“Raja, aku mohon kau tidak boleh seperti ini! Menyekap seorang perempuan itu tidak baik! Kalau mau bertarung, bertarunglah dengan laki-laki!” seruku.
“Hei, pembohong, kau tentu tahu mengapa aku melakukan ini,” kata Raja Rahwana.
“Apa yang terjadi, Badrun?” tanya Putri Shinta yang memang tiudak mengetahui mengenai kesalahannya, dia ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi hingga dia harus ditahan oleh Raja Rahwana. Putri Shinta tentulah merasa bingung.
Aku mulai ketar-ketik memikirkan apa yang harus aku katakan kepada Putri Shinta sebab, ini menyangkut suaminya. Aku takut kalau hubungan Putri Shinta dan Pangeran Rama akan menjadi semakin rumit.
“Lepaskan mereka, Raja! Kalau kau mau meminta pertanggungjawabanm mnintalah kepada Pangeran Rama atau aku,” kataku. Aku benar-benar kelepasan. Mengapa aku mengatakan kalau dia bisa meminta meminta pertanggungjawaban padaku? Ini benar-beanr gila.
“Baiklah, kemarilah, kalahkan aku dan bebaskan mereka,” kata Raja Rahwana.
Aku menggaruk kepalaku yang tiak gatal. Dari segi tubuh saja kita berbeda, dia lebih besar dari pohon, sedangkan aku hanya selututnya.
“Baiklah,” kataku.
Aku mulai bersiap namun belum sempat aku berlkari, tiba-tiba Putri shinta berseru dengan sangat nyaring.
“TUNGGU! JELASKANLAH APA YANG TERJADI HINGGA AKU BISA MENGERTI MENGENAI ALASANKU ADA DI SINI!” Seru Putri Shinta.
Raksasa itu menoleh paa Putri Shinta, “Suamimu telah mealnggar janji. Suamimu sduah berbanji untuk membawamu keapdaku namun yang dia lakukan justru pergi untuk mencari bantuan untuk kembali menyerangku,” kata Raja Rahwana.
“Tidak mungkin! Suamiku tidak akan pernah melakukannya!” kata Putri Shinta.
Aku hanya bisa menggarukkan kepalaku.
“Kalau kau tak percaya, kau bisa menanyakannya kepada peramal ini. Dia saksinya,” kata Raja Rahwana.
Putri Shinta dan Annaliese kini menatapku. Aku semakin bingung kalau sudah begini, “Jelaskanlah padaku, Badrun!” titah Putri Shinta.
“BEgini, Putri,” kataku yang mulai ragu untuk mengatakannya.
“Begini bagaimana? JElaskanlah dengan sejelas mungkin!” seru Putri Shinta.
Aku menghela napas dan menganggukkan kepalaku. “Begini, Putri, apa yang terjadi memang seperti itu. Tapi,” kataku.
“Jadi suamiku sendiri yang ingin menyerahkanku kepada Raja Rahwana?” tanya Putri Shinta.
“Duh,” ringisku. Namun tidak ada pilihan lain selain jujur. Aku pun menganggukkan kepalaku begitu saja.
“Kau pasti pembohong,” kata Putri Shinta.
Raja Rahwana pun tertawa, twanya benar-ebanr menggelegar seperti pertir. Aku sampai harus menutup telingaku karena telingaku terasa begitu pengang.
Aku langsung menggelengkan kepaku. “Kali ini aku tidak bebrohong, Putri,” kataku.
Apakah aku terkesan mengompori?
“Kemarilah, peramal! Kau mau meminta menyelesaikan ini semua denganku, bukan?” tanya Raja Rahwana.
Aku pun mulai maju namun kali ini aku bisa memastikan aklau aku akan kalah.
“Badrun! Jangan lawan Raja!” seru Annalise.
Aku langsung menghentikan langkahku lagi. aku benar-benar harus menghentikaln langkahku lagi. mengapa sulit betul mau berkelahi?
“KEnapa lagi? Aku sudah siap bertarung,” kataku frustasi menatap Annaliese.
“Kau akan kalah,” kata Annaliese.
Aku pun hanya bisa mengaduh karena kini citraku turun, bagaimana mungkin Annaliese bisa mengatakan itu di depan lawanku langsung. Itu sungguh menghilangkan harga diriku. Kini aku tidak memiliki wajah.
“Astaga, setidaknya katakannya nanti saja kalau aku sudah bertarung,” kataku.
Annaliese hanya menggelengkan kepalaku, “Raja, tolong bawa dia asaja bersama kami.,” kata Annaliese.
“Sepertinya pacarmu lebih tahu situasi dan lebih tau diri,” kata Raja Rahwana.
Aku terdiam sesaat. Aku benar-benar merasa bingung sata ini karena kalau aku mengalah begitu saja maka aku hanyalah seorang pengecut namun kalau aku melawan Raj aRahwana, aku tahu kapasitas diri dan aku yakin kalau aku akan kalah.
Aku bukannya sedang mendahului takdir namun memang itulah yang terjadi.
Aku bingung sekali. Lalu, aku menoleh ke arah Annaliese, dia menganggukkan kepalanmnya mencoba mengisyaratkan padaku kalau aku harus menuruti apa katanya. Hei, memangnya dia pikir dia siapa?
Tapi aku benar-benar tidak memiliki pilihan lain.
“Baiklah, tangkap aku.l” kataku.
Aku bahkan menyyodorkan kedua tanganku kepada Raja Rahwana. Aku akan berpikir mengenai bagaimana kami akan kabur nanti setelah kami dibawa pergi. Aku benar-benar merasabingung harus berbuat apa lagi.
“Kau mengalah begitu saja, Badrun?” tanya Putri Shinta yang melotot ke arahklu meinta penjelasan.
Mendengar pertanyaan dari Putri Shinta membuat aku meridingis. Bagaimana tidak, pertanyaan itu seolah mengatakan kalau Putri Shinta benar-benar meragukan aku sebagai laki-laki. Aku benar-benar malu bahkan tak memiliki wajah lagi di hadapanh Putri Shinta.
“Maaf, Putri. Tapi kalau kali ini sepetrinya saya harus mmilih jalan ini,” kataku.
“Kau adalah seorang laki-laki, Badrun! Kau sungguh pengecut!” seru Putri Shinta.
“Astaga.” Rutukku. “Maaf, Putri. Setidaknya kali ini aku harus menyelamatkan nyawaku dulu sebelum menyelamatkan nyawa tuan putri,” kataku.
Aku pun langsung memejamkan mata. Rasanya tak kuasa dikatakan sebagai seorang pengecut. Katakanlah aku memang takut mati dan kalah kali ini namun aku bertekad akan memikirkan cara lain agar aku bisa membebaskan kami bertiga.
“HAHAHHAA!” Raja Rahwana pun tertawa, aku tahu tawa itu tertuju padaku namun aku tidak peduli. Annaliese menganggukkan kepalanya, dia membenarkan lanbgkahku.
Tak lama kemudian, aku pun diikat begitu saja oleh Raja Rahwana. Dan seketika kami bertiga langsung dibawa menuju ke sebuah gua yang sangat jauh dari tempat kami berada. Aku tidak tahu apa isi dari gua yang kini kami datangi namun yang jelas sepertinya gua ini terlihat sangat angker namun bersih.
“Kita di mana, Badrun?” tanya Annaliese.
Aku hanya bis amenggelengkan kepalaku karena aku sendiri tidak tahu mengenai di mana kami berada saat ini.
“Sudah ikutin saja,” kataku.
“Kau benar-benar tidak berguna, Badrun!” seru Putri Shinta yang menatapku dengan sinis. Aku hanya bisa meringis begitu saja. Aku jadi tidak enak pada Putri Shinta namun biarlah kali ini Putri Shinta memikirkan apa kepadaku yang jelas aku akan membuktikan kepada Putri Shinta kalau aku akan membebaskan kami dan ini semua hanyalah sbeuah trik. Itu saja.
“Maaf, Tuan Putri,” kataku.
Tak lama kemudian, aku, Putri Shinta, dan Annaliese pun tiba di sebuah ruangan yang terlihat seperti penjara. Raksaksa itu memasukkan kita ke dalam sana. Aku mencari gembok di sekitar dan rupanya penjara yang terlihat terbuat dari rotan itu tidak memiliki gembok khusus jadi aku sedikit memiliki harapan dan merasa tetap bisa keluar dari sana.
Raja Rahwana pun pergi begitu saja. Kali ini aku langsung menoleh ke arah Putri Shinta dan juga Annaliese. “Aku akan mengupayakan kita akan keluar dari sini. kalian tidak perlu khawatir. Percaya padaku, aku akan mencoba menyelesaikan apa yang telahr terjadi,” kataku dengan yakin.
“Apa kali ini aku bisa mempercayaimu? Apa kau akan pergi seperti pengecut lagi seperti sebelumnya?” tanya Putri Shinta. Sungguh kalimat yang terlontar dari bibir Putri shinta benar-benar terasa begitu menyilet hati namun mau apalagi. Apa yang dikatakannya memang benar adanya.