“Iya, aku dan seluruh penduduk desa mengetahuinya karena Pamngeran Rama memang memabawa tukang pukul ternama dari desa-desa kami untuuk menambah jumlah pasukannya.” Terang Pak Dharma.
Aku pun manganggukkan kepalaku, aku baru mengetahui kalau Pangeran Ramah sampai seperti itu. Tunggu! Itu artinya pasukan yang Pangeran Rama bawa sangat banyak! Aku tidak boleh tinggal diam kalau sudah seperti ini.
“Mari kita langjutkan perjalanan, Pak. Saya tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa Pangeran Rama dan warga desa,” kataku.
Aku dan Pak Dharma pun pergi begitu saja. Di sepanjang eperjalanan kami mencoba mempercepat langkah kami meski sesekali hami harus berhenti karena harus mencari sungai untuk minum dan menangkap ikan dan mengambil beberapa tumbuhan yang siap makan untuk mengganjal perutr. Perut kami tentulah harus idisi agar kami memiliki tenanga.
Sesekali kami berkelahi dengan binatang buas karena mereka terlihat lapar melihat tubuh kami. Namun, untungnya aku dan Pak Dharma bisa melewati itu semua. Semoga saja kami bis selamat sampai tujuan dan selamat ketika kembali lagi ke rumah.
“Itu dia!” seru Pak Dharma yang langsung menyenderkan tubuhnkua ke sebuah pohon. Di balik pohon itu aku melihat ada sebuah lereng gunung yang berisik. Bunyi pukulan, makian, dentingan s*****a tak bisa kami hindarkan. Aku pun mencoba mendekat, namun Pak Dharma langsung menarikku untuk bersembunyi.
“Kita tidak boleh ketahuan,” kata Pak Dharma.
Aku pun langsung menganggukkan kepalaku. Kemudian, Aku pun langsung mencoba mencari Pangeran Rama. Aku harus bertemu dengan Pangeran Rama. Untungnya kami berada di atas gunung sehingga bisa melihat apa yang terjadi di bawah lereng gunung itu.
Bulu kudukku seketika berdiri melihat bagaimana banyak raksaksa yang berkelahoi dengan manusia normal sepertiku. Aku pun merasa kalu perkelahian ini tidak seimbang. Jadi, aku memutuskan untuk cepat menyelesaikannya.
“Sepertinya saya hanya bisa mengantar sampai sini,” kata Pak Dharma.
Aku pun menganggukkan mengerti. Diantar sampai medan pertempuran saja aku sudah berterima kasih, jadi aku tidak terlalu berharap kalau beliau akan ikut denganku berkelahi di bawha sana. “Terima kasih, Pak. Saya sangat merasa senang dan beruntung mendapatkan bantuan dari bapak,” kataku yang langsung mengulurkan tangan.
Pak Dharma pun menjabat tanganku dan menganggukkan kepalanya, “Semoga kau bisa mencapai apa yang kau inginkan. Selama perjalanan aku sangat tahu kalau kau adalah orang yang sangat baik, semoga perjalananmu dimudahkan,” kata Pak Dharma.
“Amin,” jawabku.
Lalu Pak Dharma pun langsung pergi meninggalkan aku seusai bersalaman. Kemudian, aku yang tidak mau menyia-nyiakan waktu langsung pergi begitu saja ke tempat pertempuran. Aku harus melanjutkan perjalanan.
Sesampainya di depan istana, nyaliku semakin ciut namun aku harus memberanikan diri agar pertempuran darah ini terlalu lama. Kalau lama-lama aku merasa khawatir kalau akan banyak menelan korban jiwa.
Aku berjalan mengendap-endap agar tidak ada yang melihatku. Tujuanku hanyalah satu, Pangeran Rama. Aku harus mengatakan kesalah pahgamana ini. Aku ingin memintanya untuk menghentikan pertempuran dan berdamai.
Setelah mencari dengan susah payah akhrinya aku menemukan Pangeran Rama. Aku pun langsung menoleh ke kanan dan ke kiri. Aku benar-benar kurang beruntung karena posisi Pangeran Rama ada di tengah pertempuran. Itu artinya, mau tak mau aku harus berkelahi untuk sampai di tempat Pangeran Rama.
Aku merasa tidak bisa berkelahi dengan tangan kosong. Lalu aku pun mengedarkan pandanganku ke sekitar dan seketika aku melihat ada sebuah pedang yang tergeletak di dekatku. Pemiliknya adalah seorang warga yang tengah mati. Astaga. Aku benar-benar merasa takut sata ini.
Bulu kudukku kini berdiri semuanya, “Maaf ya, Pak. Saya ambil dulu pedangnya,” kataku yang sepetri orang gila karena mengajak bicara orang yang jelas-jelas tidak bisa lagi berbicara.
Aku mulai meringsek masuk ke dalam pertempuran.
Bug!
Tiba-tiba seoorang raksaksa memukulku hingga jatuh. Nasib, nasin, baru juga aku nmasuk, belum genap aku memasang kuda-kluda, aku sudah terseungkur di tanah. Akju yang tidak mau mati langsung menyambar pedangku dan mulai bersiap berkelahi.
Tujuanku masih sama, Pangeran Rama.
“Hei, Raksaksa! Buakankah ini eprtempuran yang tidak adil? Dengan tubuhmu yang besar seperti itru, aku tentu kalah!” seruku kepada Raksaksa.
Aku tidak tahu apakah dia bisa mengerti bahagsaku atau tidak namun jika aku menginat mengenai Raksaksa yang sudah kukalahkan di hutan, sepetrinya mereka juga bisa berbahasa dengan baik seperti kamu.
“Kalian manusia-manusia takt ahu diri! Kami tidak perduli. Yang pasti, kau dan teman-temanmu harus mati! Di tangan kami!” seru saksaksa.
Aku mengeklap air liur raksaksa yang muncarat di wajahku. Hueeekk! Rasanya mual menicum bau air liur raksaksa yang aku taksir tidak pernah membersihkan giginya.
“Rasakan ini!” seruku aku mulai mengayunkan pedang dan mulai berkelahi dengan raksaksa itu. Dia tidak memiliki pedang hanya melawanku dengan tangan ksoong.
Setelah aku bersusah payah, akhirnya raksaksa itu selesai aku kalahkan. Selanjutnya aku mencoba mengalahkan raksaksa lain sambil terus berjalan mendekatiPangeran Rama.
Desingan pedang milik warga desa dan raksaksa terdengar sangat menyakiti tel;inga. Beruntung beberapa raksaksa tidak memakai pedang jadi aku lebih memilih mereka.
“Pangeran Rama ini aku!” seruku ketika mulai berkelahi di dekat Panegrna rAma.
Pangeran Rama yang mednengar suaraku langsing menoleh dan konsentrasinya pecah. Beliau pun langsung tersungkur.kesempatan itu pun tidak disia-siakan oleh raksaksa yang tengah Pangeran Rama hadapi. Lalu aku pun langsung membantu pangeran Rama dengan memotong tangan Raksaksa yang hendak mencengkeram Pangeran Rama.
“Maafkan aku, Pangeran karena mengagetkan,” kataku.
Lalu aku dan APnegran Rama langsung kembali berkelahi.
“ADA APA KAU KE SINI? BUKANKAH AKU MEMRINTAHMU UNTUK MENJAGA ISTRIKU?!” Seru Pangeran Rama sambil berteriak.
“IYA, TAPI AKU DENGAR PANGERAN SALAH MENYERANG LAWAN MEMBUAT AKU MERASA HARUS KE SINI, MELURUSKAN SEGALANYA!” Seruku. Suaraku tak kalah lantang.
“TIDAK ADA YANG SLAAH PAHAM. MEREKA YANG BERANI MENGUSIK ISTANAKU TERLEBIH DAHULU!” Seru Pangeran rama.
“TIDAK, PANGERAN. BUKAN MEREKA. PERCAYALAH PADAKU KALAU DALAM DARI p*********n ISTANAMU BUKANLAH MEREKA. SERANGAN ITU DATANG DARI IBU TIRIMU, BUKAN DARI MEREKA!” Seruku.
Pangeran Rama pun langsung menghentikan gerakannya setelah seorang raksasa tumbang begitu saja. Dia langsung menoleh ke arahku. Aku pun menganggukkan kepalaku dengan matap.
Dug!
Sial ada yang mendorong punggungku hingga aku jatuh. Aku tentu langsung bangun dan mencoba memtotong tangan raksaksa yang mendekatiku.
“Apa maksudmu?” tanya Pangeran Rama yang kembali berkelahi.
“Iya, Pangeran. Sebenanrya anda salah menyerang lawan. Seharusnya kalau anda ingin membalaskan dendam, harusnya istana ibu tirimulah yang diserang,” kataku.
“Kau pasti mengada-ada,” kata Pangeran Rama.
“Aku baru saja kembali dari Istana Kosala. Aku mendengar secara langsung saat ibu tirimu sedang mengajak mengobrol putra kandungnya, Pangeran Bharata. Beliau ingin Pangeran Baratha yang menjadi Raja kosala bukan anda, Pangeran,” kataku.
“KURANG AJAR!” seru Pangeran Rama yang langsung melampiaskan amarahnya pada raksaksa-raksaksa yang menghampirinya.
Pangeran rama terlihat jauh leboih kuat dari sebelumnya. Aku meringis dalam hati menyaksikan bagaimana Pangeran Rama yang seperti tak terkendali. Padhaal, sebelumnya Pangeran Rama terlihat begitu tenang,
“Pangeran, lebih baik hentikan sajha semua ini,” kataku menyarankan.
“Tidak bisa. Aku tidak bisa menahan malu dengan mengatakan mundur,” kata Pangeran Rama.
Aku bis amenegrti, bagaimana mungkin Pangeran Rama menghentikan apa yang dia lakukan sementara orang yang menyerang adalah Pangeran Rama. Rasa gengsi tentulah tidak bisa dihindarkan. Aku pun mencobva mencari cara untuk mengatsi situasi seperti ini. Dan satu-satunya car ayang bisa aku lakukan adalah dengan bmbujuk Pangeran Rama.
“Pangeran, jangan biarkan pertempuran tak tentu arah ini memakan lebih banyak korban lagi. warga desa yang gugur tidak berdosa, Pangran,” kataku.
“Aku akan malu untuk mengakui itu. Akju tidakl bisa. Yang pasti aku harus memenangkan pertaruangan,” kata PAngeran Rama.
Sudah buntu. Aku tidakk bisa menjelaskan lebih lama kepada Pangeran karena Paangeran Rama sepertinya ssudah tidak bisa lagi dibujuk. Aku pun harus segera menyudahi semua ini. Aku pun langsung mencari Raja Rahwana yang ntah di mana.
Aku pun langsung berlari menuju ke Menara paling tinggi di istana, kemudian aku cari sesuatu yang bisa mengeraskan suaraku. Aku mengambil beberapa daun yang ku buat seperti moncong terompet.
“BERHENTI! SEMUANYA BERHENTI!” seruku.
Semua orang pun akhirnya menghentikan aktivitas mereka. Aku langsung merasa sedikit tenang walaupun perkelahian tetap akan terjadi lagi.
“SAUDARA-SAUDARAKU! AKU ADALAH PERAMAL YANG DATANG DARI MASA DEPAN! MARI KITA HENTIKAN PERTARUNGAN INI! DAN AKU MOHON KEPADA PANGERAN RAMA DAN RAJA RAHWANA UNTUK BERBINCANG SEBENTAR. SELAMA KAMI BERBINCANG TOLONG HENTIKAN SEMUANYA, TURUNKAN s*****a KALIAN DAN DUDUKLAH DENGAN TENANG!!!” Seruku.
“Kurang ajar! Siapa kau memperintah raja kami?!” seru seorang raksaksa.
“Sudah kukatakan, aku adalah Peramal Masa Depan, Titisan Dewa yang membawa perdamaian di muka bumi!” seruku asal.
Selama aku berada di zaman itu, aku merasa semua orang masih mempercayai hal-hal mistis dan di sinilah aku yang mencoba memanfaatkanya. Katakanlah aku jahat karena berbohong namun bagiku lebih jahat lagi bila aku membiarkan lebih banyak korban lagi.
TAk lama kemudian, Raja Rahwana datang dan aku dibawa ke sebuah ruangan begitu juga dengan Pangeran Rama. Kali ini aku akan mengkambinghitamkan diriku sendiri untuk menjaga rasa malu Pangeran Rama.
“Begini, Raja Rahwana. Mohon maaf sebelumnya karen aku telah lancang menghentikan perkelahian ini. Namun, aku merasa ada yang salah dengan ini semua. Akulah yang menyebabkan Pangeran Rama menyerang istana anda,” kataku.
Pangeran Rama terkejut mendnegar apa yang aku katakan namun beliau tidak mengatakan apapun.
“Apa maksudmu?” tanya Raja Rahwana yang kalau dilihat dari dekat besar sekali.
“Iya, sebelumnya, istana Pangerann Rama diserang oleh sekawanan orang yang tidak dikenal. Lalu, aku memberitahukan kepada Pangeran Rama kalau dalang dari orang yang menyerang Pangeran Rama adalah kerajaan anda. Aku minta maaf sekali lagi. namun, setelah aku mengecek kebenanrannya, itu bukanlah serangan dari anda melainkan dari kerajaan kosala sendiri,” kataku.
Kali ini satu-satunya doa yang selalu aku panjatkan adalah aku berdoa agar aku tidak berakhir ditiang gantungan.
“Kurang ajar! Sudah kukatakan bukan? Jadi kalian salah menyerang?!” tanya Raja Rahwana dengan kemarahan yang memuncak.
“Iya, saya meminta maaf atas semua ini, Raja,” kataku.
Panegrna Rama pun mengambil nafas dan langsung mengatakn sesuatu, “Saya meminta maaf atas semuanya. Kalau begitu untuk menebus kesalahanku, aku akan mengabulkan permintaanmu. Mintalah padaku maka aku akan mengabulkannya,” kata Pangeran Rama dengan bijak. Kini aku harus mengacungkan jempol kepadanya karena PAngeran Rama benar-benar saangat bijak sana.
Kali ini aku tahu kenapa Pangeran Rama yang akan dijadikan Raja oleh ayahnya bukan saudara tirinya namun ntahlah, akupun belum bisa menyimpulkan demikian karena memang belum terlalu mengetahui biduk perkaranya. Namun, kalau mengingta dari apa yang ibu tirinya katakan, ibu tri dan ayah dari Pangeran Rama memangs udah sepakat kalau sebvetulnya yang harusnya menjadi raja adalah Bharata namun karena akhirnya Ayah Pangeran Rama yang melihat Pangeran Rama lebih unggul meminta Pangeran Rama yang menggantikannya.
Aku menatap raksaksa di hadapanku. Mata raksaksa itu menatap tajam pada Pangern Rama namun senyum licciknya terlihat begitu saja. Aku yang melihatnya jadi bergidik ngeri. Aku mulai membayangkan hal yang tidak-tidak. Akju membayangkan bagaimana kalau dia menginginkan makan tubuhku.
Raksaksa itu pemakan segalanya bukan? Aku jadi takut kalau raksaksa itu ingin memakanku karena aku mengtatakan kalau aku yang meminta kepada Pangeran Rama untuk menyerang istananya.
“Baiklah kalau begitu. Aku akan meminta satu hal dan akan kuanggap kejadian ini tidak pernah ada. Dan aku akan membebaskan kalian semua,” kata Raja Rahwana.
“Apa itu?” tanya Pangeran Rama.
“Aku menginginkan istrimu,” jawab Raja Rahwana.
Aku terdiam, begitu juga dengan Pangeran Rama. Aku benar-ebanr tidak menyangka kalau permintaan itu adalah meminta Putri Shinta. Astaga. Aku benar-ebanr tidak berpikir sampai ke sana.
“A-apa?” tanyaku terkejut.
Pangeran Rama melirikku dan memberikan isyarat keapdaku untuk diam melalui tatapannya. Mau tak mau apun pun langsung menurut, aku tidak berbicara lagi.
Tapi, bagaimana mungkin?
Aku memang tahu kalau Raja Rahwana sangat mencintai Putri Shinta namun aku tak sampai berpikir kalau Raja Rahwana menginginkan Putri Shinta dan meminta Putri shinta sebagai tanda permintaan maaf Panegrna Rama.
“Baiklah, akan aku bicarakan dengan istriku,” kata Pangeran Rama.
Aku pun langsung menoleh ke arah Panegrna Rama. Aku benar-benar kehabisan suara, bagaimana mungkin Pangeran Rama akan mengatakan hal sepetri itu. Putri Sinta adalah istrinya, bagaimana mungkin dia mengatakan akan menyerahkan kepada laki-laki lain? Aku tidak mengerti maksud dari Pangeran Rama namun sesuai kemauannya, aku hanya bisa diam.
Aku akan menanyakan maksud dari perkataannya itu di rumah.
“Baguslah. Sekalian saja kau katakan pada istrimu kalau sebetulnya orang yang memenangkan pertandingan itu adalah aku, bukan kamu,” kata Raja Rahwana.
“Kami permisi dulu,” kata Pangeran Rama.
Raja Rahwana pun mengantara kami dan beliau naik ke podium paling tinggio, “Wahai, rakyatku! Biarkan mereka untuk pergi. Jangan halangi mereka pergi!” seru Raja Rahwana.
Seketika semua raksaksa pun langsung menepi begitu saja dan membiarkan kita lewat. Tak ada satupun yang membantah. Mereka semua menuruti apa yang dikatakan oleh Rajanya.