Aku berjalan menuju rotan-rotan yangs udah disulap menjadi jeruji. Ini benar-benar mirip jeruji yang ada di sel penjara. Aku pun langsung mencoba membukanya, namun meski hanya sebuah rotan tapi ini sungguh sulit untuk dirobohkan.
Aku pun langsung mencoba menoleh ke kanna dan ke kiri mencoba mencari sesuatu yang bisa aku gunakan untuk bisa menghancurkan setidaknya tiga rotan agar kami bisa keluar.
“Bagaimana caraku menghancurkannya?
Aku mengedarkan pandanganku ke segala arah dan seketika mataku tertuju pada sebuh batu runcing yang ada dui sana, Annalies yang melihat aku mengamati batu itu langsung berdiri, “Biar au bantu, Badrun,” kata Annaliese.
Annaliese pun langsung berjalan menuju ke arah batu tersebut, aku juga mengikutinya. “Bia raku saja yang membawanya.” Kaytaku kepada Annal;iese.
Batu itu tidak begitu besar namun kerudncingannya sepertinya busa untuk membuka jeruji rotan itu.
Aku dan Annaliese mulai membawa batu-batu tajam itu menuju ke jeruji rotan itu. Sebelumnya, sudah kupastikan dengan kakiku sendiri rotan itu cukup kuat juga. Sehingga, sudah beberapa kali aku tendang-tendang tetap tidak bisa juga dibuka.
"Biar aku saja,” katau pada Annaliese.
Annaliese kali ini tidak mau menurutiku, dia pun memilih untuk membantuku. aku pun langsung mencoba mncucuki rotan itu dengan batu namun tetap tidak bisa putus. satupun.
"Ah, kalau seperti ini terus sampai Raja Rahwana datang kita tidak ada perkembangan. Baik aku saja yang buka, Badrun,” kata Annaliese.
Aku pun mundur selangkah, aku akan membairkannya membuka sendiria dna aku akan menertawakannya kalau dia tidak bisa membukanya.
Annaliese mulai mengambil ancang-ancang. aku hanya bisa memperhatikannya dari belakang dan menggelengkan kepalaku.
annaliese pun berlari dan menendang rotan itu.
BUG!
Mataku membelalak. Aku mnyaksikan sendiri bagaimana tendangan Annaliese yang bisa merobohkan sel rotan tersebut, bukan hanya mematahkan satu dua rotan namun seluruh sel rotan jatuh begitu saja.
Aku memandangainya tak ercaya. Saking tidak percyaany aku sampai mengucek mataku sendiri.
"Kamu pasti pakai ilmu sihir kan?" tanyaku.
Aku sangat yakin kalau apa yang aku lihat adalah sesuatu yang tak bisa diterima oleh akal sehat.
"Sudah berpikirnya nanti saja, yang penting kita bisa keluar,” kata Annaliese.
Aku pun akhirnya hanya bisa menganggukkan kepalaku dan langsung mneoleh kea rah Putri shinyta yang sudah berbinar melihat sel rotan jatuh.
"Mari, Putri,” kata ku.
Putri Shinta hanya bisa menganggukkan kepalanya.
Kemudian, aku dan Annaliese pun menyusul. Kami langsung mempercepat langkah dan berjalan dengan penuh hati-hati.
Aku yang awalnya sangat optimis akan menertawakan Annaliese hanya bisa menghembuskan napas begitu saja. Annaliese yang sepertinya menyadari kalau aku menatapnya dari belakang langsung menoleh ke arahku. Aku tentul langsung buru-buru menoleh ke arah lain.
"Bagaimana?" Tanya Annaliese.
Aku hanya bisa memutar bola mata. Jatuhlah harga diriku di tangan seorang perempuan seperti Annaliese. Namun, untuk mengobati rasa sedihku. Aku mencoba menghibur diri dengan mengatakan kalau Annaliese adalah seorang hantu. Dan bagaimanapun seorang hantu selalu memiliki kekuatan yang diluar akal sehat bukan?
"Ayo, lekaslah. Ini bukan waktunya untuk pamer,” kataku yang memilih untuk berjalan terlebih dahulu.
Annaliese hanya bisa mencibirku sebentar lalu senyumannya terbit lagi.
Aku, Annaliese, dan Putri Shinta pun mulai berjalan. Kali ini aku memilih untuk berada di depan pemimpin jalanan. Aku ingin jadi seorang pria sejati.
Namun, belum sampai kita di mulut goa tiba-tiba Raja Wahwana datang. Aku, Annaliese, dan Putri Shinta langsung bersembunyi namun naasnya, karena kami bertigfa sehingga kali tidak bisa menyembunyikan tubuh kami dengan sempurna.
“Bagaimanapun kalina bersembunyi, aku akan menemukan kalian,” kata Raja Rahwana.
“Raja, biarkan kita keluar. Aku rasa ini smeua tidak benar. Apa maksud Raja membawa kami ketika Pangeran Rama pergi?” tanyaku kepada Raja Rahwana.
“Tentu saja aku hanya sedang mengambil sesuatu yang memang milikku,” kata Raja Raksasa itu.
“Jadilah manusia dan kalahkan aku. Kalau aku kalah bertrung denganmu aku akan mengikuti perintahmu untuk pergi bersamamu,” kataku.
Aku menganggap kalau hal itu tidak mungkin terjadi. Namun, Annaliese menyikut lenganku, “Kau bicara apa, Badrun?” bisik Annaliese.
“Tenang, ini hanya stategi,” kataku mencoba meneangkan Annaliese.
“Strategi apa, Badrun?! Di aitu memang bisa berubah menjadi manusia biasa,” kata Annaliese.
Aku menatap Annalise mencoba mencari celah kebohongan dalam matanya namun Annaliese menatapku dengan tatapan yang sangat serius.
“Kau tentu ingat soal sayembara memanah,” kata Annalise.
“Astaga!” pekikku.
Aku benar-benar tidak ingat mengenai apa yang dikatakan oleh Annaliese. Aku melupakan fakta kalau seorang raksasa memang bisa berubah menjadi manusia biasa. Terlebih aku pernah mengalahkan seseorang yang ketika kalah berubah menjadi raksasa.,
Aku langsung menoleh kea rah Raja Rahwana untuk meralat ucapanku, namun terlambat. Di hadapan kami sudah ada Rawana yang sudah berubah menjadi manusia namun kali ini, rahwana menyerupaiku. Aku benar-benar terkejut seteangh mati.
“B-bagaimana mungkin?” tanyaku tak percaya karena aku melihat kembaranku sendiri.
Aku tentulah mengetahui kalau aku tidak sejago yang dikira. Namun, dengan Raja Rahwana berubah menjadi aku, apakah kkuatan Raja Rahwana mudah dikalahkan? Aku tidak bisa menjamin. Berubah wujud sahja sudah membuatku meraska kalau Raja Rahwana adalah sosok orang yang sangat hebat. Maksudku, raskasa.
“Sudah, tidak perlu mengeles lagi. hadapi aku saat ini juga!” kakata Raja Rahwana.
E
“Persis, suara yang digunakan juga suaraku.
“Bagaimana mungkin?” tanyaku lagi.
Aku memberikan kode pkepada Annalise untuk membawa Putri Shinta pergi ketika aku dan Raja Rahwana tengah berkelahi.
Annalise pun menganggukkan kepalanya.
Raja Rahwana mulai melemparkan bogemnya di kepalaku. Seketika aku terlpelanting begitu saja.
“Hei! Ini curang! Kau tidak bisa menyerangku ketika aku belum bersiap,” kataku.
Ah, apakah aku baaru saja mengatakan ‘kau’ pada seorang raja? Aku pasti sudah gila.
“Bangunlah!” seru Raja Rahwana yang mulai berlari dan hendak menerjangku lagi. Aku melihat kalau teanga Raja Rahwana tetap terasa sangat kuat meski dalam bentu menyerupai aku. Apakah aku bisa menyelesaikannya?
Ah, tak apalah kalau aku juga kalah karena, aku memang sudah tahu kapasitas aku sendiri. Akukan hanya mencoba mengulur waktu agar Ananliese bisa membawa Putri Shinta untuk keluar begitu saja.
Aku pun mulai menyerang, Raja Rahwana sama sekali tidak terkena seranganku. NAmun, aku belum mau mnenyerah, aku pun kembali menyerang. Kubanyakkan serangan agar Raja Rahwana bisa lelah dan mengaku kalah.
“Rasakan ini!” seruku yang mencoba melayangkan tinju namun lagi, aku tidak bisa melukai Raja Rahwana yang sangat kuat ini sedikit pun. Membuat lecetpun rasanya tidak bisa dilakukan.
“Kau tidak akan menang melawanku!” kata Raja Rahwana.
Aku pun langsung melirik ke arha Annaliese dan aku langsung beryukur karena tidak lagi melihat Annaliese atau Putri Shinta.
BUG!
Sebuah bogem mendart d pipiku hingga aku kembali jatuh tersungkur. Kali ini rasanya sakit sekali dan darah keluar dari mulutku.
“Kau kalah,” kata Raja Rahwana.