PPW 21 – Jalan Keluar Tak Terduga

1080 Kata
Aku mengakui kalau aku memang sangat bodoh karena harus pergi tanpa menanyakan terlebih dahulu mengenai arah tujuanku. Maksudku, aku memang mengetahui kalau aku akan pergi ke Kerajaan Alengka, namun aku tidka tahu di mana keberadaan kerajaan itu. Argh, harusnya aku menanyakan hal itu kepada Putri Shinta atau kepada Annaliese, siapa tahu mereka bisa menujukkan arah dan aku tidak seperti anak hilang seperti ini. aku tentu tidka bisa kembali ke rumah karena aku tidak mau mempermalukan diriku sendiri. Jadi walau genting, aku akan mencoba mencari tahu sendiri mengenai keberadaan Kerajaan Alengka. BUG! BUG! BUG! Di tengah kebingunganku, aku justru mendengar suara baku hantam antara dua orang yang asyik meyangkan tinjunya. "Astaga, apakah aku harus melerai mereka?" tanyaku. Aku tak benar-benar langsung menghampiri mereka. Di mana, aku hanya mengawasi mereka, namun tiba-tiba aku melihat salah satu diantara orang yang berkelahi itu hampir saja trbunuh. "Tunggu!" seruku. Aku tidak mau terjadi pertumpahan darah di dekatku. Dua orang bapak-bapak yang tengah berkelahi itu pun langsung menghentikan aktivitas mereka. Aku benci ikut campur tapi aku tidka bisa membiarkan ada orang yang mati di dekatku. Sebab, sampai kapanpun aku tidak akan pernah membiarkannya. “Siapa kau?” tanya bapak-bapak itu. “Namaku Badrun. Aku adalah seorang peramal.” Jawabku asal. “Kenapa kau menghentikan kami?” tanya bapak-bapak yang tengah memegang sebuah benda tajam ytang hampir saja membunuh bapak-bapak yang lainnya. “Aku tidka bisa melihat nyawa melayang di depanku karena itu akan merepotkan.” Kataku asal. Di luar dugaan, bapak-bapak yang hendak membunuh kawannya langsung bari mencoba menyerangku. Aku pun langsung berkelit dan langsung melayangkan bogem demi bogem, juga menghindari senjatanya. Dia adalah orang yag menyeramkan, gerakannya kuat namun tidak segesit aku. Aku bisa mamanfaatkan kegesitanku untuk memukul celurit itu. Ketika ada kesempatran, aku pun langsung menendang celurit itu hingga celurit itu terlepas. “Kurang ajar!” seru bapak itu yang murka karena satu-satunya s*****a yang dia jadikan andalan sudah tergolek di lantai, beliau spontak langsung menerjangku. Aku yang pandang berkelit terus menghindar dan sesekali mengirimkan serangan. Kemudian, aku membekukan bapak-bakpak itu. “Menyerahlah, maka aku tidka akan membunuhku.” Kancamku., Aku hnaya menggeretak. Tentu saja, bagaimana mungkin aku bisa membunuh seseorang? Aku tentu tidka bisa melakukannya. Aku hanya ingin dia bertaubat dan menyerah agar tidak kambali mengulangi kesalahannya. “Amnpuni aku, Tuan. Ampuni aku!” kata bapak-bapak itu smabil emenangis ketakutan. Aku pun memelintir tangannya kebelakang hingga membuat beliau merasa kesakitan. “Sebentar, apa yang bisa aku dapatkan setelah aku melepaskanmu?” Tanyaku. Dalam film-film laga yang pernah aku tonton, seorang pemeran utama selalu meminta imbalan atas apa yang mereka lakukan. “Kau bisa mendapatkan informasi apapun. Aku adalah seorang juru informasi Kerajaan Alengka.” Katanya. Aku terkejut sebentar, ini benar-benar kebetulan yang mengasyikkan. Rasanya baru tadi aku merasa kebingungan dengan cara mendapatkan arah ke kerajaan Alengka. Ini sungguh momen yang bisa aku manfaatkan. “Baiklah. Aku minta kau juga berjanji untuk tidak membunuh orang lagi.” kataku. “Janji, Tuan.” Katanya dengan wajah penuh lebam. Aku pun langsung melepaskannya, “Di mana kerajaan Alengka berada?” tanyaku. “Kerajaan Alengka, berada di atas awan.” Terang bapak-bapak yang ku tangkap. “di mjana?” tanyaku. Toiba-tiba bapak-bapak itu berubah jadi raksaksa dan tertawa menyeramkan. Aku tentu mera terkejut. Dan saking terkejutnyaaku smapai jatuh ke tanah. Lalu dia pergi begitu sjaa./ AKu pun mencoba mengejar namun gerakannya kini cepat sekali. Ntah cepat atau ntah kakinya terlalu panjang ghingga membuat langkah-langkah yang harus kutempuh dnegan lari. “TErima kasih, Tuan. Terima kasih.” Kata Bapak-bapak yang aku selamatkan. “Nama saya, Dharma. TErima kasih atas bantuan, Tuan. Kalau tidka ada Tuan, tentulah aku sudah mati.” Kata Darma sambil mengulurkan tangannya. Aku menganggukkan kepalaku. Dan menjabat tangannya. “Iya sudah menjadi tugasku untuk membantu sesame.” Kataku. Aku ebanr-benar mnayangkan eaksaksa tu pergi. Sedikit lagi aku mendapatkan jawaban atas keberadaan Kerajaan Alengka yang aku cari. Sedikit lagi sjaa. Namun, karena dia langsung kabur sehingga akau tidak bisa mengetahui keberadaan Kerajaan Alnegka lagi. “Ku dengar anda mau pergi menuju Kerajaan Alengka, betul?” tanyanya. Aku pun langsung mendongakkan kepalaku kepada Pak Dharma, “Betul, Pak.” Kataku. “Ah, apa kamu ingin menemanimu untuk menuju ke Istana Kerajaan Alengka? Aku mengetahui jalan pintas untuk pergi ke sana. Kalau kau memang bersedia aku temani, maka aku akan menemanimu.” Kata Pak Darma. “Benarkah?” tanyaku. Pak Daharma menganggukkan kepalanya, “Iya, kau sudah menolongku. Aku berhutang nyawa padami. Jadi, sebagai tanpa ucapan terima kasihku, aku akan mengantarkianmu ke kerajaan itu.” Kata Pak Dharma. “Baik lahg, Pak. Saya mau. Sebelumnya, saya adalah Badrin.” Kataku. “Iya, saya sudah mendengar saat anda memperkenalkan diri anda kepada raksaksa tadi.” Kata Pak Dharma, “Mari kutunjukkan jalannya. Biasanya Kerajaan Alnegka harus ditempuh dalam waktu tujuh hari eprjalanan, namun karena aku mengetahui jalan pintasnya, sehingga aku bisa memastikan kalau kita akan tiba di sana dlaam wkatu tiga hari. Itu pun kalau jalan kita mulus.” Kata Pak Daharma. “Baik, Pa. boleh sya atahu mengenai mengapa anda bisa berkelahi dengan raksaksa itu?” tanyaku. Kami pun mulai berjalan menuju kea rah yang Pak Dharma tunjukkan. “Dia adalah raksaksa menyebalkan. Dia sering memakan hewan-hewan peliharaan warga desa. Karena aku tidka mau kalau dia terus datang ke desa kami dan memakan hewan-hewan peliharaan, sehingga aku berniat untuk membunuhnya namun sapa sangka, justru aku yang hampir terbunuh kalau tidka ada tuan.” Kata Pak Dharma. “Jangan sebut Tuan, Pak. Panggil BAdrun sjaa.” Kataku tak enak hati. Usia Pak Dharma sepertinya seusia ayah atau ibuku jadi aku tentulah tidak bisa membiarkanb mereka memanggilku dengan sebutan Tuan itu tidka sopan, terlebih aku bukanlah majikannya. “Ah, tidak bisa. Anda sudah meneyelamatkan saya sehingga saya harus menghormati anda. Itulah aturan yang berlaku.” Kata Pak Dharma. Kalau sudah begini aku tidak akan bisa membantah lagi. baiklah, terserah saja, “Baik.” Katanya. “Pak, bbagaimana kalau kita lari?” tanyaku. Berjalan kaki tentulah akan memakan waktu yang snagat lama. Pak Dharma pun menganggukkan kepalanya, “Baik, Tuan.” Katanya. Kemudian, kami pun mulai berlari, aku tidka mau menghabiskan waktuku hanya untuk berjalan kaki. Waktuku amat terbatas. Aku tak akan membairkan Annaliese menyusulku ke medan pertempuran. “Tuan, boleh saya tahu apa yang membawamu ke kerajaan Alengka?” tanya Pak Dharma. “Karena saya ingin menghentikan sebuah pertempuran yang tengah terjadi di sana.”: terangku. “Ah, aku tahu, Pangeran Rama memang sedang menyerang ekrajaan Raksaksa itu.” Kata Pak Dharma. “Bapak t**i p*********n itu?” tanyaku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN