Kalau menilik dari apa yang Raja Rahwana katakan, semua kesalahan memang mengarah kepada Pangeran Rama karena Pangeran Rama terkesan jahat dan suka berbohong. Aku bukannya menelan mentah-mentah apa yang dikatakan oleh Raja Rahwan namun kalau aku mengingat dari bagaimana Pangeran Rama yang juga bercerita kepadaku, memang sepertinya yang bersalah adalah Pangeran Rama.
“Kau mungkin tidak mempercayaiku, namun bagi Raja sepertiku, aku tidak mengenal kebohonga. Aku memang mengatakan apa yang memang telah terjadi, bukan hanya mengatakan sebuah kebohongan belaka,” kata Raja Rahwana.
“Iya, Raja, saya mempercayainya,” kataku.
“Kalau begitu kenapa kau terus memberontak? Kau tentu anak buah dari Pangeran Rama yang meminta untuk menjaga Putri Shinta. Kini kau sudah mengetahui kisah ini, bukankah lebih baik kau biarkan saja kalau Putri Shinta ada di sini?” tanya Raja Rahwana.
“Begini, Raja. Putri Shinta itu bukanlah sebuah benda mati. Dia adalah manusia yang memiliki hati dan rasa,” kataku.
“Maksudmu, aku tidak memiliki rasa?” tanya Raja Rahwana.
Aku langsung menggelengkan kepalaku, aku tidak mau kalau Raja Rahwana sampai salah paham dengan apa yang au katakan, “Begini, maksud saya tidak seperti itu. Maksud saya adalah Putri Shinta memiliki hati dan dia tentulah sangat menyayangi suaminya. Kalau Raja mau menjadikan Putri Shinta istri, maka Raja tidak bisa bertindak seperti ini. Anda bisa menggunakan cara-cara yang lebih halus, anda bis memulai dengan memberikan perhatian-perhatian kepada Putri Shinta dan melakukan apapun yang bisa membuat Putri Shiunta nyaman berada di samping anda. Bahkan bukan hanya nyaman, buat lah Putri Shinta mencintai anda. Kalau sudah seperti itu, maka anda akan mendapatkan Putri Shinta, bukan hanya mendapatkan status, melainkan mendapatkan hati Putri Shinta, sesuatu yang sangat sulit didapatkan dan tidak bsi adi dapat dengan jalan perkelahian,” kataku.
Aku sadar kalau aku saat ini sedang mengatakan banyak hal dengan panjang lebar namun aku merasa harus mengatkannya karena memang inilah yang ada di pikiranku.
Aku hanya mengutarakan apa yang ada di hati dan kepalaku. Aku benar-benar mengatakannya.
“Maksudmu?” tanya Raja Rahwana.
Sepertinya Raja Raksasa ini belum mengerti arah pembicaraaan kami, aku pun harus menjelaskannya dengan kata-kata yang singkat. Mungkin bahasaku terdengar sangat aneh di telinganya, “Begini, Raja. Kalau boleh saya menyarankan, lebih baik kalau memang Raja benar mencintai Putri Shinta, anda bisa mendekati Putri Shinta dengan jalan yang benar, ambil hatinya dan bukan hanya fisiknya. Kalau pada adkhirnya Putri Shinta menyukai anda bukankahg itu lebih baik? Hubungan kalian akan diliputi kebahagiaan. Jadi lebih baik tidak perlu bertempur, bertarung atau menculik Putri Shinta seperti ini. Lebih baik Raja mengambil hati Putri Shinta dengan menarik perhatian Putri Shinta dan membuat Putri Shinta nyaman,” kataku.
Raja Rahwana tampak memikirkan kata-kataku.
Aku mengaduh dalam hati, “Intinya lepaskan Putri Shinta. Bairkan dia kembali kepada suaminya, selepas itu anda bisa mulai mendekati Putri Shinta. Inie memang terkesan licik namun kalau memang Putri Shinta menyukai anda, Putri Shinta tentulah akan mudah didapatkan,” kataku.
“Bagaimana kalau setelah aku melepasnya, dia tetap tidak menyukaiku?” tanya Raja Rahwana.
“Ya sud- …” Aku langsung mengerem mulutku. Hampir saja aku mengatakan kalau Raja Rahwana lebih baik mundur saja. Tapi kalau aku mengatakannya maka Raja Rahwana pasti akan marah.
Aku tidak bisa membiarkannya.
Sebab, sepertinya Raja Rahwana sudah mulai percaya padaku. Aku merasa kalau ini adalah satu-satunya cara agar Raja Rahwana mau melepaskan Putri Shinta dan memilih untuk berjuang secara nyata. Aku memang terkesan jahat kepada Pangeran Rama karena secara tidak langsung aku menyarankan Raja Rahwana untuk merebut istri Pangeran Rama.
Namun, menurutku, kalau memang Putri Shinta memang cinta kepada PAngeran Rama maka sebesar apapun godaan yang datang dan sebagaimanapun Raja Rahwana berusaha, Putri Shinta akan tetap mencintai suaminya dan tidak akan berpaling.
Menurutku, ini barulah persaingan yang sehat.
“Menurutku semua hanya bergantung pada waktu. Wanita biasanya pasti akan luluh pada pria yang benar-benar membuat perhatian kepadanya terus menerus, dan masalah kapan dia akan jatuh cinta pada anda yang sudah melakukan ini dan itu, itu tergantung bagaimana usaha anda dan tergantung berapa lama ego wanitanya,” kataku sok bijak.
Ntah mengapa aku merasa mual dengan kalimat-kalimatku tersebut, sebab, bagaimana aku tidak jijik? Karena aku mengatakan sesuatu yang aku sendiri belum pernah merasakannya. Di duniaku, aku bahkan tidak pernah berpacaran. Jangankan berpacaran atau menikah, menyukai perempuan saja rasanya aku tidak berani karena semua perempuan yang ada di sampingku adalah monster.
Raja Rahwana menatapku, aku balas menatap raja tersebut dengan mantap.
“Ini bukan akal-akalmu saja agar aku bisa mengeluarkan Putri Shinta dari istana ini kan?” tanya Raja Rahwana dengan sengaja.
Aku bisa memahami itu, karena bagaimana pun sebenarnya salah satu motifku memang itu namun aku tidak bvisa mengakui itu saat ini. Aku harus berbicara dengan hati-hati,. “Tidak, Raja. Apa yangs saya katakan memang benar adanya,saya tentu tidak berani berbohong karena saya tahu konsekuensi ketika berbohong,” kataku.
Aku melihat Raja Rahwana diam sebentar, “Aku bingung denganmu. Siapa kau sebenanrya?” tanya Raja Rahwana.
“Aku hanyalah seseorang yang datang dari jauh, Raja,” kataku.
“Ntah dari mana asalmu, namun aku merasa bingung karena aku tidak marah meski nada dan sikapmu kurang sopan padaku yang merupakan seorang Raja,” kata Raja Rahwana.
“Mohon maaf, Raja. Saya memang masih butuh penyesuaian. Mohon maaf kalau saya terkesann tridka sopan. Namun, menurut saya ini adalah sikap saya yang paling sopan,” kataku.
Raja Rahwana hanya bisa menganggukkan kepalanya.
Akus duah mulai mendapatkan celah untuk masuk ke inti pembicaraan ini, “Jadi, bagaimana, Raja?” tanyaku.
“Untuk saat ini sepertinya aku harus mengikuti nasihatmku. Aku pun tidak tega melihat Putri Shinyta yang menangis terus-terusan,” kata Raja Rahwana.
“Itu adlaha keputiusan yang sangat bijak, Raja. Tidak semua orang bahkan tidak semua raja memiliki pemikiran yang bijak seperti anda,” kataku.
“Benarkah?” tanya Raja Rahwana, wajahnya terlihat berseri-seri. Aku pun menganggukkan kepalaku dengan mantap, “Percaya padaku, Raja,” kataku.
“Baiklah, nanti sore saya akan antarakan Putri Shinta, Kamu, dan teman perempuanmu ke pondok itu. Tapia da satu hal yang saya minta,” kata Raja Rahwana.
“Apa itu raja?” tanyaku.
“Karena aku sudah bersedia untuk mengantarkan Putri Shinta ke rumhanya, maka aku ingin menahanmu dan menjuadikanmu penasihat di kerajaan ini,” kata Raja Rahwana.
Aku pun meringis mendengar apa yang dikatakan oleh Raja Rahwana, namun kali ini sepertinya aku belum bisa membantah dan tidak memiliki pilihan, “Baiklah. Asalkan anda maksudku kita mengantarakan Putri Shinta ke pondok itu. Aku tidak masalah menjadi penasihat kerajaan,” kataku.