“Minggirlah!” seruku.
Namun itu semua sia-saia. Aku pun lansung mengambil tempat di pojok ahar Annaliese bisa aku sembunyikan di belakang tubuhku. Aku tidak mau kalau Annaliese sampai terluka.
“Sebentar An…” kataku.
Lalu, perkelahian pun mulai terjadi. Aku terus mengarahkan tubuh dan tenagaku untuk melakukan serangan terhadap semua prajurid yang menyerangku. Aku menyerang mereka dengan memababi buta sambil sesekali melirik Annaliese dan mengawali keadaan Annaliese
“Kalian majukan tapi jangan pernah kalian sentuh istriku!” seruku kepada semua pengawal yang masuk dan langsung mengajakku berkelahi. KEmudian, perkelahian pun terjadi.
Ini kali pertama setelah kami menikah, aku bisa menyebut kalau Annaliese adalah istyriku.
Namun, meski bagaimanapun aku melayangkan pukulan dan juga menghindariu s*****a mereka, mereka tetap lebih kuat karena dari segi jumlah orang, kekuatan, dan juga konsentrasi mereka jelas lebih dariku.
Lalu, aku melihat seseiorang mendekati Annaliese. Aku langsung bangkit dan menerjang orang itu, “Lepaskan Annaliese!” sseruku meraung-raung.
Tak lama kemudian, Raja datang menghampiri kami. Aku langsung memeluk Annaliese, “An … kamu masih denga raku kan?” tanyaku. Aku mencoa meberkomunikasi dengan Annaliese.
Annaliese hanya bisa membuka matanya sebentar dan tmenganggukkan kepalanya.
“BErtahanlah, An,” kataku.
“Bagaimana bisa kalian keluar dari penajara itu?!” tanya Raja yang tiba-tiba datang.
“KAU BENAR-BENAR RAJA YANG TIDAK PUNYA HATI! KAU BERI RACUN APA ISTRIKU, HAH?!” seruku.
Semua pengawal hendak maju ke arahku namun Raja Rama menyisyaratkan mereka untuk tidak bertindak, dia berjalan menghampiriku. Kali ini aku tidak mau berkata formal kepada Raja Rama yang tak pantas kuajak bicara formal. Dia bukan manusia atau raja yang perlu aku hormati. Dia hanyalah seorang monster hina.
“Ck, kau benar-benar hebat, apa istriku yang membebaskanmu? Ah, pantas saja istriku mengajak ini dan itu,” kata Raja Rama.
“Lepaskan kami!” seruku.
“Aku tidak akan melepaskan kalian, manusia yang mengacaukan hidupu dan berani mengkhanatiku,” kata Raja Rama.
Raja Rama pun berbalik, “BAWA MEREKA BERDUA KE TIANG GANTUNGAN!” seru Raja Rama kepada semua prajuritnya.
Kemudian, semua prajuritnya pun langsung membawa aku dan Annaliese.
Aku sempat memberontak namun bagaimanapun aku melawan, mereka lebih unggul dariku.
Aku sudah pasarah, “Tunggu,m biar aku yang membawa istriku sendiri,” kataku.
Semua prajurit meminta persetujuan pada Raja Rama, “Baiklah, anggap saja ini adalah kebaikanku karena kamu pernah menyelamatkanku. Baik silakan. Cukup kawal mereka!” seru Raja Rama.
Aku berjalann menuju Annaliese. Lalu aku mulai menggendong Annaliese. kali ini aku pasrah, setidaknya kami berdua sudah mengupayakan apa yang terbaik meski hasilnya tidak baik. Setidaknya kami sudah berusaha.
Mengenai apakah aku harus mati bersama dengan Annaliese, aku tidak keberatan sama sekali. Aku sudah tidak begitu memperdulikan itu semua. Yang penting aku bisa berada di sisi Annaliese, istriku hingga akhir hidupnya.
“Ann,” panggilku.
Annaliese membuka matanya, bibirnya pucat sekali. Matanya begitu sayu, aku benar-benar tidak tega.
“Maafkan aku karena tidak bisa membawamu keluar dari sini.” katyaku sambil meanngis.
Annaliese menganggukkan kepalanya dan tersenyum.
Tak lama kemudian, kami berada di sebuah pelataran istana. Di sana sudah ada alat gantung diri yang sudah dipersialkan. Aku sudah pasarah. Aku sudah kalah.
Aku duduk di tengah-tengah podium, menconbba mengajak Annaliese mengobrol sekali lagi, “Ann, kalau ini jadi pertemuan terakhir kita, aku ingin mengucapkan terima kasih, aku sangat sennag bisa menjadi suamimu. Aku sangat bahagia bisa berpetualang bersamamau. Aku takt ahu harus menyampaikan apa, tapi yang jelas, Aku mencintaimu, Ann. Aku mungkin masih terlalu muda untuk mengucapkan kata-kjata cinta namun inilah yang aku rasakan,” kataku.
Aku mengusap air mataku. Annaliese mulai mengeluarkan air matanya, namun dia hanya diam, sepertinya dia sudah kesulitan untuk bicara.
“Aku memang pecundang, anak remaja yang tidak tahu apa-apa, dan tidak bisa melindungimu, namun, Ann, aku mencintaimu,” kataku. Semoag kita di pertemukan lagi dan bisa bersama lagi,” kataku.
Aku pun mencium kening Annaliese begitu lama. Air mata kita mulai bersatu. Seluruh penduduk istana menyaksikan kami. Aku tidak peduli dengan mereka semua. Aku hanya memperdulikan Annaliese saja.
Tak lama kemudaian seorang prajurid berlari ke arah Raja, “RAJA! ISTANA KITA DISERANG!” seru prajurit tersebut.
“BENAR-BENAR KURANG AJAR! SIAPA YANG MENYERANG KAMI?! KALIAN SEMUA BERSIAP, HABISI SEMUA ORANG YANG MENYERANG KITA!” seru Raja.
Rajurit itu pun langsung bersiap. Aku mengamati bagaimana mereka yang kemudian berfokus pada serangan itu.
Busur-busur panah mulai berdatangan. Aku bahkan harus meindungi Annaliese dengan ekstra.
Tak lama kemudian, raksaka-raksasa berdatangan. Aku tahu dari mana raksasa itu datang. Itu pasti Raja Rahwana. Aku langsung menoleh ke arah Annaliese yang kinis duah pingsan.
“Annn?” panggilku.
Annaliese tak bergerak. Aku mulai panik.
“Annn… bangunlah! Jawab panggilanku, menyahutlah!” kataku yang mulai panik setengah mati.
Jantungku berdegup dengan sangat kencang. Kemudian, aku pun langsung mengangkat tubuh Annaliese. San tiba-tiba di luar akal sehat aku melihat Badrun berlari dengan kencang ke arahku. Aku langsung menganggukkan kepalaku. Aku sangat mengenalnya, “Badrun!” seruku pada kuda pemberian Raja Rahwana itu.
Seakan mengenaliku dan memang ingin bertemu denganku, Kuda itu pun langsung menghentikan langkahnya di hadapanku. Aku pun langsung menaikkan Annaliese ke atas pelana lalu aku ikut serta di belakangnya.
Kemudian, kuda itu membawaku pergi menemui Raja Rahwana.
“Badrin!” seru Raja Rahwana yang kini sudah berubah menjadi monster.
“Raja, aku mohon tolonglah Annaliese. dia tidak sadarkan diri. Dia diracuni oleh Raja Rama,” kataku.
Raja Rahwana menoleh pada kuda, “Anartakan mereka ke tabib terbaik kerajaan dengan selamat!” seru Raja Rahwana kepada kuda tersebut.
Seakan mengerti arti perkataan mantan majikannya kuda itu langsung menguik.
“Aku akan bereskan ini semua, BAdrun, kau tak perlu cemas, dia kuda yang paling bsia diandalkan,” kata Raja Rama.
“TErima kasih, Raja. Saya tidak tahu bagaimana cara berterima kasih kepada anda,” kataku.
Raja Rahwana menganggukkan kepalanya, “PErgilah!” serunya kepada Badrun.
BAdrun pun langsung berlari kendang. Aku langsung memegangi Annaliese dengan sangat erat. Aku tidak mau kalau sampai Annaliese jatuh. Kuda ini benar-benar kuda ajaib terlatih, Dia terus berjalan dengan cepat.
“Tunggulah, An …” bisikku kepada Annaleise.
Badrun terus berlari seakan dia tidak poernah mengenal kamus lelah dalam dirinya. Dia terus berlari seakan dia tahu kewajibannya dan seakan dia ingin berjuang bersamaku untuk memberikan penolongan untuk Annaliese.
Aku terus mengecek berkala kdenyut nadi Annaliese yang kian melemah.
Setelah melalui perjalanan yang cukup panjang dan pernuh rintangan karena prajurit Raja Rama sempat mengejarku dan dihentikan oleh Raja Rahwan. Aku benar-benar tidak tahu kalau Raja Rahwana tidak datang ke sana dan menolong kami. Aku benar-benar berhutang nyawa kepada rAja Rahwana.
Tak lama kemudian. Badun menghentikan langkah kakinya di depan sebuah rumah warga yang berada di tengah hutan. Aku tidak tahu rumah siapa yang jelas aku berharap kalau rumah itu adalah rumah tabib yang bisa mengobati Annaliese.
Aku pun turun dan langsung membawa Annaliese turun serta denganku. Aku tidak terlalu sulit karena seakan mengerti penderitaanku Badrun mendudukkan dirinya agar aku bisa turun dengan mudah.
Aku pun langsung membawa Annaleise ke rumah itu.
Namun, belum genap kami melangkah, seorang kakek-kakek keluar dari rumah tersbeut. Aku langsung terkejut melihat kakekh-kekek itu yang bukan lain adalah kakek-kakek yang membawa kami ke zaman ini.
“Kakek!” seruku tak percaya.
Kakek-kakek itu hanya bisa terkekeh, “Maskulah-masuklah” kata kakek tersbeut.
Meski di dalam benakku dipenuhi banyak pertanyaan, namun aku tetap memutuskan untuk masuk ke dalam rumah tersbeut.
“Baringkan istrimu di sana!” titah kakek tersebut.
Aku pun menurut dan langsung membaringkan Annaliese di sebuah kasur yang mirip seperti matras.
“Kek, aku mohon sembuhkan Annaliese,” kataku yang mencoba memohon kepada Kakek tersebut.
“Istrimu tidak bisa disembuhkan,” kata Kakek tersebut.
Aku sebenarnya merasa penasaran mengenai kenapa kakek tersebut mengetahui kalau Annaliese kini sudah menyandang gelar sebagai istriku.
“Tidak! Dia pasti bisa disembuhkan. Kakek pasti berbohong. Tolonglah, Kek. Denyut nadinya sangat lemah. Aku benar-benar takut,” kataku.
“Peganglah, dia sudah tak bernyawa,” kata Kakek.
Aku terkejut setenagh mati mendengar apa yang diaktakan oleh KAkek tersebut. Aku pun langsung bergegas mengecek denyut nadi Annaliese. jantungku berdegup dengan sangat kencang, air mataku pun mengalir begitu saja. Aku tidak tahu mengapa ini semua harus terjadi kepada Annaliese.
Aku mencoba mengecek deru napasnya melalui hidung namun aku tetap tidak merasakan hembusan napasnya. “ANN… BANGUN ABB, JANGAN TINGGALKAN AKU!” akatku yang meulai menangis.
“An, aku mohon jangan bercanda seperti ini. Ini semua tidak lucu. Aku tahu kamu serang bercanda tapi kali ini aku tidak mau kamu bercanda seperti ini!” seruku yang mencoba menaepuk-nepuk pipi Annaliese.
Mata Annaleise tertutup sempurna. Rajahnya sangat pucat, bibirnya membiru, namun aku bisa menangkap senyuman di wajahnya. Aku mencoba membangunkan Annaliese lagi namun dia tetap tidak bisa bangun.
Aku langsung berlari kepada kakek tersebut meminta pertolongan.”Kek, tolong … tolong janagan begini. Aku tidak mau snedirian,” kataku.
“Waktumu sudah habis, Badrun. Dan dia memang sudah saatnya untuk pergi,” kata kakek tersebut.
Aku pun menangis lagi. ini benar-bena hal yang paling aku takutkan. Mimpi yang berhari-hari belakangan menngusikku ternyata berakhir seperti ini. Aku benar-benar tidak menyangka kalau Annaliese akan pergi secepat ini.
Aku pun menangis dan mencoba membangunkan Annaliese lagi, “Ann, aku mohon bangunlah. Bukankah kamu sudah janji kalau kamu akan bertahan kenapa kamu mengingkari janjimu, An?” tanyaku. “Kenapaaa?” tanyaku.
Annaliese tetap diam, tak ada pergerakan sama sekali.
Hatiku hancur, sangat hancur. Aku hanya bisa menangis di samping Annaliese. teman perjalananku yang oppaling aku sayangi. Mengapa ini semua terjadi kepada kami? Hidup benar-benar tidak adil. Aku menyesal karena belum melaukan banyak hal untuknya.
“Ann, bangunlah maafkan aku yang tak bisa memberikan kamu apa-apa. Marahi aku lagi, candai aku lagi, aku tak akan marah, aku akan tertawa meski kamu mengeluarkan lelucon yang tridak lucu,” kataku kepada Annaliese.
Aku benar-benar tidak bisa dan tidak mau kehilangannya.
Tak lama kemudian, seseorang datang. Aku tidak begitu memperdulikannya, aku hanya bisa menatap
Annaliese dengan perasaan sedih. Ini adalah bagian kisah paling menyedihkan dalam hdiupku.
Apa yang dikatakan kakek itu benar, kalau saja aku bisa dengan cepat dan bisa mengatasi semua masalah yang datang, maka Annaliese tidak akan pernah seperti ini. Annaliese mungkin masuh ada bersamaku, di sisiku.
Aku mulai memakaikan selimut ke tubuh Annaliese. Memakaikan selimut hingga sedada.
“Apa yang terjadi?” tanya seseorang. Aku menoleh, suara itu adlah suara dari Putri Shinta.
Aku mencoba menahan air mataku yang terus-terusan jatuh, “Annaliese, …” aku tak kuasa menjelaskan hal itu.
Aku menggelengkan kepalaku. Aku benar-benar tidak bisa menjelaskan mengenai bagaiman kondisi Annaliese yang kini sudah membujur kaku, tak bernyawa lagi.
“Annaliese!” seru Putri Shinta.
Putri Shinta langsung menangis begitu saja dan mengusap rajah Annaliese. “Kamu anak baik, Annaliese,” kata Putri Shinta, “Aku kira kita bisa lebih lama lagi bersama,” kata Putri Shinta yang terlihat begitu terpukul dengan kepergian Annaliese sama sepertiku.
Aku bisa mengerti itu karena selama ini Annaliese memang sangat dekat dengan Putri Shinta. Putri Shinta bahkan selalu mengobrol dengan Annaliese, saling berbagi cerita. Aku tahu kalau dalam hal ini Annaliese bukan hanya meninggalkan aku, melainkan meninggalkan kita semua.
“Maafkan aku karena aku karena tidak bisa menyelamatkanmu. TErima kasih karena kamu telah mengajarkan banyak pelajaran untukku. Ketulusan dan kebaikanmu benar-benar membawa perubahaan dalam hidupku,” kata Pustri Shinta.
TAk laam kemudian,. Raja Rahwana pun duduk di samping Putri Shinta. Kemudian, Putri Shinta pun langsung memeluk Raja Rahwana begitu saja.
Aku mengamati Putri Shinta dan Raja Rahwana. Akhirya, dalam perjalanan ini, apa yang dicita-citakan Annaliese tercapai. Annaliese sangat ingin Raja Rahwa bersatu dengan Putri Shinta. Annaliese ingin membaut sebuah cerita yang sangat nbberbeda dengan apa yang ada. Annaliese ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Raja Rahwana tidak sejahat yang mereka ceritakan. Raja Rahwana adalah Raja yang sangat baik, Raja yang bijaksana, dan Raja yang sangat mencintai Putri Shinta.
“Annaliese harus segera dimakamkan,” kata Kakek. “Kau harus pergi denganku, Badrun, untuk mengantarkan istrimu.
“Kami akan ikut,” kata Putri Shinta.
Kakek tersebut menggelengakan kepalanya, “Mereka adalah manusia masa depan, biarkan aku mengantar mereka,” kata kekek tersebut.
Putri Shinta dan juga Raja Rahwana tak bisa berkata-kata apa-apa lagi.
“Bawalah kudaku bersamamu. Kuda itu milikmu,” kata Raja Rahwana.
“TErima kasih, Raja,” kataku.
“Kita tidak memiliki waktu lagi. Ayo, kita pergi,” kata kakek tersenyum. Meski menyebalkan namun apa yang dikatakannya cukup masuk akal. Lagi pula aku tidak bisa membantahnya. Aku hanya bisa mengikuti permintaan kakek tersebut.
“Baik,” kataku.
Raja Rahwana pun mengajakku untuk berbincang sebentar, “Badurn terima kasi atas semuanya,” kata Raja Rahwana. Lalu Putri Shinta pun mendekati kami.
“Iya, terutama aku. Tanpa kalian, kami tidak akan pernah bisa bersama. Sekali lagi terima kasih terutama sudah mnenyadarkan aku akan semua kebohongan itu,” kata Putri Shinta. “Juga sudah menerangkan jalanku yang pernah gelap mata,” kata Putri Shinta.
Aku pun menganggukkan kepalu, “Sama-sama. Annaliese juga pasti akan bangga dan merasa senang kepada kalian. Impiannya memang agar kalian bisa hidup bersama. Annaliese sangat menyayangimu, Putri,” kataku.
Putri Shinta menganggukkan kepalanya dan berkaca-kaca.
“Kami pamit, Putri, Raja, maafkanlah kami kalau selama ini kami memiliki salah kepada kalian,” kataku.
Raja Rahwana dan Putri Shinta pun langsung menganggukkan kepalanya begitu saja.
Aku pun langsung membawa Annaliese ke atas kuda. Kemudian, kakek tersebut menunggangi kuda yang lain lalu kami pun pergi bersama.
Semakin lama kecepatan kuda kami semakin cepat bahkan sesuatu yang diluar akal sehat terjadi. Kudaku dan kuda kakek itu mengeluarkan sayap. Kakek itu berjalan di depan, lalu Badrun mengikuti di belakang. Badrun sangat patuh, dia terus mengikuti kuda milik kakke itu dengan sabar.