“Aku harus kembali melanjutkan perjalanan aku tidak boleh lama-lama berada di sini,” kataku. Aku pun langsung bangkit dan mulai melanjutkan perjalanan.
Perjalanan ini memang perjalanan yang sangat jauh hingga meski sudah menggunakan kuda namun aku belum juga sampai di istana tersbeut. Aku membuka peta mencoba mencari arah kemudian aku dan Badrun pun langsung pergi menuju ke timur.
Setelah hari-hari panjang yang di penuhi oleh kecemasan hingga harus berkelahi dengan beberapa hewan buas, akhirnya ku pun sampai di depan sebuah Kerajaan Kosala. Aku ingin segera membebaskan Annaliese. Aku ingin membebaskannya, akuy takut dia di siksa ntah karena alasan apa.
Aku mulai berjalan kaki sambil memegangi Badrun agar Badrun bisa mengikutiku, menuju ke sdua penjada yang ada di depan pintu istana.
“Aku ingin masuk dan bertemu dengan Raja Rama,” kataku menyampaikan tujuanku datang ke sana.
“Siapa anda?” tanya penagwal tersebut.
“Tolong katakanlah pada Raja, kalau Badrun datang. Namaku Badrun. Tolong katakan pada Raja Rama bahwa aku ingin bertemu dengannya,” kataku.
“Tidak bisa, kau pikir kau siapa? Seorang rakytat biasa tentulah tidak bisa bertemu semnbarangan dengan Raja Rama. Kami tidak mengizinkan dan tidak akan memproses permintaan kamu,” kata pengawal tersebut. Aku pun langsung menghela napas begitu saja. Ini sangat sulit, bahkan lebih sulit dari apa yang aku bayangkan.
“Tolonglah, ini keadaan mendesak. Aku datang untuk memenuhi panggilan Raja. “ kataku.
Tiba-tiba seorang pebnagwal datang menghampiri kami dan aku pun melihat kalau wajah dari pengawal tersebut tidak asing, “Anda Badrun bgukan?” tanya pengawal tersebut.
Aku pun langsung menganggukkan kepalaku, “Iya, aku adalah Badrunb. Aku ingin betemu dengan Raja,” kataku.
“Anda sudah ditunggu oleh Raja. Mari ikut saya,” kata Pengawal tersebut.
Aku pun menganggukkan kepalaku.
Penjaga kistana yang mengenaliku itu meminta agar pintu gerbang di buka lalu kami pun masuk. Sebelum masuk ke istana, kudaku yang aku sayang ini harus aku titipkan sejenak, “Badrun, kamu tunggulah aku di sini sebentar, aku akan kembali,” kataku kepada Badrun.
Kura itu menguik dan aku hanya bisa menmgusap kepalanya begitu saja.
Kemudian, aku pun langsung pergi menuju kie ruangan Raja. Aku langsung menoleh ke kanan dan ke kiri. Ini adalah kali pertama aku menginjakkan kaki ke kerajaan ini. Aku berharap isa bertemu dengan Annaliese segara.
“Silakan masuk,” kata penjaga istana.
Aku pun menganggukkan kepalaku dan langsung masuk ke dalam. Kini, aku pun langsung melihat ada Raja Rama yang kini tengah duduk.
“Masuk dan duduklah.” Titah Raja Rama.
Aku pun langsung menuruti perintahnya.
“Raja, di mana Annaliese?” tanyaku kepada Raja Rama.
“Dia aku masukkan ke penjara,” kata Raj aRama.
“Anda benar-benar licik, Raja. Bagaimana mungkin anda menangkap Annaliese? Apa salahnya kepada anda? Kenapa anda melakukan hal ini?” tanyaku.
Raja Rama pun tertawa begitu saja. Tawa itu terlihat sangat mecemoohku. Aku pun mengepalkan tangan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana Annaliese menderita di penjara. Aku harus segera bertemu dengannya dan melihat keadaannya.
“Kau kira aku tidak tahu kalau kau dan istrimu itu sedang mencoba mendekatkan istriku dengan raksasa itu?” tanya Raja Rama.
Kali ini aku diam. Apa yang dikatakan oleh Raja Rahwana memang benar adanya namun bukan itu yang ingin aku dengar saat ini. Aku dan Annaliese memang ingin mendekatkan Putri Shinta dan Raja Rahwana namun kami tidak pernah melakukan pemaksaan apapun. Lagi pula kami menyerahkan semua keputusan kepada Putri Shinta. Dia yang bisa menyelesaikan ini semua.
“Tapi, Raja, aku dan Annaliese tidak pernah memaksa,” kataku.
“Istrimu itu memasakkan makanan untuk istriku, diantar oleh Rajha Rahwana hingga istriku berani kepadamu. Aku tidak tahu matyra apa yang istrimu berikan dalam makana itu hingga isytriku menjadi pembangkang,” kata Raja Rama.
Aku terdiam. Aku sungguh tidak tahu mengenai apa yang dikatakan oleh Raja. Putri Shinta memabngkang? Bitu tentukbukan karena dalam makanan yang Annaliese buatklan terdapat mantra atau sihir apapun itu. Itu memang murni karena Putri Shinta sudah mengetahui mengenai mana yang baik, mana yang benar. Aku sangat yakin akan hal itu.
“Saya berani bersumpah, Raja, Annaliese dan saya tidak pernah memberikan mantra-mantra apapun,” kataku.
“Aku sudah tidak lagi mau memercayai apa yang kamu katakan. Sudah terlalu banyak kebohongan yang kamu katakan kepadaku. Aku tidak bisa menerimanya lagi. Kau benar-benar tega menusukku dari belakang,” kata Raja Rama.
“Kalau anda benar-benar menganggap kalau makanan itu ada mantranya dan kami memaksa agar istrimu bisa dekat dengan Raja Rahwana, maka tangkaplah asaya. Lepaskan Annaliese. saya lah dalang dari ini semua. Saya yang memasak masakan itu. Saya juga yang memberikan mantra-mantra yang aku sendiri tak tahu itu,” kataku kesal.
“Baiklah kalau begitu. Aku akan memasukkanmu bersama dengan istrimu ke dalam penjara. Aku akan membuat kalian membusuk dalam penjara,” kata Raja Rama.
“Awalnya, saya mengira kalau anda adalah ornag yang sangat bijak sana. Namun, setelah hari ini, pandangan saya salah. Saya tidak yakin kalau anda adalah ornag yang baik. Anda hanyalah seorang raja yang dipenuhi oleh dendam dan rasa tamak. Aku beruntung karena belakangan akiu tinggal bersama dengan Raja Rama. Kalaupun istri anda membangkang, itu bukanlah salah kami, melainkan mungkin saja istri anda sadar kalau anda bukanlah ornag yang baik,” kataku.
PLAK!
“Kurang ajar!” seru Raja Rama yang terlihat teruslut marah.
Aku terpelanting hingga jatuh ke lantai. Aku tidak takut dengan Raja congkak ini. Aku bahkan tidak takut sedikitpun, aku akan mengajarkannya bahkwa kebenaran dan ketulusan akan membuat semuanya berubah dan hidup dengan bahagia. Aku akan memastikan kalau dirinya bisa melihat hal itu.
“Pengawal! Bawa dia ke penjara. Biarkan dia membusuk di penjara bersama dengan istrinya!” seru Raja Rama.
Aku mengusap darah yang mengaliur di ujung bibirku, lalu tak lama kemudian, diua pengawal kerajaan datang dan langsung membawaku. Kali ini aku memilih untuk tidak memberontak karena aku harus bertemu dengan Annaliese saat ini. Aku ingin tahu bagaimana keadaannya.
Aku dibawa melewati sebuah Lorong yang sangat menakutkan, aku meringis dalam hati mengingat bagaimana Annaliese yang kemungkinan saja sedang merasakan ketakutan di penjara sana.
Setelah melewati perjalanan yang begitu panjang dan melelahkan akhirnya aku pun sampai di penjara tersebut. Seseorang membuka sebuah penjara, aku melihat Annaliese di sana.
Annaliese terlihat mengenasakan di dalam sana, tanganku langsung mengepal. Aku tidak terima melihat Annaliese diperlakukan seperti ini. Aku tidak tega melihat bagaimana Annaliese yang kini berpakaian compang-camping, kotor, dan tengah meringkuk sambil menangis.
Pintu penjara terbuka. Aku segera masuk ke dalam sana, “Annaliese!” seruku tak tega.
Annaliese yang mendnegar panggilanku langsung mendongak dan menatapku tak percaya, “Badrun!” seru Annaliese yang langsung bangkit dan langsung memelukku dengan begitu eratnya.
Aku mengusap kepalanya, akhirnya aku bisa menemukan Annaliese dia terlihat terus menangis di dalam pelukanku. Dalam pelukan dan tangisannya itu, aku bisa mengerti kalau Annaliese terasa tersiksa di dalam sini. Aku benar-benar tidak menyangka kalau ini semua tdilakukan oelh orang yang pernah aku tolong. Kalau dulu aku tahhu kalau Raja Rama akan menjadi congkak seperti ini, maka aku tidak akan pernah mau membantunya.
Harusnya aku biarkan saja Raja Rama dimakan oleh najing hutan saat berada di hutan. Mungkin itu adalah sebuah balasan atas masa lalunya yang aku tidak ketahui.
“Badrun, aku takut sekali kalau kita tidak akan pernah bertemu selamanya,” kata Annaliese kepadaku.
Kemudian, aku pun langsung melepasakan pelukan kami, “Sampai matipun aku tidak akan pernah membiarkan sesuatu yang buruk menimpamu, An. Aku tidak akan membiarkannya., jadi kamu tak perlu khawatir,” kata Badrun.
Annaliese menangis dan menganggukkan kepalanya, aku mengusap air mata Annaliese. Dia terlihat begitu tertekan.
“Bagaimana keadaanmu? Aku kamu terluka?” tanyaku yang mencoba mengamati tibuhnya.
Annaliese menggelengkan kepalanya, “Tidak, aku tidak terluka,” jawab Annaliese
“Syukurlah kalau begitu,” kataku.
Kemudian, aku dan Annaliese pun duduk. Ada hal yang ingin aku tanyakan kepada Annaliese, “Bagaimana kamu bisa tertangkap?” tanyaku.
Annaliese menunduk dan menggelengkan kepalanya,. “Kamu tahu kan kalau aku akan pergi berjalan-jalan keluar istana? Dan saat itu, ada seorang dayang yang menemamiku namun aku tidak menyangka kalau dayang tersebut adalah seornag prngkhianat, lalu aku dibawa keluar, ketempat yang jauh dan di sana mereka orang suruhan raja membawaku ke sini. Badrun, kita harus memberitahu Raja Rahwana kalau di dalam kerajaannya banyak mata-mata, banyak pengklhianat, Raja Rama benar-benar raja yang sangat licik,” kata Annaliese.
Aku pun menghela napas sebentar. Ternyata Raja Rama jauh lebih kejam dan jauh lebih picik dari yang aku pikirkan selama ini. Raja Rama adalah monster.
“Lalu, bagaimana Raja Rama bisa menjadi raja?” tanyau kepada Annaliese.
“Aku yakin Raja Rama juga memiliki ppengkhianat di istana ini dan pengkhianat itu bukan hanya ada satu dua orang saja melainkan sekitar 60% orang yang ada di ddalam istana ini adalah pengikut setianya dan pengkhianat bagi raja terdahulu.” Terang Annaliese.
Kini aku mengerti mengenai bagaimana Raja Rama selalu bisa mendapatkan banyak pasukan dan cara mendapatkan istananya kembali dengan mudah dalam waktu yang sangat singkat. Aku bahkan tidak bisa membayangkan kalau suatu saat Raja Rama akan mengambil alih kerajaan Alengka dan menggulir posisi Raja Rahwana.
“Raja Rama benar-benar licik. Harusnya dahulu aku biarkan saja dia meninggal di dalam hutan, dikoyak anjing hutan. Aku benar-benar merasa kesal kepada dirinya. Dia bukan manusia, melaikan monster,” kataku berapi-api.
Aku benar-benar merasa kesal kepada Raja Rama. Aku benar-benar tidak menyangka.
“Iya, Badrun. Ternyata Raja Rama memang adalah monster yang lebih mengerikan dari wajah Raja Rahwana,” kata Annaliese.
Seketika aku menatapnya, Annaliese pun terkekeh. Mau tak mau, Aku pun juga terkekeh. Aku menggelengkan kepalaku, tak habis pikir kalau Annaliese masih bisa melucu di saat-saat seperti ini.
Padahal kita sedang berada di penjara namun lawakan garingnya masih saja tetap ada. Aku pun terkekeh. “Masih sempat-sempatnya bercanda di dalam penjara,” kataku.
Meski Annaliese tertawa namun ada satu hal yang sangat berubah dari Annaliese. dia terlihat begitu murung dan senyumannya tidak bercahaya.
“Ada apa?” tanyaku kepada Annaliese.
Annaliese menggelengkan kepalanya.
Aku pun memaksa Annaliese untuk mengatakan apa yang terjadi, di hadapanku, Annaliese seperti bukan Annaliese.
“Katakan kepadaku, Ann, apa yang terjadi? Mengapa wajahmu pucat sekali?” tanyaku.
Annaliese tersenyum lemah, “Ntahlah, Badrun. Tubuhku terasa lemas belakangan ini. Mungkin itu yang membuat aku menjadi pucat,” kata Annaliese.
Aku langsung mengusap dahinya mencoba mengecek suhu Annaliese. Aku pun menganggukkan kepalanya, “Sepertinya, kamu memang sedang demam,” kataku.
Annaliese pun menganggukkan kepalanya begitu saja. Dia menyetujui apa yang aku katakan.
“Lebih baik kamu istirahat. Aku membawa sesuatu untukmu.” Kayaku.
“Apa?” tanya Annaliese.
Aku pun langsung mengeluarkan sebuah pangkal daun kelapa yang masih sangat muda dan bisa dimakan. Aku sangat tahu kalau Annaliese menyukainya, sehingga sebelum aku sampai di istana aku mencari banyak-banyak daun kelapa muda tersebut.
“Wah, kamu hebat, Badrun,” kata Annaliese.
“Sudahlah, lebih baik kamu makan ini dulu lalu istirahat,” kataku memberikan buntalan itu kepada Annaliese.
Annaliese langsung mengambil satu dan memakannya, wajahnya mulai berseri-seri kembali, setidaknya meski dalam keadaan kotor, dia masih terlihat sangat cantik.
“Enak sekali. Kamu tidak mau mencobanya, Badrun?” tanya Annaliese.
Aku menggelengkan kepalaku, “Aku sudah makan tadi,” kataku berbohong. Sebetulnya aku mengambil banyak memang untuk berdua namun melihat bagaimana lahapnya Annaliese makan dan binary matanya yang memancarkan rasa asenang membuat aku tak mau untuk memakannya dan memilih untuk berbohong saja.
“Aku tidak mau makan kalau kamu juga tidak memakannya, Badrun,” kata Annaliese.
Aku menghela napas padahal aku sudah mencoba berbohong agar daun kelapa mud aitu bisa dimakan oleh Annaleise semua namun sepetrinya dia juga tahu kalau aku lapar.
“Untukmu saja,” kataku.
Annaliese hendak meletakkan makannya, kemudiana aku pun langsung menahannya, “Iya, iya, aku akan makan. Lihat aku akan memakannya,” kataku.
Aku langsung mengambil daun kelapa yang mud aitu dan menggigitnya. Annaliese pun tersenyum lagi.
“Kamu datang bersama siapa, Badrun?” tanya Annaliese.
“Bersama Badrun,” jawabku.
“Maksudmu?” tanya Annaliese yang tidak mengerti. Aku pun sadar kalau Annaliese belum pernah melihat Badrun.
“Iya, aku datang bersama kuda pemberian Raja Rahwana yang aku namai Badrun.” Terangku.
Seketika Annaliese terkekeh mendengar apa yang aku katakan, di sudut matanya air matanya jatuh begitu saja, “Ada yang salah?” tanyaku kepadanya.
“Tentulah ada, bagaimana bisa kamu menamai kuda dengan namamu sendiri, Badun? Lalu kalau aku ingin memanggil Badrun aku tiudak tahu siapa yang akan menoleh,” kata Annaliese.
Aku hanya bisa mikut terkekeh, “Kalau begitu kau panggil aku Badrun tampan saja,” kataku.
“Kalau kusebut demikian, yang menoleh pasti sang kuda,” kata Annaliese.
“Kenapa?” tanyaku.
“Karena aku yakin meski aku belum bertemu dengan kuda itu aku tahu kalau kuda itu lebih tampan dari dirimu,” kata Annaliese sambil terkekeh geli.
“Astaga, Annaliese. mulutmu kenapa jadi pedas seperti itu?” tanyaku tak percaya.
Aku pun langsung mengerucutkan bibirku. Annaliese pun langsung terkekeh begitu saja, “Hahahaha, aku hanya bercanda, Badrun,” kata Annaliese.
Aku hanya bisa berdecak sebal saja.