat si mbah dukun mencaritahu penyebab kematian Juminten. Namun, Paijo sudah yakin dan menduga bahwa yang menyebabkan kematian Juminten adalah Sujimin sendiri.   Sujimin kini berada di rumah Lek Minto, lelaki itu mengucapkan terima kasih pada Lek Minto karna telah berhasil membuat Juminten meninggal. Terutama, Paijo, pasti lelaki itu akan merasa sangat sengsara setelah kepergian gadis yang dipujanya.    "Lek, pokoknya gua bakal langganan lagi nih buat pakai jasa lu, mantap Lek," Sujimin mengacungkan jempol kepada Lek Minto.    "Yaiya dong, namenye gua Lek Minto is dukun,baru juge jadi dukun udeh manjur aje, kan?"    "Benar, Lek, kali ini giliran tugas lu Lek, buat tuh Paijo tewas,"    "Kagak semudah itu, Coy. Paijo itu feelingnye kuat, sekuat baja, kalo gua bikin die tewas, yang ade gue bakalan dipenjare, gua kan masih ingin nikmatin idup gua,"    "Kalo gitu terserah lu aje dah, Lek, yang penting urusan gua udah kelar. Dan gua mau pamit,"    "Assiappp."   Setelah kepergian Sujimin, Lek Minto kembali menjalankan ritualnya.   Paijo telah tiba di rumah si mbah dukun yang jaraknya cukup jauh dari kampungnya. Dia sudah tak sabar ingin segera mengetahui siapa penyebab kematian Juminten. Dengan bzntuan di mbah dukun semoga semuanya segera teratasi. Paijo menerobos masuk dzn sebelum itu dia mengucapkan salam aras kedatangannya. Nampak lelaki tua sedang mengunyah kembang kantil dan juga beberapa kembang lainnya. Lelaki itu menatap Paijo dengan wajah angeknya.    "Ade ape lagi lu bocah?" tanya si mbah dukun.    "Mbah, gua mau minta bantuan mbah, tolong terawang penyebab kematian gadis ini." Paijo menyodorkan sebuah foto kepada si mbah dukun.   Mbah dukun pun mengamati dengan jelas tentang foto itu. Pikurannya tertuju pada Sujimin dan juga Lek Minto. Mbah dukun meringis sambil mengambil sebuah kendi berisikan air yang cukup jernih. Si mbah perlahan mencelupkan foto gadis itu di dalamnya dan memperlihatkan kepada Paijo apa yang ada di dalam air. Di sana terlihat dengan sangat jelas peristiwa tentang kejadian sebelum Juminten tewas. Di dalamnya terdapat persekongkolan kerja sama antara Sujimin dan Lek Minto. Paijo meremas jemarinya kasar. Dia tak dapat menahan gejolak emosinya saat menyadari semua tabiat licik dan keji yang dilakukan oleh Sujimin dan Lek Minto. Sekarang saatnya Paijo memualai aksinya untuk membalas semuanya.    "Mbah, aku mau mbah mengajariku ilmu tentang perdukunan. Aku ingin membalas kejahatan mereka."    "Boleh, tapi untuk mepelajari ilmu itu tidak membutuhkan waktu singkat. Perlu beberapa waktu untuk bisa nenguasai ilmu hitam tersebut,"    "Apa ada syaratnya, mbah?"    "Ada, syaratnya kamu kudu membakar kemenyan setiap malam Jumat kliwon dan melemparinya di sekeliling rumah. Setelah itu, syarat kedua, kamu kudu puasa satu hari satu malam full, sambil menyebut nama target di jam dua belas malam. Setelah itu, kamu bakar foto target bersamaan kemenyan,"    "Baik, mbah, siap. Akan saya lakukan segera," *** "Bu ... tolong bikinin kopi,” Pinta Sujimin pada sang ibu.   "Iya, le." Jawab ibu kemudian sambil melangkahkan kaki ke dapur.   Sujimin yang baru saja pulang dari sawah kemudian duduk bersandar di amben ruang tengah dalam rumah, sambil mengibas-ngibaskan toping capil yang dipegang karena kegerahan.   ‘BRUKKKK'!'   Tiba-tiba terdengar sesuatu yang keras menghantam atap rumah.   Sujimin yang terkejut langsung melonjak keluar dari rumah. Ia pun mengecek sambil mengintip atas genteng jerami, namun tak menemukan apapun. Perasaannya mendadak berubah tidak enak.   "Buu ... Kira-kira suara apa ya di atap tadi?" Tanya Sujimin khawatir ketika ibunya mengantar kopi.   Dahi ibunya berkerut heran. "Suara apa, le?"   "Loh. Masa gak denger? Suaranya cukup keras loh. Diatas genteng tadi. Aku liat gak ada apa-apa,"   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN