Ini adalah hari pertamaku menjadi suami. Argh, aku benar-benar bingung menceritakannya. Hubunganku dan Annaliese jadi trerasa canggung setelah dinikahkan. Benar-benar menyebalkan sekali.
“Mau ke mana, An?” tanyaku melihat Annliese akan pergi.
“Aku mau pergi ke depan sebentar,” kata Annaliese.
Aku menganggukkan kepalaku kembudian, Annaliese berlalu. Akuu jadi tidak bisa leluasa menggoda Annaliese setelah ini. Sebab, dirinya terlihat menghindari aku.
Aku berjalan menuju ke ruangan Raja. Di sana aku melihat Raja Rahwana yang terlihat sedang dalam keadaan senang. Aku berdecak dalam hati karena kebahagiaannya,
“Badrun! Oh Badrun! Selamat atas penikahanmu!” kata Raja Rahwana.
“Terima kasih, Raja,” jawabku.
Kemudian, Raja Rahwana pun menoleh kekanan dan ke kiri, seperti mencari seseorang, “Di mana, istrimu?” tanya Raja Arhawana.
“Annaliese sedang keluar sebentar,” jawabku.
Raja Rahwana pun langsung menganggukkan kepalanya mengerti.
“Kenapa wajahmu murung sekali?” tanya Raja Rahwana.
“Wajahku memang seperti ini, Raja,” jawabku sekenanya.
Aku berharap kalau raja tidak perlu menayakannya lagi.
Waktu terus berlalu, namun aku tidak melihat Annaliese. bukannya aku7 merindukannya, hanya saja rasanya ini sedikit janggal. Annaliese tidak pernah jauh dari pandanganku meski sebentar. Aku jadi merasa cemas.
Aku berjalan menuju pengawal, “Di mana, Annaliese?” tanyaku.
“Belum terlihat, Tuan,” kata pengawal.
Aku mulai mencemaskannya bagaimana mungkin aku tidak mencemaskaannya, Dia adalah istriku. Setidaknya di kehiduapan ini.
Aku berjalan menuju ke dayang, “Dayang, di mana Annaliese?” tanyaku.
“Nona Annaliese belum kembali, Tuan,” jawabnya.
“Gawat!” pekikku.
Aku langsung pergi keluar dari dalam istana dan mencoba mencari keberadaan Annaliese, namun aku tidak dapat mendapatkan apapun. Aku tidak mendapati Annaliese di manapun.
“Annaliese! Annaliese!” aku mulai berteriak-teriak seperti orang gila untuk mencari Annaliese.
Annaliese tidak pernah hilang, dan kali ini perasaanku terasa tidak enak sehingga aku merasa ada sesuatu yang tidak baik yang menimpanya.
“Di mana Annaliese? Ann! Annaliese!” seruku.
Tak lama kemudian pengawal kerajaan menghampiriku dan menanyakan mengenai apa yang terjadi. Lalu aku pun mengatakan kepada mereka kalau Annaliese hilang.
Kemudian, seorang dari mereka mendatangi Raja Rahwa untuk mengabarkan kalau Annaliese tidak ada di mana pun.
Aku hendak pergi kelaur istana, mulai memasukin hutan.
“Badrun! Ada apa?” tanya Raja Rahwana yang ntah mengapa sudah ada di depanku setelah aku merasakan ada getaran seperti gempa.
“Annaliese hilang, Raja,” kataku sambil mendongak mendapati raksasa yang bukan lain adalah Raja Rahwana itu.
“Mari kita cari bersama-sama,” kata Raja Rahwana.
Kami semua pun mulai mencari keberadaan Annaliese yang tidak tahu di mana. Aku mulai panik karena Annaliese tidak juga ditemukan. Aku benar-benar takut terjadi apa-apa padanya.
“Ann, kamu di mana?” tanyaku kepada diriku sendiri.
Aku mengusap wajahku frustasi.
***
Tujuh hari berlalu dan Annaliese tidak juga ditemukan, aku yakin kalau dia diculik, namun di culik oleh siapa? Apa oleh hewan buas? Astaga, kalaupun dia dimakan hewan buas, tentulah ada jejaknya. Tidak benar-benar hilang seperti ini.
“Ann, kamu di mana?” tanyaku.
Aku tak nafsu makan sama sekali. Aku mulai memikirkan bagaimana keadaan Annaliese. Perempuan yang seminggu lalu kunikahi itu adalah satu-satunya temanku, mungkin aku sudah menyayanginya karena kami sudah lama bersama.
“Badrun!” panggil seseorang.
Aku menoleh ke arah pintu. Di sana sudah ada Raja Rahwana. Kali ini aku memutuskan untuk tidak menoleh. Aku tidak peduli kalaupun Raja Rahwana akan menghukum mati aku yang tidak sopan. Aku benar-benar bingung saat ini.
Aku hanya bisa duduk bersandar dan menatap lurus ke depan.
“Ada berita tentang Annaliese,” kata Raja Rahwana.
Apa aku tidak salah dengar?
Aku langsung menoleh sempurna kepada Raja Rahwa karena beliau menyebut-nyebut nama Annaliese, “Annaliese?” tanyaku yang sekaan ragu pada pendengaranku sendiri.
Raja Rahwana menganggukkan kepalanya, “Iya, aku baru saja mendapatkan sebuah surat tentang Annaliese,” kata Raja Rahwana.
Aku langsung bangkit menuju dan berjalan menuju Raja Rahwana. Raja Rahwana mengacungkan sebuah surat dan pergi. Aku tahu itu adalah sebuah isyarat kalau aku harus pergi mengikutinya.
Aku pun langsung berjalan mengikuti beliau. Aku tahu kalau tujuan utamanya adalah kamarnya yang megah. Lalu, tak lama kemudian, kami pun sampai di ruangan Raja. Beliau mempersilakanku untuk duduk dan dia pun duduk.
Raja Rahwana menyodorkan sebuah gulungan kertas yang aku tahu itu adalah surat di zaman ini.
Aku membukanya dan mataku terbelalak membaca isinya. Tulisan yang tak bisa aku baca, “Maaf, Raja. Aku tidak bisa membacanya,” kataku jujur.
Raja Rahwana mengambil surat itu dan menggulungnya, “Istrimu ditawan oleh Raja Rama,” kata Raja Rahwana.
Mataku membelalakkan mataku mendengar sebutan utuk Pangeran Rama yang disebutkan oleh Raja Rahwana, “Maksud Raja, Pangeran Rama?” tanyaku.
Raja Rahwana menganggukkan kepalanya. “Iya, dia sekarang sudah menjabat sebagai Raja. Sudah resmi menyandang gelar Raja,” jawab Raja Rahwana.
Jantungku berdegup dengan sangat kencang mendengar apa yang dikatakan oleh Raja Rahwana. “Lalu, mengapa Raja Rama mau menculik Annaliese. dia tentu tidak memiliki masalah apapun dengan Raja Rama,” kataku.
“Kalau masalah itu aku tidak begitu mengetahuinya, Badrun. Namun, untuk menyelamatkan istrimu dia mengajak berperang,” kata Raja Rahwana.
Aku mengepalkan tanganku. Aku tidak terima kalau Anna;liese menajdi sandraan. Lagi pula kenapa Raja Rama menjadi begitu kurang ajar dan tidak memiliki hati? Dia benar-benar tidak tahu cara berterima kasih.
“Astaga. Raja Rama begitu kejam,” kataku.
“Aku akan mengerahkan bala bantuanku, Badrun. Kau tidak perlu cemas, istrimu akan kembali kepadamu,” kata Raja Rahwana.
“Harus. Dia memang harus kembali kepadaku. Aku tidak sudi Annaliese disandra lebih lama,” kataku.
Raja Rahwana pun manganggukkan kepalanya menyetujui apa yang aku katakan.
“Raja, saya minta izin untuk pergi ke Istana Kosala. Aku akan menjemput sistriku kembali. Aku mohon lepaskan gelar saya, Saya tidak ingin melibatkan kerajaan anda. Saya yakin kalau saya bisa menyelesaikan masalah ini sendiri. Tapi sebelumnya saya ingin berterima kasih kepada anda karena sudah memiliki niat baik untuk membantu saya,” kataku.
Raja Rahwana pun tidak bisa apa-apa lagi. Aku tidak pernah meminta kepadanya soal apapun, namun untuk kali ini, untuk pertama dan mungkin terakhir kalinya, Raja Rahwana harus menyetujui apa yang aku katakan.
“Tapi …” jawab Raja Rahawana.
“Maaf kalau saya terlalu lancang, Raja. Namun, aku mohon kabulkanlah permintaanku ini. Anggap saja ini permintaan terakhir seorang Badrun. Aku akan berdoa agar Raja Rahwana selalu diberikan kesehatan dan kejayaan,” kataku lagi.
“Baiklah kalau itu maumu, Badrun. Jaga dirimu baik-baik,” kata Raja Rahwana.
Kemudian, aku pun menganggukkan kepalaku. Kemudian, aku pun langsung berkemas.
Aku pun melangkahkan kakiku keluar istana. Aku sudah bertekad akan membebaskan Annaliese. Aku tidak peduli kalau nyawaku kini dipertaruhkan. Yang jelas aku tidak meninggal dalam keadaan menyesal.