Nurani POV
"Jangan masuk ke sana!"
Aku merasa kesepian, sehingga aku berjalan jalan di rumah besar ini. Sampai aku berdiri di depan sebuah pintu berwarna coklat di lantai tiga. Pintu coklat ini terlihat berbeda dan aku rasa, aku ingin sekali memasukinya. Namun Satria menahan ku dengan penuh keterkejutan. Aku tidak tahu ada apa dengan laki laki ini.
"Ke-kenapa?"
Satria menatikku dengan pelan. "Tuan tidak suka, ada orang yang masuk ke ruangan ini!"
Oh, mungkin ini adalah sebuah ruangan rahasia. Sehingga Tuan melarang ku untuk memasukinya.
"Mulai saat ini, nona enggak boleh berjalan ke arah pintu ini, ya."
"kenapa?"
"karena sangat sangat berbahaya. Tuan akan marah, kalau nona masuk ke ruangan ini."
"Oh, baiklah. Saya tadi hanya enggak sengaja lewat aja. Saya merasa bahwa pintu ini memang agak berbeda saja."
"Bagaimana kalau kita main permainan yang seru? oh, apa nona mau melihat drama korea?"
"Mau! tapi ponselku sudah low. Aku enggak bisa melihat drama di ponsel ku." keluhku.
satria terkekeh dan menyuruhku dudu di ruang tengah. "Nona tunggu sebentar, saya mau mengambilkan sesuatu untuk nona." dia pergi ke lift dan aku enggak tahu dia pergi ke lantai berapa.
Saat menunggunya aku hanya melihat ruangan ini dengan seksama. Aku sudah berada di rumah ini selama dua hari. Dan aku masih belum hapal dengan keadaan rumah bertingkat lima ini. Rumah yang bak hotel berbintang lima. Sangat indah dan elegan.
"Ini nona."
Santri meletakan tab di atas meja, di depan ku. "Nona bisa menonton korea dengan menggunakan ini. letakan seperti ini, biar layarnya enggak terlalu dekat."
tablet itu ada dudukannya, sehingga bisa diletakan di atas meja, dan aku bisa menontonnya dengan sambil duduk di sofa.
"Terima kasih, tuan."
"Panggil saja, satria. Kalau tuan mendengar anda memanggil saya dengan sebutan itu, maka tuan akan marah." dia berbisik dengan menutup sebelah mulutnya.
Aku terkekeh. "benar kah?" tanya ku.
"Iya. Tuan itu agak agak manja. sebenarnya." tambah Satria lagi.
"Dia enggak suka ada orang yang lebih darinya. Kamu tahu kan, dia ini bos besar." ujarnya lagi.
"Satria sedang menjelek jelek kan tuan?"
Satria terkekeh. "Saya enggak berani, nona. Saya hanya sedang memberitahu nona, saja. Di depan tuan Nelson jangan pernah memuji laki laki lain." jelasnya.
"Oh, baiklah."
"ya sudah, nona nonton drama saja. Saya akan berada di ruangan sebelah. Panggil saja saya, kalau nona membutuhkan sesuatu."
Aku mulai menonton drama yang aku mau. Namun pikiran ku kembali merambah ke pintu yang berwarna coklat itu. Bentuknya terlihat begitu misterius. Aku seperti di tarik ke dalam nya. Pikiran ku sepertii diambil oleh pintu itu, sehingga aku ingin memasukinya. Entahlah, aku enggak mengerti apa yang membuatku merasa begitu tertarik dengan pintu tersebut.
Mungkin suatu saat, aku akan memasuki pintu itu dan melihat apa yang ada di dalamnya, dan tentu saja itu tanpa sepengetahuan Tuan.
Dan malam pun tiba, aku pergi ke ruangan itu. Aku berdiri di depan nya, aku seperti tertarik ke dalam ruangan ini, langkah ku terasa ringan seolah aku memang harus masuk ke sana.
Perlahan tangan ini terangkat, dan pintu itu terbukan. Aku melirik ke arah kanan dan kiri yang pertama kali aku lihat adalah sebuah ...
"Mana dia!"
Suara Tuan Nelson membuatku kaget. Aku segera bersembunyi di balik lemari besar. Beruntungnya pintu itu sudah aku tutup sehingga aku enggak ketahuan sedang berada di dalam ruangan itu.
"Jangan sampai gadis itu masuk ke dalam pintu ini!"
pesan tuan Nelson yang aku dengar, membuatku merinding. Aku sungguh tidak tahu apa alasan yang membuat Tuan Nelson melarang ku masuk ke dalam ruangan tersebut. Sedangkan aku saat ini memang sedang berada di dalam ruangan yang dilarangnya ini.
"Baik, tuan."
"Mmm ... apa dia sudah tidur?" tanya nya lagi.
"Sepertinya begitu, tuan."
"Baiklah, kalau begitu saya ke ruang kerja saya dulu. ada banyak urusan yang harus saya lakukan." Mereka hening, dan aku yakin sekali keduanya sudah pergi dari ruangan ini.
Aku inginnya melihat semua benda aneh yang ada di ruangan ini. Namun aku seperinya harus segera keluar dari sini, demi kebaikan ku. Mungkin nanti setelah semuanya keluar, atau Tuan sedang kerja. Maka aku akan kembali memasukinya.
Keluar dari ruangan ini membuat ku bernapas lega. Oh, iya. Tadi aku melihat lukisan seorang perempuan. Namun aku belum sempat melihat wajahnya. Hanya rambutnya yang panjang dan sebahu. Sayang sekali, padahal aku ingin sekali melihatnya.
Malam hari, aku terbangun. Aku sepertinya kehausan dan ingin minum sesuatu. baru saja aku sampai koridor antara kamarku dan kamar itu ... tiba tiba pintu terbuka dan menghadirkan tuan yang baru saja keluar dari ruangan itu. Dia wajahnya sendu dan sepertinya habis menangis.
Aku bersembunyi di balik lemari pajangan besar dan membiarkan dia pergi. Ada apa di balik ruangan itu, kenapa aku melihatnya menangis.
Apakah di sana ada yang telah membuatnya sedih. Meski berkali kali aku mendengar Tuan mengingat kan setiap orang untuk tidak masuk ke dalam ruangan itu, namun aku malah semakin penasaran dan ingin sekali masuk ke dalamnya.
Tapi bagaimana caranya agar aku bisa masuk ke dalam sana, dan tanpa ketahuan oleh Tuan Nelson.
Aku meneruskan langkah ini ke dapur, karena aku memang ingin sekali minum. Sampai di sana aku melihat Tuan Nelson sedang duduk di kursi makan dengan kepala ia letakan di atas meja.
"Tuan!"
Dia berbalik dengan penuh keterkejutan. "Kamu ngapain ke sini?" tanya nya dengan nada agak meninggi. Aku sempat kaget, dengan perubahan sikapnya ini.
"Oh, sa-saya--"
"Jangan pernah keluar kamar malam malam begini!"
Aku terdiam!
Tapi kenapa? apa masalahnya?'
"Sa-saya mau minum. Jadi saya--"
"Ambil air kamu yang banyak dan bawa ke kamar kamu. Saya enggak mau melihat kamu keluar dari kamar pada jam segini lagi!"
Ini sebuah perintah. Aku merasa bahwa beliau ini adalah orang yang sama, namun ... kepribadiannya yang berbeda.
Namun yang membuat ku aneh. kenapa aku enggak boleh keluar kamar di tengah malam. APa sebenarnya yang telah terjadi?