“Annaliese!” kata Putri Shinta.
Annaliese langsung memeluk Putri Shinta. Aku hanya bisa menggaruk kepalaku karena aku tidak tahu apakah di dalam dunia ini hal itu termasuk sopan atau tidak. Namun, untungnya Putri Shinta tidak mempermasalahkannya.
“Bagaimana kabarmu?” tanya Putri Shinta.
“Aku baik, Putri. Putri bagaimana?” tanya Annaliese.
“Seperti yang kau lihat,” kata Putri Shinta.
“Putri,” sapaku.
Putri Shinta pun menganggukkan kepalanya begitu saja.
“Bagaimana bisa kalian ke sini?” tanya Putri Shinta.
“Kami ingin memberikan ini,” kataku menyodorkan rantang makanan yang kami bawa.
Putri Shinta yang melihat rantang makanan kami langsung berubah raut wajahnya. Aku dan Annaliese hanya bisa menebak-nebak aja.
“Kalian pasti datang karena di minta oleh Raja Rahwana kan? Aku kira kalian datang memang tulus datang untuk menemuiku,” kata Putri Shinta yang terlihat sangat sedih.
Annaliese pun langsung melirikkku. Aku memberikan isyaratkan kepadanya untuk berpikir, aku tidak bisa berpikir kali ini.
“Begini, Putri. Sepertinya Putri salah paham. Sebetulnya, ini semua memang masakanku, aku ingin Putri menyicipi makananku lagi karena aku takut Putri merindukan masakanku. Maka dari itu aku meminta bantuan Raja Rahwana untuk mengantarkannya agar bisa lebih cepat,” kata Annaliese.
“Iya, Putri apa yang dikatakan oleh Annaliese memang benar, Putri. Dia memang sangat merindukam Putri sehingga dia ingin memberikan masakan ini untuk anda,” kataku mencoba membantu Annaliese meyakinkan Putri Shinta kalau apa yang dikatakan oleh Annaliese mamang benar adanya.
“Benarkah?” tanya Putri Shinta.
Aku dan Annaliese langsung menganggukkan kepala kami.
“Aku mengira kalau Raja Rahwana yang memberikannya, aku tidak tahu kalau ini semua dari kalian. Aku minta maaf,” kata Putri Shinta.
Aku tersenyum dalam hati, ini adalah respons yang bagus dan sangat harus aku manfaatkan dengan baik, “Nah, karena itu, Putri. Kami sangat sedih sebetulnya ketika Raja Rahwana membawa kembali hasil masakan yang sudah kami siapkan beberapa kali. Oleh karena itu kami datang dan ingin mengatakannya kepada Putri kalau Kamilah yang memasaknya untuk anda,” kataku.
Semoga saja apa yang aku katakan bukan termasuk kebohongan belaka. Karena aku hanya mengatakan apa yang memang semoga saja bukan murni kebohongan. Katakanlah aku jago membual namun itulah yang ada di pikiranku.
“Baiklah, karena kalian sudah datang dan mengataan niat baik kalian maka, selanjutnya kalau Raja Rahwana datang lagi membawa makanan, aku akan menerimanya,” kata Putri Shinta.
“Aku akan memberikan semua yang Putri suka,” kata Annaliese.
“Terima kasih ya?” kata Putri Shinta.
Annaliese pun langsung menganggukkan kepalanya begitu saja.
“Kalau begitu mari kita masuk dan makan bersama,” kata Putri Shinta.
Lalu kami pun masuk ke dalam rumah. Dan kemudian, kamu makan bersama, Annaliese dan aku langsung menyiapkan peralatan makan untuk kami lalu kami makan bersama-sama. Aku mengamati Putri Shinta yang terlihat menikmati masakan kami.
Aku dan Annaliese kambli berpandangan. Kemudian, kami melanjutkan makan. Aku memang mengakui kalau masakan Annaliese memang masakan terbaik itulah mengapa Putri Shinta, Raja Rahwana dan semua orang yang menyicipi makannya selalu puas dengan hasilnya.
“Bagaimana, Putri, masakanku?” tanya Annaliese.
“Masakanmu selalu menjadi yang terbaik, Ann.” Puji Putri Shinta.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Putri Shinta, Annaliese pun langsung tersenyum senang, wajahnya berseri-seri. Seperti ini adalah kali pertama dirinya mendapatkan pujian.
“Terima kasih atas pujiannya, Tuan Putri,” kata Annaliese.
“Di mana, Pangeran Rama?” tanyaku ekapda Putri Shinta setelah aku dan Annaliese membereskan peralatan makan kita.
Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulutku, Putri Shinta pun langsung memasang wajah memelas, dia terlihat sedih. Aku jadi meras atidak enak namun mau bagaimana lagi, aku sangat penasaran sebab sejak kedatangan kami, Putri Shinta hanya sendirian saja.
Bagaimana mungkin seoranng Putri sendirian? Ntahlah aku pun tidak tahu yang jelas seperti dibuang dari istana memang seperti ini. Seperti dikucilkan.
“Pangeran sedang pergi ke Istanha ntah apa lagi yang sedang dilakukannya./” kata Putri shinta.
Aku dan Annaliese menganggukkan kepalan karena kami paham betu;/. Sepertinya Pangeran Rama memang sedang berjuang mati-matian untuk merebut kerajaannya. Aku hanya meras asedikt cemas kepada Putri Shinta yang sendirian.
“Putri, Anda di sini selama berhari-hari sendirian?” tanyaku epnasaran.
Putri Shinta menganggukkan kepalanya dengan lesu. Di tengah butan belantara sendirian tentulah sesuatu yang sangat horror dan sangat menakutkan kalau diingat-ingat.
“Tuan Putri, di sini sangat tidak aman kalau hanya sendirian, bagaimana kalau kami meminta satu atau dua orang pengawal Raja Rahwana untuk menjaga Tuan Putri?” tanyaku.
“Tidak bisa, Badrun. Merek aadalah raksaksa, kita tidak tahu apa yang dipikirkan oleh raksasa. Mereka bisa saja memakan kita sewaktu-waktu,” kata Putri Shinta.
“Tentu tidak mungkin, Putri. Mereka tentu masih sayang pada nyawa mereka. Sebba kalau terjadi sesuatu yang tidak-tidak pada Tuan Putri mereka tentulah harus mendapatkan siksaanang tidak main-main.” Terangku.
Putri Shinta terdiam sebetar seperti tengah memikirkan mengenai saranku.
“Putri Shinta boleh tidak mempercayaiku. Namun, kalau ternyata putri percaya dnegan saya maka saya akan buat raksasa-raksasa itu menjadi manusia dan hanya menjuaga tuan putri dalam jarak jauh. Jadi putri bisa nyaman melakukan apapun. Perbedaannya, keselamatan putri dan kebutuhan Putri akan terpenuhi,” kataku.
Aku mencoba memberikan saran terbaik yang bisa aku punya.
“Apakah Raja Rahwana mengizinkannya?” tanya Putri Shinta masih dnegan perasaan ragu. Aku bisa mengerti mengenai hal tersebut.
“Tentu saja, Putri. Raja Rahwana sebetulnya adalah orang yang baik dan sangat mencintai anda jadi rasnaya tidak perlu mencemaskan apapun,” kataku mantap.
“Benarkah?” tanya Putri Shinta.
Aku pun langsung menganggukkan kepalaku. Aku juga merasa tidak tega melihat Putri Shinta yang serba sendirian di rumah itu yang berada di dalam hutan. Aku jadi penasaran mengenai agaimana caranya Putri Shinta bertahan hidup selama ini.
“Iya, Putri. Aku berkata yang seujurnya,” kataku.
“Baiklah kalau begitu,” kata Putri Shinta.
Aku pun manganggukkan kepalaku karena aku merasa tidak perlu mencemaskan Putri Shinta lagi. karena Putri Shinta mau menerima tawaranku.
“Tapi kau yakin kalau Raja Rahwana tidak akan meminta imbalan bukan?” tanya Putri Shinta.
“Aku bisa menjamin kalau Raja Rahwana tidak akan meminta balasan apapun dari Putri,” kataku.
Kecuali cinta. -sambungku dalam hati.
Putri Shinta menganggukkan kepalanya.
“Putri, bagaimana car aPutri bertahan selama ini. Dan apa yang putri makan?” tanya Annaliese yang sepertinya mengetahui apa yang ingin aku tanyakan sejak tadi. Aku juga sedikit lega karena kalau Annaliese menanyakanya itu berarti aku tidak perlu lagi untuk menanyakan hal yang sama karena satu pertanyana saja sudah cukup.
Kali ini, Putri Shinta terdiam sebentar, dia terlihat malu untuk mengatakannya, namun kami terlanjur penasaran. “Kalau memang tidak bersedia tidak apa-apa, Tuan Putri kami bisa menahan rasa keinginntahuan kita, kita bertanya hanya karena kami peduli pada anda,” kataku.
Putri Shinta peun akhirnya terdiam dan akhirnya menatap akuy dan Annaliese bergantian lalu menutup wajahnya sebentar, “Selama ini aku hanya memakan buah-buahan yang jatuh dari pohon saja. Aku tidak bisa memasak dan tidak bisa melakukan apapun tanpa dayang-dayang. Sehingga karena aku lapar, aku hanya bisa mengambil uah-buahan yang jatuh saja,” kata Putri Shinta yang kemudian membuka tangannya yang menutupi wajahnya.
Aku dan Anbnaliese terkejut, “Asatag!” pekik kami bersamaan.
Putri Shinta hanya bisa menunduk, dia malu sebetulanya untuk mengutarakan hal tersbeut namun bagaimana lagi dirinya tidak memiliki siapa-saiapa lagi yang bisa dia ajak cerita tentang penderitaannya. Dia hanya bisa percaya dan berccerita kepada suaminya namun suaminya sedang tidak ada di tempatnya.
“Begini saja, Putri. Aku juga akan meminta kepada Raja Rahwana untuk mendatangkan dayang-daytyang yang bisa membantu anda menyiapkan ini dan itu untuk anjda,” kataku.
“Badrun, apakah tidak apa-apa meminta seustau yang sangat banyak seperti ini. Sepertinya ini sedikit merepotkan,” kata Putri Shinta.
“Tidak apa-apa, Putri. Aku bisa menjamin kalau Raja Rahwana justru meras asangat senang kalau Putri mau menerima bantuannya.”
kataku.
“Apa yang dikatakan oleh Badrun memang benar, Putri. Jadi putri tidak perlu khawatir ya?” kata Annaliese.
Setelah hampir seharian berrada di rumah Putri Shinta dan menemani Putri Shinta, akhirnya aku dan Annaliese pun memutuskan untuk pulang. Dan seperti sebelumnya, kami harus berjalan terlebih dahulu beberapa meter dan selanjutnya barulah kami bertemu dnegan Raja Rahwana yang ternyata masih menunggu kedatangan kami.
“Bagaimana?” tanya Raja Rahwana yang seketika bertanya kepadaku. Aku pun tersneyum, “Putri Shinta sudah mau menerima makanan yang diberikan oleh anda, Raja. Rajha boleh sayta minta permintaan untuk Putrsi Shinta?” tanyaku.
“Apa itu? Apa yang bisa asaya berikan kepada Putri Shinta?” tanya Raja Rahwana.
Seperti yang kita tahu bahwa Putri Shinta itu sendirian berada di rumah itu, dia sangat kesepian, dan membutuhkan seseorang yang bisa melayaninya sebagai seorang putri. Putri Shinta tidak bisa mengerjakan apapun sehingga untuk makan saja dia hanya menunggu ada buah yang jatuh. Jadi, aku ingin meminta tolong kepada Raja untuk mengirimkan dua orang dayang dan dua pengawak untuk Putri Shinta agar kita tidak perlu mencemasalkkan Putri Shinta lagi. Sebab, saya meras akhawatir, Raja, Putri Shinta adalah seorang perempuan, bagaimana mungkin kita bisa membiarkan seorang perempuan sendirian di rumahnya yang berada di tengah hutan yang sangat menyeramkan.” Terangku panjang lebar.
Bairakan saya yang pasti saat ini Putri Shinta memaang sangat membutuhkan dayang dan pengawal yang bisa melindunginya dari serangan tak terduga atau keadaan yang mendesak.
“aku pun sempat memikirkan hal itu kemarin namun karena aku bingung mengenai cara mengutarakannya jadi belum sempat kuutarakan,” kata Raja Rahwana.
Aku menganggukkan kepalanya, “Syukurlah kalau kita ternyata satu pemikiran, Raja,” kataku.
Raja Rahwana pun langsung mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Kita tidak bisa memberikan Putri Shinta sembarang dayang dan pengawal. Dan tidak bisa juga pulang dahulu ke istana dan membawakan dayang dan pengawal yang ada di istana.
“Maaf, Raja. Bagaimana kalau pakai dayang dan pengawal yang ada di rombongan saja?” tanya Anna;liese.
Aku akui kalau kepalanya memang sangat cerdas. Apapun yang ada dalam pikirannya memanglah brilian. Aku saja rasanya tidak bisa berpikir sampai sana.
Mungkin Annaliese pintar karena trerlalu banyak membaca buku yang ada di perpustakaan sehingga seperti ini.
Sebelum pergi, kami pun mencoba mencari dayang dan pengawal yang pas untuk menemani Puutri Shintaselama di hutan. Kamudian setelah menemukan dayang dan pengawal yang pas, selanjutnya aku dan juga Annaliese pun langsung mengantarakan dayang dan pengawal ke rumah Putri Shinta.
“Bukankah kalian sudah pulang?” tanya Putri Shinya yang ternyata memilih untuk berada di teras memandangi pohon-pohon.
“Ini, Putri. Perkenalkan ini adalah kedua pengawal dan kedua dayang siap menemani anda,” kataku.
Dayang dan Pengawal itu langung berjongkok dan memberikan hormat. Aku dan Annaliese yang sedikit terkejut karena gerakannya tiba-tiba langsung normal lagi.
“Kenapa bisa cepat sekali, Badrun, Annaliese?” tanya Putri Shinta.
“Kebetulan kami memang membawa pengawal dan dayang jadi kami merasa kalau lebih cepat lebih baik dan Putri tidak perlu mencemaskana apapun karena Pengawal dan Dayang ini memang sangat menghormati anda dan merupakan dayang dan pengawal yang berprestasi,” kataku berbohong padahal aku tidak tahu apakah dayang dan pengawal yang aku bawa ini benar-benar merupakan yang berprestasi atau tidak.
Putri Annaliese pun menganggukkan kepalanya, “Terima kasih karena sudah mengantarkan,” kata Annaliese.
“Sama-sama, Putri. Kalau begitu aku dan Annaliese harus pergi dulu,” kataku.
Annaliese memeluk Putri Shinta dan berpamitan. Mata Annaliese sudah berkaca-kaca. Meski belakangan kata-kata Annaliese terlihta seperti orang dewasa namun aku sadar kalau ternyata Ananliese memang masih sama sepertiku yang merupakan ABG yang masih labil.
Setelah benar-benar berpamitan akhirnya aku dan Annaliese pun langsung pergi meninggalkanb Putri Shinta yang tampak sangat senang.
Aku dan Annaliese hanya bisa tersenyum satu sama lain, kami merasa senang bisa membantu Putri Shinta.
“Kita sepertinya benar-benar orang yang sangat baik ya, Badrun,” kata Annaliese.
“Hei, apa kamu mengira kalau selama ini kita adalah orang yang jahat?” tanyaku.
Mendengar pertanyaanku, Annaliese pun terkekeh begitu saja. Aku mengakui kalau Annaliese memanglah gadis yang cantik.
Di depan sana Raja Rahwana sudah menunggu kami seakan menunggu kami memberikan informasi yang sangat bagus.
“Bagaimana?” tanya Raja Rahwana yang membuatku meras aseperti dejavu karena memang ini bukan kali pertama aku mendengarnya.
“Tenang saja, Raja. Putri Shinta menerima bantuan kami dengan hati yang senang dan riang gembira,” kataku
“Syukurlah kalau begitu. Sekarang bisa pulang dnegan tenang,” kata Raja Rahwana. Aku pun hanya bisa mengnggukkan kepalaku.
“Raja, apakah raja tidak mau melihat wajah dari Putri Shinta sebelum pulang?” tanya Annaliese.
Aku mengaduh dalam hati karenma ini bisa saja membuat kami pulang lebih lama. Teringat rumah, aku jadi teringat rumahku di masa depan, bagaimana dnegan ibuku? Bagaimana dengan ayahku? Dan Julian?
Aku merindukan keluargaku.
“Ide yang bagus. Kalian tunggulah di sini, aku akan pergi sebentar,” kata Raja Rahwana yang langsung pergi begitu saja.
“Ck, Ann, Ann, kita harus menunggu lama kalau begini,” kataku.
“Maafkan aku, Badrun. Sepertinya aku salah bicara,” kata Annaliese.
Wajah Annaliese terlihat seperti menyesal namun apa yang bisa dikata karena semuanya sudah terjadi