PPW 24 – Tertangkap Raksasa

1022 Kata
Aku dan Annaliese mulai keluar dari rumah dan mendekati dua orang pengawal yang tengah berjaga. Kami pun menanyakan mengenai keberadaan Putri Shinta namun mereka hanya mengatakan kalau Putri Shinta pergi ke sungai dan tidak mau diantar oleh pengawal. Aku hanya bisa merutuk dalam hati. Aku kesal sekali ketika mendengar jawaban dari pengawal yang seharusnya mengawal Putri Shinta. Bagaimana tidak kesal? bukankah dia harus mematuhi perintah pangerannya? Ya, walaupun Putri Shinta memang seorang putri sih, namun tetap saja. Kalau ada yang terjadi hal yang tidak-tidak malka pengawal itu tidak akan pernah lolos dari cengkeramana Pangeran Rama. "Ayo, Badrun!" seru Annaliese. Untungnya aku sedang tidak ingin ada keributan jadi aku pun langsung menganggukkan kepala. Menyudahi percakapan yang tak berguna. "Ayo." kataku. Aku mencoba menyusuri sungai, berharap Putri Shinta akan ditemukan namun ntah mengapa sejak awal firasatku selalu memperlihatkan hal buruk, tak ada satupun hal baik yang ada di dalam kepikiranku. "Ke mana, Putri Shinta?" tanya Annaliese. "Semoga saja Putri masih berada di sekitar sini." kataku. "Badrun! Jangan melihat ke sungai!" seru Annaliese yang melihat aku melihat ke arah sungai yang ada di bawah kami. "Memang kenapa?" tanyaku. "Kalau Putri Shinta sedang mandi bagaimana?" tanya Annaliese. "Astaga, Annaliese. Itu tidka mungkin." kataku. "Hei, Badrun. Di zamanmu memang mungkin sungai tidak digunakan lagi untuk mandi, tapi ini zaman kuno. Mandi di sungai adaah hal yang lumrah. Kau tau kenapa penagwal itu membiarkan Putri Sinta sendirian ke sungai? Mungkin karena mereka takut kalau Putri shinta akan mandi." kata Annalies.e Aku terdiam. Aku tidak begitu yakin dnegan apa yang dikatakan oleh Annaliese. Namun sepertinya aku tetap harus mempercayainya. "Baiklah." kataku yang langsung membalikkan badanku, "Lalu bagaimana aku bisa menemupan Putri Shinta kalau aku tidak melihat ke bawah sungai?" tanyaku. "Itu adlaha perkara mudah. aku masih memiliki mata yang sangat jeli." kata annaliese. "Bair aku saja yang mencarinya." kata Annaliese. "Kau yakin?" tanyaku tak yakin dnegan keputusan annaliese. namun orang yang aku tanya justru menganggukkan kepalanya dnegan snagat mantap, "aku yakin, jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkan aku." kata Annaliese. "aku tidak mengkhawatirkanmu. simpanlah baik-baik pikiranmu itu. Aku hanya sedikit meragukan apakah kamu memang bisa mencari Putri Shinta atau tidak." kataku. "Huh! kamu menyebalkan sekali, Badrun!" seru Annaliese sambil mengerucutkan bibirnya. "Yasudah, aku akan menunggu di sini." kataku. "Oke, aku turun dulu." kata Annaliese. "Kau butuh bantuan?" tanyaku. Kali ini kau tulus sata mengatakannya. "Tidak usah, aku tidak mau kamu perolok lagi." kata Annaliese. Aku hanya bisa terkekeh begitu saja. Lumayan, menghibur. Bersama dnegan Annaliese sebenarnya adalah waktu yang snagta menyenangkan. Kapan lagi aku bisa mencandai seorang perempuan cnatik. Kalau aku msih berada di zamanku, aku tentulah tidak bisa melakukannya. Jangankan melakukannya, memikirkannya saja aku tidka berani. Sungguh. Di duniaku itu sangat menyeramkan. Ah, aku tidak mau menceritakannya karena itu hanya membuat diriku sakit hati. "Jangan menoleh kalau aku tidak memanggilmu. Jangan juga beranjak karena kit tidak memiliki ponsle untuk saling berkomunikasi. Tunggu sjaa aku di sini selama sekitar setengah jam." kata Annaliese. "Baik, Nona." kataku menggodanya. "Ck, nona apanya." kata Ananliese berdecak. Kemudian, annaliese pun langsung pergi menuju ke sungai. Aku pun memilih untuk menuruti kemauannya. Aku berdiri di sana. Semoga saja Annaliese bisa diandalkan. Kalau dia datang dengan tangan hampa tentulah rasanya waktu sudah disia-siakan begitu saja. Setengah jam berlalu, dan aku belum mendapatkan kabar dari Annaliese. aku masih mencoba berpikir positif karena kami tidak memiliki jam sehingga mungkin saja kami tidak bisa mengira-ngira setengah ma itu. Satu jam berlalu, namun Annaliese tetap tidak juga kembali. aku mulai sedikit ragu dan aku pun tetap memilih untuk berdiri saja di sana. "Ke mana, Annaliese?" tanyaku. Dua jam berlalu kali ini aku merasa tidak bisa diam saja, sehingga aku pun langsung memilih untuk turun ke sungai dan mencari keberadaan dari Ananliese, aku tidak mau kalau sesuatu yang buruk terjadi padanya. Aku tidak peduli lagi kalaupun di sungai sna ada yang mandi atau tidak yang jelas aku harus bertemu dengan Annaleise. "Annaliese!" seruku mencoba memanggil-manggil. Tak ada sahutan, yang ada hanyalah suara gemaan dari suaraku. Suaraku bergema begitu saja. "ANNALIESE!" seruku. Ntah mengapa aku khawatir sekali. Aku bahkan lebih mencemaskan Annaliese ktimbang Puti Shinta. Aku mempercepat langkahku. aku menoleh ke bawah mencoba mencari petunjuk dari jejaknya. aku pun melihat sbeuah jejak kaki. Aku pun langsung mengikuti jejak kaki itu. "Aku harus cepat!" seruku kepada diriku sendiri. Aku pun mulai berlari. Seketika aku menhentikan langkahku. Pantas saja ananliese tidak kembali. Ternyata dia tengah diikat bersama dengan Putri Shinta. Aku tidak bisa menghampiri mereka berdua saat ini. Aku harus bisa membuat siasat untuk membebeaskan Putri Shinta dan Annaliese lagi pula siapa sebetulnya yang mengikat mereka? Menyebalkan sekali. Aku bersembunyi di sebuah batu besar. Batu itu seperti tebing, aku pun bersembunyi, lalu mengawasi keadaan, namun ternyata tidak ada yang mencurigakan sehingga aku pun langsung pergi menuju ke tempat annaliese dan Putri Shinta. "BADRUN!" seru Annaliese. Aku mengaduh dalam hati karea Annaliese memamnggilku dengan keras. Apa dia tidak tahu kalau aku sedang mengendap-endap? Kalau tahu kalau aku akan dipanggil dengan suara sebesar itu lalu untuk apa aku mengendap-endap? Ah, Annaliese ini, menyebalkan sekali. "Stttt!!" kataku sambil meletakkan jari telunjukku di depan bibir. Annelies epun langsung mencoba merapatkan bibirnya, dia tidak bisa menutup bibirnya dengan menggunakan tangannya karena tangannya terikat. Aku langsung berlari ke arah Annaliese dan Putri Shinta dan langsung melepaskan ikatan itu. Mereka diikat dnegan menggunakan akar-akaran yang aku sendiri tidak tahu jenisnya, yang jelas itu bukan tali tambang atau tali rapia. "Cepat, Badrun!" seru seseorang. Aku pun langsung menconga mengira kalau ananliese yang mengatakannya namun Annaliese yang megerti langsing melirik Putri Shinta, mengisyaratkan kalau orang yang memerintahku adalah Putri Shinta. baru saja aku ingin memarahinya. "Baik, Putri." kataku. BUG! BYURRR! Aku terpental jauh sekali ke tengah sungai. aku merasa seseorang menarikku dari belakang dan membantingku begitu saja. Sungguh aku tidak bisa mengatakan kalau tubuhku baik-baik saja. Untung aku bisa berenang. "BADRUN!" pekik Annaliese dan juga Putri Shinta. "Aduh! sakit sekali." ringisku. Aku pun langsung mendongak mencoba mencari tahu mengenai siapa yang membantingku sampai tercebur ke sungai. Kalau aku jatuh di batu, aku pastikan kalau aku sudah meninggal saat ini. Aku pun membelalakkan mataku, pantas saja aku bisa terpelanting jauh, di sana sudah ada raksasa yang sangat aku kenal. Raja Rahwana. Raja dari raksasa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN