Setelah menyetujui kesepakatan kalau aku akan menjadi penasihat Kerajaan Alengka dan sepakat kalau Annlaiese tetap bersama denganku. Akhirnya Raja Rahwana pun mengtakan maksud belia kepada Putri Shinta, namun ntah mengapa Putri Shinta tidak mau bertemu dengan Raja Rahwana.
“Kalau boleh, biar saya dan Annaliese saja yang menemui Putri Shinta, Raja. Mungkin kalau dengan kami, Putri akan mau mendengarkan,” kataku mencoba bicara pada Raja Rahwana.
“Baiklah,” kata Raja Rahwana, “Biarkan mereka masuk menemui Putri!” titah Raja Rahwana kepada pengawalnya yang kini masih berdiri di depan pintu kamar Putri Shinta.
Setelah pintu terbuka, aku dan Annaliese pun langsung masuk ke dalam kamar tersebut. Sesampainya di dalam kami mendapati Putri Shinta yang tengah menangis. Tangisan itu begitu memilukan bagi siapapun yang mendengarnya.
Aku menoleh ke arah Annaliese untuk terlebih dahulu menghampiri Putri shinta. Sepertinya perempuan jauh lebih mudah menerima pandangan sesame perempuan. Setidaknya aku berharap demikian.
“Putri … ini kami,” kata Annaliese.
Putri Shinta pun mendongak dan mendapati Ananliese. Lalu, sesampainya Annaliese di dekat Putri Shinta, Putri Shinta langsung memeluk Ananliese begitu saja sambil menangis.
“Aku ingin pulang, aku sangat merindukan suamiku,” kata Putri Shinya yang terus menerius menangis.
Annaliese hanya bisa mengusap punggung Putri Shinta untuk mencoba menenangkan Putri Shinta yang tengah menangis, “Iya, Putri. Kebetulan, aku dan Badrun ingin menyampaikan berita baik ini,” kata Annaliese.
Putri Shinta langsung melepaskaan pelukannya kepada Annaliese dan menatap Annaliese seakan tidak percaya. Annaliese hanya bisa tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Kemudian, seakan tidak mempercayai Ananliese, beliau menatapoku. Aku hanya bisa menganggukkan kepalaku, “Apa yang dikatakan oleh Annaliese memang benar, Putri. Akju sudah mencoba berbicara dengan Raja Rahwana dan beliau mengatakan kalau beliau setuju kalau Putri dipulangkan,” kataku.
“Tapi, bagaimana bisa?” tanya Putri Shinta.
Aku pun memilih untuk duudk di hadapan Putri Shinta dan Annaliese yang tengah duduk. Aku tentu tidak sopan kalau terus berdiri. “Saya akan menceritakan semua, Tuan Putri. Aku tidak bisa memastikan apakah Tuan Putri bisa menerimanya atau tidak namun yang jelas saya mengatakan apa yang terjadi sebenarnya,” kataku.
Putri Shinta menatapku lekat sekali, tatapannya benar-benar seperti ingin menanyakan mengenai apa yang terjadi, “Katakanlah, Badrun.” Pinta Putri Shinta.
“Di masa lalu, Raja Rahwanalah yang yang memenangkan sayembara, dia menggunakan wajah Pangeran Rama namun pada akhirnya Pangeran Ramalah yang menikah denganmu, lalu setelah Raja Rahwana sudah mengiklhlaskannya, Pangeran Rama justru menyerangnya dan kembali membohongi Raja Rahwna. Saat pertarungan itu, untuk menyudahinya hanyalah dengan mengabulkan permintaan dari Raja Rahwana, dan Pangeran Rama menyetujuinya,” kataku.
“Permintaan apa yang dibuat oleh suamiku dengan raksasa itu?” tanya Putri Shinta.
“Raja Rahwana meminta anda, Tuan Putri dan Pangeran Rama menyetujuinya. Namun, karena Raja Rahwana mendengar desas desus p*********n Pangeran Rama yang akan mendapatkan gelar Rajanya demi menyerang Kerajaan Alengka, sehingga Raja Rahwana memilih untuk menculik anda, Tuan Putri,” kataku.
“Lalu bagaimana akhirnya dia mau membebaskanku?” tanya Putri Shinta.
“Pangeran Rama ingin menjelaskan mengenai bagaimana perasaannya kepada anda, Tuan Putri. Dan sebagai ganti dari pelepasan anda, aku dan Annaliese harus menetap di kerajaan ini.” Terangku.
Aku memang tengah berbicara dengan benar tanpa berbohong sedikitpun.
“B-benarkah? Aku sungguh meminta maaf karena dalam hal ini kaluian berdua sampai ikut serta dalam kejadian ini,” kata Putri Shinta.
“Tidak apa-apa, Putri. Ini semua sudah tugas dan kewajiban kami. Untuk selanjutnya, kami hanya bisa menyerahkan kepada Putri sendiri. Karena anda yang lebih paham mengenai apa yang terbaik untuk anda dan kerajaan anda,” kataku.
Putri Shinta menganggukkan kepalanya, “Terima kasih atas pengorbanan yang kalian lakukan kepadaku. Ini sungguh pengorbanan yang sangat berharga, aku tidak akan melupakannya seumur hidupku,” kata Putri Shinta.
Aku dan Annaliese hanya bisa menganggukkan kepala dengan sopan, “Sama-sama, Putri,” jawab kami bersamaan.
Setelah meyakinkan Putri Shinta kalau Raja Rahwana tidak memiliki rencana jahat dan hanya ingin mengantarkan Putri Shinta untuk pulang ke rumah saja. Akhirnya Putri Shinta pun bersedia pergi.
Kemudian kami pun bersiap, Raja Rahwana juga sudah menyiapkan sebuah tandu berbentuk labu yang bisa nantinya akan dipikul oleh para pengawalnya. Kalau di zanamku namanya ‘Joli’ namun aku tidak tahu apa namanya kalau di zaman sekarang. Tapi, akan kugunakan istilah joli saja untuk mempermudah.
Kami berada di masing-masing joli yang berbeda, sehingga aku merasa lebih leluasa untuk mengamati daerah luar sendirian. Aku juga bisa tidur tanpa takut ada yang melihat kalau aku ternyata tidur sambil mengeluarkan air liur (ngiler).
DUG!
Aku tiba-tiba terjedot begitu saja. Aku yang awalnya sudah memejamkan mata langsung terjaga dan kantukku seketika hilang begitu saja.
“BERHENTI!” seruan seseorang terdengar. Aku pun mau tak mau langsung membuka tirai sedikit dan mengintip situasi yang terjadi. Aku merasa takut kalau terjadi sesuatu kepada Annaliese dan Putri Shinta.
Saat aku mengintip, tiba-tiba aku membelalakkan mataku melihat ternyata rombongan kami dihentikan oleh orang-orang yang berjumlah banyak.
Aku pun langsung membuka tirai dan mencari raja, namun Raja Rahwana tampak hanya di dalam saja .
“SERANG!” seru gerombolan itu. Aku memutuskan untuk keluar dari Joli karena aku haurs menyelamatkan Annaliese, Raja Rahwana, dan juga Putri Shinta. Aku takut kalau mereka mungkin tengah tertidur pulas dan tidak mendengar suara apapun.
“Turunkan saya sekarang juga!” kataku.
Pengawal yang memanggul Joliku langsung menurut dan menurunkan Joli. Kemudian, aku meminta hal yang sama kepada pengawal-pengawal yang membawa joli yang di dalamnya ada Annaliese.
“Ann … bangun, situasi gawat,” kataku yang langsung menepuk-nepuk pipi Annaliese. Annaliese pun langsung terkejut setengah mati.
Suara adu pedang mulai terdengar di bagian depan. Aku benar-benar ngilu dan merinding saat mendengarnya.
Ananliese membuka matanya, “Ayo, keluar!” kataku.
DUG!
Sialnya aku yang buru-buru sampai terbentur joli. “Aduh!” rutukku kesal.
Lalu aku melakukan hal yang sama dengan Raja Rahwana dan juga Putri Shinta. Setelahnya mereka pun juga langsung keluar dari dalam joli.
“Kau bawalah mereka bersembunyi, Badrun!” titah Raja Rahwana.
“Baik, Raja,” kataku.
Aku langsung membawa Annaliese dan Putri Shinta sedikit menjauh. Kalau kami tidak dekat dari saja, justru aku yang akan merasa bingung karena aku tidak terlalu pandai berkelahi.
Belum sempat, Aku, Annaliese, dan Putri Shinta berbalik. Suara yang sangat kami kenal tiba-tiba terdengar begitu sjaa.
“ISTRIKU!” seru seseorang. Siapa lagi kalau bukan Pangeran Rama.
Kami pun berbalik dan menatap sumber suara.
Dan benar saja, ternyata Pangeran Rama lah yang menyerang rombongan mereka.
“S-suamiku,” kata Putri Shinta.
“Oh, jadi ini semua ulahmu, Pangeran?” tanya Raja Rahwana dengan geram.