Rasanya puas sekali melihat Annaliese mengerucutkan bibirnya. Sepertinya sudah sangat lama aku tidak menggodanya seperti ini.
Sambil bercanda, Annaliese pun langsung mengerjakan pekerjaannya dengan baik, dia benar-banar menjadi pemasak yang handal sat ini. Lihatlah bagaimana aku yang membuat potonganpotongan menjadi buruk rupa namun setelah berada di tangan Annaliese, sayur yang aku potong-potong berubah menjadi masakan yang sangat terlihat lezat.
“Aku pernah mendengar nasi jagung,” kataku.
“Oh ya? berarti kamu orang zaman dahulu, Badru.” Kekeh Annaliese.
“Tidak, enak saja. Aku mengetahui itu dari nenekku. Jadi yang orang dulu itu nenekkku bukan aku,” kataku.
Annaliese pun langsung memasak lagi hingga akhirnya makanan yang ingin kami serahkan kepada Raja Rahwanna untuk dibawa untuk Putri Shinta akhirnya terjadi juga. Bagaimanapun, Annaliese dan aku merasa senang. Meski sejujurnya kami jahat karena membantu orang yang mau merebut istri orang lain.
Maksudku sebetulnya adalah aku ingin Raja Rahwana tahu kalau orang yang Putri Shinta cintai hanyalah Pangeran Rama dan akhirnya menyerah. Kalau tidak Putri Shinta bis amerasakan kebaikan dari Raja Rahwana sehingga dia memeprtimbangkan ulang mengenai pernikahannya.
Setelah selesai, kami mengemasnya ke dalam rantang kerajaan dan langsung pergi menuju ke ruangan Raja. Di sana Raja Rahwana sudah menunggu. Kemudian, kami memberikannya, seteleh dicek selanjutnya Raja Rahwana pun pergi untuk mengantarakan itu kepada Putri Shinta secara langsung.
Aku dan Annaliese tidak diperkenankan untuk ikut padahal kami ingin sekali ikut namun apa daya.
Karena Raja Rahwana tidak ada di tempat, aku jadi sedikit bebas. Setidaknya walau hanya bermain dengan Annaliese membuatku senang karena tidak harus duduk terus di dalam ruangan.
Setelah pergi seharian, Raja Rahwana datang dengan wajah muram. Beliau mengatakan kalau Putri Shinta tidak mau menerima makanannya.
"Bagaimana ini, Badrun? Aku sudah jauh-jauh datang tapi Putri Shinta tidak mau menerima makananku sama sekali. Ini kubawa pulang lagi,” kata Raja Rahwana.
Aku mengamati rantang yang diacungkan oleh Raja Rahwana. Aku menghela napas, "Raja, seorang perempuan tidak akan luluh hanya dalam sekali aksi. Dia biasanya baru luluh ketika kita para laki-laki mengupayakan banyak hal secara terus menerus,” kataku.
Ntahlah, aku tidak bisa memastikan apakah yang aku katakan ini benar atau tidak namun yang jelas sepertinya memang seperti itu.
"Baiklah, kalau begitu kau minta temanmu kemarin untuk membuatkan makanan lagi,” kata Raja Rahwana.
"Baik, Raja. Apakah makanan itu perlu saya buang?" Tanyaku menanyakan rantang berisi makanan yang dimasak oleh Annaliese.
"Tidak, Badrun. Saya ingin merasakan makanan apa sebetulnya yang sangat disukai oleh Putri Shinta,” kata Raja Rahwana.
Aku pun menganggukkan kepalaku. Lagi pula apa lagi yang bisa aku sampaikan? Raja Rahwana tentulah sedang dimabuk asmara sehingga beliau mengatakan hal demikian.
Raja Rahwana mulai membuka rantang makanan itu satu persatu dan membuat mejanya penuh dengan makanan. Kemudian, Raja Rahwana langsung memakan makanan yang ada di mejanya itu.
Aku sampai bergidik ngeri ketika melihat bagaimana Raja Rahwana makan. Raja Rahwana memang raksaksa jadi ketika makan, cara makannya seperti itu. Terasa sangat aneh dan terlihat seperti orang yang kelaparan.
"Ini benar-benar enak, Badrun! Pantas saja Putri Shinta menyukai makanan-makanan seperti ini. Temanmu ternyata benar-benar pintar memasak,” kata Raja Rahwana.
"Iya, Raja. Annaliese memang sangat pandai memasak. Jadi rasanya masakan apapun akan terasa enak bila dia yang memasaknya,” kataku.
Aku mencoba sedikit memuji Annaliese.
Raja Rahwana hanya bisa melanjutkan makannya dengan lahap. Semua makanan itu habis dalam sekejap. Padahal kalau bagi perutku makanan itu baru bisa aku habiskan dalam 3x sesi.
Memang perut raksasa itu benar-benar meresahkan dan sangat berbeda dengan kami manusia normal.
"Enak sekali,” kata Raja Rahwana. "Juru masak kerajaan tidak dapat membuat makanan seenak ini. Saya sangat salut pada temanmu." Sambungnya.
Aku pun tersenyum dan menganggukkan kepalaku, "Annaliese pasti senang mendengarnya."
***
Esok harinya, Raja Rahwana meminta kepada Annaliese untuk membuatkan makanan untuk Putri Shinta. Annaliese tentulah menurut dan memasakkan makanan itu. Kemudian, Raja Rahwana kembali pergi menuju ke rumah Putri Shinta.
Aku dan Annaliese pun kembali menunggu kedatangan rRja Rahwana, namun setelah kami lama menunggu, Raja Rahwana datang dengan wajah yang terlihat murung seperti sebelumnya. Aku hanya bisa menoleh ke arah Annaliese mencoba mencari solusi.
Annaliese memperhatikan bagaimana Raja Rahwana yang terlihat sedih, "Raja, bagaimana hari ini?" tanya Analiese yang berbasa-basi karena Annaliese tahu kalau semuanya tidak berjalan sesuai rancana, hal ini dapat dilihat dari raut wajah Raja Rahwana yang terlihat begitu muram.
"Putri Shinta tidak mau menerima makananku lagi,” kata Raja Rahwana, raut wajahnya begitu sedih.
"Bagaimana kalau besok aku dan Badrun ikut serta? Mungkin kalau makanan itu diberikan lewat tangan kami dan kami menyebut nama Raja, Putri Shinya akan mau menerima makanan itu." usul Annaliese.
Aku tahu kalau Annaliese sedang mencoba Raja Rahwa yang sedang merasa sedih.
"Benarkah? apakah cara itu akan membuahkan hasil?" tanya Raja Rahwana.
"Kami memang tidak bisa memastikannya, Raja. karena kami bukan tuhan semesta alam. Kami hanya bisa berusaha dan melihat hasilnya setelah brusaha. Siapa tahu Putri Shinta akan luluh,” kataku.
Aku tidak mau diam saja, akupun mau berkontribusi dalam masalah ini. kemudian, wajah Raja Rahwana pun langsung cerah begitu saja.
"Baiklah kalau begitu,” kata Raja Rahwana.
Keesokkan harinya aku dan Ananliese kambali memasak untuk Putri Shinta lalu kami pun pergi menuju ke rumah Putri Shinta. Kali ini aku dan Annaliese meminta kepada Raja agar kami tidak naik joli karena menurut kami di dalam ruangan sempit itu engap dan kai terlalu lelah untuk duduk. Kami butuh berolahraga bukan hanya dilayani ini dan itu yang bahkan sepertinya kedua tangan dan kaki kami tidak berfungsi.
"Apakah Putri Shinta akan menerima masakan ini?" tanya Raja Rahwana yang terus bertanya.
"Kita coba saja,” kataku dan Annaliese.
Perjalanan begitu jauh, aku mengira kalau kepergian Raja Rahwana yang sebentar memang karena medan kami yang sebentar, namun, aku melupakan sebuah fakta kalau pada saat mengantarkan makanan ke rumah Putri sinta, Raja Rahwana tentu lebih memilih berubah menjadi raksasa karena itu lebih cepat sampai, sebab, langkahnya besar-besar.
"Aduh, aku lelah, badrun,” kata Annaliese yang terlihat mengurut kakinya.
Ananliese terlihat pucat. Aku yang melihatnya pun tidak tega. Lalu aku pun berjongkok di dapannya, padahal aku sendiri pun lelah namun aku tidak bisa membairkan Annaliese kelelahan.
"Naiklah ke punggungku,” kataku.
Annaliese kali ini menurut tak membantah sedikitpun . Kalau sudah seperti ini itu artinya Annaliese memang sangat lelah sehingga dirinya tak kuat lagi berjalan.
Kemudian, kamu pun melanjutkan perjalanan.
Seketika aku memiliki ide yang menurutku sangat cemerlang. Aku tahu mengenai bagaimana caranya agar aku, Annaliese, dan juga Raja bisa sampai di rumah Putri Annaliese dengan cepat. Kami memang harus cepat karena takutnya makanan yang kami bawa basi di jalan. itu tentulah tidak etis.
"Turun sebentar, Ann ..,” kataku.
Annaliese pun turun dari gendonganku dan menatapku, "Ada apa? apa aku terlalu berat?" tanya Annalise.
Aku menggelengkan kepalanya. Padahal seharusnya aku menggodanya, namun karena kami sedang dalam keadaan genting sehingga aku tidak bisa mengajaknya untuk bercanda.
"Tidak. aku hanya ingin berbicara sebentar dengan Raja,” kataku.
Aku pun langsung mendekati Raja Rahwana. "Raja, sepertinya kalau seperti ini terus kita akan terlalu lama sampai di rumah Putri Shinta. Bukan hanya lama, makanan yang kami bawa juga akan berubah rasa. Tidak enak lagi bahkan tidak layak untuk di makan,” kataku.
Sebagai penasihat kerajaan, aku yakin kalau Raja Rahwana akan mendengarkan apa kata penasihatnya.
"Lalu bagaimana?" tanya Raja Rahawana.
"Lebih baik, anda dan pengawal berubah menjadi raksasa. Langkah kalian jaug lebih besar dari langkah manusia normal. Dan itu membuat waktu kita tidak banyak terkuras selama di jalan,” kataku memberikan saran yang aku sendiri tidak tahu bisa diterapkan atau tidak.
Annaliese menatapku terkejut secara terang-terangan. Namun, aku tidak mau terlalu mengidanhkan tatapannya karena saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk berdebat.
aku tentulah sadar dan paham betul kalau arti tatapan Annaliese kepadaku adalah ttapan tidak percaya karena aku berani memerintah seorang Raja. mungkin di kelpala Annaliese dia mengira kalau aku sepertinya sudah gila. Namun, kalau dipikir-pikir sepertinya aku memang sudah gila atas semua yang terjadi.
"Baiklah kalau begitu,” kata Raja.
Aku pun menganggukkan kepalaku. Berharap Raja Rahwana tahu kalau keputusan itu memang sangat baik. Lagi pula di zaman ini tidak ada kendaraan bermesin seperti, mobil, pesawat datau motor.
"Pengawal! Segera berubah ke wujud asli kita. Kita harus pergi dengan cepat!" titah Raja Rahwana.
Aku dan Annaliese pun saling pandang, aku hanya bisa menganggukkan kepalaku dan meminta kepada Annaliese agar mempercayai rencanaku karan ini satu-satunya cara agar kita bisa sampai dengan cepat. Meski caraku terlampau ekstrem.
"Naiklah ke bahuku!" seru Raja Rahwana Ketika sudah berubah menjadi raksasa yang sangat besar.
Raja Rahwana sudah berjongkok di hadapanku dan Annaliese namun tetap saja tubuhnya tetap besar.
Annaliese tiba-tiba memeluk lenganku, "Aku tidak mau naik sendirian, Badrun,” kata Annaliese.
Aku mengerti kalau dirinya merasa takut namun klau tidak seperti ini, kita tidak akan pernah sampai di sana.
"Baiklah, kalau begitu kamu naik saja bersamaku,” kataku.
Ananlise pun menganggukkan kepalanya.
"Bagaimana kalau kami. Aku an Annaliese naik ke pundakmu, Raja?" tanyaku.
"Baiklah,” kata Raja.
"Badrun aku tidak bisa naik. Aku memakai rok,” kata Annaliese.
Benar-benar merepotkan sekali. Sepertinya semua perempuan memang merepotkan seperti ini.
Raja Rahwana mengulurkan tangannya lalu aku dan Annalise pun di naikkan ke pundak kanan Raja Rahwana menggunakan tangan Raja Rahwana.
Ananliese langsung merpegangan dengan ku padahal aku saja bingung hendak berpegangan dengan apa. Namun, aku kembali memaklumi Annaliese karrena dirinya mungkin memang sedang ketakutan.
"Berpeganganlah!!" seru Raja Rahwana.
Kemudian aku langsung memegang kuping Raja Rahwana dengan erat. Dan di sampingku ada Annaliese yang berpegangan padaku.
Kemudian, langkah-langkah besar itu pun mulai terasa. Raksasa yang bukan hanya Raja Rahwana itupun langsung berlarian. Aku takut sekali sebetulnya. Namun, mau bagaimana lagi, ini semua memang aku yang meminta.
Langkah-langkah Raksa semakin membesar, goncangan demi goncangan aku dan Annaliese rasakan. Jantung kami bahkan berdegub dengan sangat kencang merasakan goncangan itu. Annaliese sudah menjerit-jerit saking takutnya, sementara aku lebih takut kalau teliang Raja Rahwana pengang mendengar jeritan Annaliese hingga menyebabkan Raja Rahwana tak kuasa dan melemparkan kami tidak sengaja.
“Ann! Jangan berteriak. Kamu mau kita jatuh karena Raja pengang mendengar suara teriakanmu?” teriakku kepaa Annaliese.
Annalise seketika terdiam. Dia memang tidak mau kalau hal itu sampai terjadi begitu saja. Dia belum ingin mati untuk yang kedua kalinya.
Setelah berjalm-jam berada di tempat yang membuat jantung kami serasa ingin copot, akhirnya kami tiba di di dekat rumah Putri Shinta. Ternyata Putri Shinta masih tingga l di tengah hutan. Aku bisa menebak kalau Pangeran Rama belum berhasil mengkudeta kerajaan dan mengambil alih ggelar yang seharusnya sudah dia sandang, Raja.
Karena merasa sudah dekat, Raja Rahwana menurunkanku dengan Annaliese kemudian, beliau dan rekan-rekannya langsung berubah menjadi manusia lagi. Aku benar-benar seperti habis melihat sihir di sini.
“Uhuk uhuk!” Ananliese langsung mencari pohon dan memuntahkan isi perutnya di sana.
Aku pun mengusap-usap punggungnya khawtair, “Kamu tidak apa-apa?” tanyaku kepada Annaliese.
Annaliese hanya menganggukkan kepalanya. Aku tahu kaalau dirinta tengah berbohong namun kalau dia jawab dia sedang tidak baik-baik saja, apa yang bisa aku lakukan? Aku paling hanya bisa menggendongnya saja karena aku tidak bisa menemukan dokter di sini, hanya ada tabib kerajaan yang ada di istana Kerajaan Alengka.
“Aku tidak apa-apa, Badrun,. Aku hanya mual,” kata Ananliese.
Aku pun menganggukkan kepalaku dan meminta eorang pengawal membawakan persediaan minum yang mereka bawa. Aku buru-buru memberikan air mineral itu kepada Annaliese, “Ini berkumur dan minumlah,” kataku menyodorkan air yang ada dalam kendi tersebut.
Annaliese pun menganggukkan kepalanya dan langsung berkumur-kumur dan meminum air mineral itu dengan cepat sepoerti orang yang sangat kehausan.
“Terima kasih, Badrun,” kata Annaliese ketika air dalam kendi tersebut habis dia minum.
Aku menganggukkan kepalaku. Kemudian kami pun langsung melanjutkan perjalanan menuju ke rumah Putri Shinta. Dari jauh aku melihat Putri Shinta yang tengah duduk di depan rumah.
“Tunggu!” kata Raja Rahwana yang membuat langkah kami semua terhenti begitu saja.
“Ada apa, Raja?” tanyaku.
“Kalian berdua pergilah berdua saja. Aku akan mengawasi kalian dari sini ,” kata Raja Rahwana.
Raja Rahwana memberikan rantang berisi makanan itu kepada Annaliese. Annaliese langsung menrimanya dengan senang hati.
“Baiklah kalau begitu,” jawabku.
Kemudian, Aku dan Annaliese pun mulai berjalan menuju ke Putri Shinta yang tidak m,elihat kedatangan kami karena sedang fokus menatap ke depannya. Kami berada di sisi kananya.
“Putri!” seru Annaliese.
Annaliese langsung memberikan rantang itu kepadaku dan dia langsung pergi begitu saja menuju ke tempat Putri Shinta berada. Annaliese terlihat begitu senang, dia seperti baru betermu dengan kawan lama. Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku.