"Silakan, pak, bu."
Kedua orang tuanya Nurani mendapatkan perlakuan yang sangat baik dari seorang lelaki tampan dan kaya raya itu.
"Pak, dia ko baik banget."
Ibunya Nurani berbisik pada suaminya. "Apa dia seorang malaikat?"
Pak Pandir menggeleng pelan dengan meletakan telunjuk di bibir istrinya. "Sudah, bu. Jangan banyak bicara. Sing penting kita selamet sekarang!" ujar Pak Pandir.
"Iya, pak."
Keduanya duduk di sofa empuk di tengah rumah megah dan mewah itu.
Aron memberikan isyarat pada asistennya untuk mengambilkan air minum dan juga kudapan untuk mereka berdua.
"Pak, bu. Sialakan sekedarnya!"
Berkata sekedarnya pada buah buahan segar, pada kue yang beraneka ragam, dan pada minuman yang begitu menyegarkan. Pak Pandir merasa itu terlalu berlebihan.
"terima kasih sekali, tuan. Kami sungguh merasa terhormat." ujar Pak Pandir.
"Oh, tentu saja. Saya harus menghormati anda. Karena anda adalah orang tua. Dan orang tua memang harus dihormati bukan!"
"Terima kasih, nak. Sebenarnya saya datang ke kota ini. Karena saya ingin mencari anak saya. Ini potonya. Mungkinkah Tuan bisa membantu saya?"
Poto itu diambil oleh Aron dengan sebuah senyuman. Ia jelas merasa menang meski belum bertemu dengan gadis itu secara langsung.
"Anaknya cantik sekali, pak. Ini sungguh luar biasa."
"I-iya. Dia masih gadis, makanya saya takut karena dia kabur dari rumah."
"Kalau boleh tahu, kenapa dia kabur dari rumah?"
"Karena kami akan menjodohkannya dengan kepala desa, dan anak saya menolaknya."
Oh, sayang sekali. Akan lebih baik gadis jelita yang masih suci itu dijodohkan dengannya saja.
"Kenapa Bapak menjodohkan anak bapak?"
"karena kami memiliki hutang banyak."
Oh, ini adalah sebuah kesempatana untuk Aron. Untuk lebih bisa memiliki gadis itu dan mengalahkan Nelson tentu saja. Uang bukan lah masalah untuknya.
"OH, bagaimana kalau gadis itu jodohkan saja dengan saya. Dan saya akan membayar semua hutang Bapak?"
***
"Akhirnya aku mendapatkan mu, sayang!"
Baru saja tangan laki laki itu mendarat di pipinya Nurani. Namun detik berikutnya sebuah jeritan juga suara tangan yang patah terdengar oleh Nurani. Membuat gadis itu melebarkan kedua matanya.
"tu-tuan!"
Awalnya merasa berusaha agar tidak ditemukan laki laki itu. namun kali ini ia menyesalinya, karena laki laki itu lah yang kini menyelamatkannya.
tanpa menjawab sang gadis jelita itu. Nelson mengangkat tubuhnya Nurani. Menatap ke arah satria, sehingga laki laki itu menyuruh orang orangnya untuk menangani kedua lelaki botak tersebut.
Nurani menunduk dalam, karena ia merasa bahwa tuanya itu sedang marah padanya. Nurani memang ingin melarikan diri. Karena ia merasa bahwa nelson ini laki laki yang menyeramkan.
Dia memiliki rumah besar, mobil bagus baju bagus, dan juga orang orang di sekelilingnya terlihat terlalu mencolok. Termasuk Satria, dia juga telalu mencolok. Bajunya memakai jas hitam, elana hitam, dan sepatu mengkilat.
Mereka semua telihat gagah. Nurani tidak pernah bertemu dengan orang orang yang seperti itu. Kecuali orang orang yang ada di dalam televisi, di drama drama yang pernah ia tonton di ponsel temannya. karena ponselnya Nurani itu memiliki batre yang cepat low, maka gadis itu memang tidak berani melihat drama di sana.
"Ayo duduk di sini!"
sedikit pun Nelson tidak membahas tentang apa alasan yang membuat Nurani kabur. Ia hanya berbicara dengan para pelayan itu, lantas memesan kan baju untuk Nurani.
Ia pun mengabaikan Nurani, membuat gadis itu merasa enggak enak hati. Ingin sekali Nurani meminta maaf pada laki laki itu, namun ia enggak berani berbicara. Setiap ada kesempatan, laki laki itu malah sibuk dengan Satria dan membicarakan sesuatu yang membuatnya enggak mengerti.
"Bagaimana Tuan, kita harusnya hari ini menemui pihak Sky?"
"Enggak apa apa, kita lewatkan saja."
"Tapi kita akan mengalami kerugian besar, tuan. Kita akan kehilangan banyak uang untuk itu."
"Aku tahu. Nanti aku akan menemui pihak Sky dan berbicara dengan mereka."
"Baiklah, tuan."
terlihat bahwa wajahnya memang sedang tegang. Nurani ingin sekali memberikan minuman atau apalah untuk laki laki itu. Tapi itu tadi, ia merasa bersalah karena telah membuat kehebohan tadi.
Sampai semua baju dan barang barang yang telah di beli oleh laki laki itu selesai. Nurani tetap di diamkan. Nelson terlihat sibuk berbicara dengan Satria. Nurani merasa bingung, hingga ia menemukan seekora kucing berwarna putih dan ia bermain dengan kucing tersebut.
Awalnya kucing itu bermain dengannya, namun lama lama ternyata kucing itu mencakar dan mengingit tangannya sehingga Nurani menjerit kaget. Gadis itu pun berlari ke arah tengah rumah dan mencari kotak P3K.
Nelson yang sedang membicarakan sesuatu, segera lari menghampiri Nurani. meraih tangan gadis itu dan segera membawanya ke arah wastafel. Mencuci dengan air hangat juga dengan sabun.
"meski itu kucing peliharaan yang bersih dan jauh dari kotoran, tetap saja kamu harus mencucinya dengan sabun terlebih dahulu."
Dengan cekatan dan kelembutan, Nelson membersihkan tangannya Nurani. Terlihat begitu sayang dan juga cemas. Hal itu enggak lepas dari pandangannya Nurani. Bagaimana pemilik wajah tampan itu telah memperlakukannya dengan sangat baik. Nurani sungguh merasa terenyuh.
"Tuan ...."
"Hemm ..."
Nelson menyahutnya seraya memberikan obat pada bekas cakaran kucing tersebut, setelah dibersihkan tadi.
"Tuan enggak marah sama saya?"
Pertanyaan polos itu, membuat nelson akhirnya menatap kedua bola mata indah itu dengan lekat. "kenapa saya harus marah?" tanya nya.
"Mmm ... karena saya telah kabur dari Tuan. Saya telah--"
"Oh," hanya itu. Dan Nurani merasa enggak puas. Ia enggak puas dengan jawabannya Nelson. Ia merasa ingin meminta maaf, tapi malu.
Lelaki itu terlihat tidak marah. Namun sikap lembut dan juga kepeduliannya membuat Nurani merasa menjadi manusia yang paling jahat. Ia telah membuat Tuannya pusing dan harus menghadapi masalah. Tadi itu, banyak sekali orang yang melihatnya. Sehingga Nurani yakin sekali mereka akan berspekulasi yang enggak enggak terhadap diri laki laki itu.
"Tuan ..."
Kembali ia menegur laki laki itu setelah Nelson baru saja selesai membungkus luka itu. Dan Nelson kali ini menatapnya lebih lama dan santai, enggak se repot tadi.
"Apa sih ...." Nelson mengusap pucuk kepalanya, membuat Nurani tersenyum malu. Ia menunduk dan mengigit bibirnya sendiri.
"Saya minta maaf ..."
Ya ampun prilaku gadis itu sungguh menggemaskan sekali. Ingin rasanya Nelson menarik dan menciumnya dalam. Namun ...
Nelson takut Nurani menjauh darinya dan bahkan kabur hanya karena hal itu.
"Mmm ... baiklah. Sekarang aku memaafkan kau. Tapi ... jika ke depannya kamu melakukan hal yang sama lagi, maka semuanya tidak akan ada ampun lagi! kamu akan saya berikan hukuman!"
"Hukuman?"
"Iya."
"A-apa hukumannya?"
"Satu kali kabur, maka sepuluh ciuman yang akan kamu dapatkan!"
"A-apa!"
Nurani melebarkan kedua mata indahnya!